Isnin, April 07, 2008

Kisah Nafsu yang Degil Perintah Allah

Dalam sebuah kitab karangan 'Ustman bin Hasan bin Ahmad Asy-Syaakir Alkhaubawiyi, seorang ulama yang hidup dalam abad ke XIII Hijrah, menerangkan bahwa sesungguhnya Allah S.W.T telah menciptakan akal, maka Allah S.W.T telah berfirman yang bermaksud : "Wahai akal mengadaplah engkau." Maka akal pun mengadap kehadapan Allah S.W.T., kemudian Allah S.W.T berfirman yang bermaksud : "Wahai akal berbaliklah engkau!", lalu akal pun berbalik.

Kemudian Allah S.W.T. berfirman lagi yang bermaksud : "Wahai akal! Siapakah aku?". Lalu akal pun berkata, "Engkau adalah Tuhan yang menciptakan aku dan aku adalah hamba-Mu yang daif dan lemah."

Lalu Allah S.W.T berfirman yang bermaksud : "Wahai akal tidak Ku-ciptakan makhluk yang lebih mulia daripada engkau."

Setelah itu Allah S.W.T menciptakan nafsu, dan berfirman kepadanya yang bermaksud : "Wahai nafsu, mengadaplah kamu!". Nafsu tidak menjawab sebaliknya mendiamkan diri. Kemudian Allah S.W.T berfirman lagi yang bermaksud : "Siapakah engkau dan siapakah Aku?". Lalu nafsu berkata, "Aku adalah aku, dan Engkau adalah Engkau."

Setelah itu Allah S.W.T menyiksanya dengan neraka jahim selama 100 tahun, dan kemudian mengeluarkannya. Kemudian Allah S.W.T berfirman yang bermaksud : "Siapakah engkau dan siapakah Aku?". Lalu nafsu berkata, "Aku adalah aku dan Engkau adalah Engkau."

Lalu Allah S.W.T menyiksa nafsu itu dalam neraka Juu' selama 100 tahun. Setelah dikeluarkan maka Allah S.W.T berfirman yang bermaksud : "Siapakah engkau dan siapakah Aku?". Akhirnya nafsu mengakui dengan berkata, " Aku adalah hamba-Mu dan Kamu adalah tuhanku."

Dalam kitab tersebut juga diterangkan bahwa dengan sebab itulah maka Allah S.W.T mewajibkan puasa.

Dalam kisah ini dapatlah kita mengetahui bahwa nafsu itu adalah sangat jahat oleh itu hendaklah kita mengawal nafsu itu, jangan biarkan nafsu itu mengawal kita, sebab kalau dia yang mengawal kita maka kita akan menjadi musnah.

Kedasyatan Saat-saat Kematian Iblis

Abu Laits Assamarqandi meriwatkan dengan sanadnya dari Ahnaf bin Qays berkata;

Saya pergi ke Madinah ingin bertemu dengan Sayyidina Omar bin Al-Akhattab. Tiba-tiba saya bertemu dengan majlis orang-orang sedang mengerumuni Ka'bul Ahbaar yang sedang bercerita:

Ketika Adam Alahissalam akan mati, ia berkata;

"Ya Rabbi, musuhmu pasti akan mengejek padaku jika ia melihat aku telah mati, padahal ia diberi tempoh hingga Qiamat."

Allah menjawab;

"Hai Adam, kamu langsung menuju ke syurga, sedangkan si Mal'uun ditunda hingga hari Qiamat supaya merasakan sakit maut sebanyak makhluk yang pertama hingga yang terakhir."

Maka Adam bertanya kepada Malikulmaut:

"Sebutkan kepadaku bagaimana rasa pedihnya maut".

Maka sesudah diterangkan, maka berkata Adam;

"Tuhanku...cukup, cukup".

Maka bergemuruhlah suara para hadirin berkata;

"Hai Abu Ishaq, ceritakan kepada kami, bagaimana ia merasa maut".

Pada mulanya Ka'bul ahbaar menolak, tetapi kerana didesak, maka ia berkata:

Jika dunia sudah akhir dan hampir ditiup sangkakala, sedang orang-orang sibuk di pasr bertengkar dan berdagang, tiba-tiba terdengar suara yang sangat keras, sehingga separuh penduduk bumi pengsan kerananya. Maka tidak sadar kecuali sesudah tiga hari, sedangkan sisanya yang tidak pengsan, bingung bagaikan kambing ketakutan melihat binatang buas. Ketika orang-orang dalam keadaan sedemikian, tiba-tiba terdengar suara gemuruh bagaikan halilintar yang sangat keras. Maka tiada seorang pun melainkan mati kerananya. Maka binasalah dunia dan tidak ada yang tinggal di bumi ini seseorang manusia atau jin atau syaitan atau binatang.

Maka inilah saat yang ditentukan oleh Allah itu kepada iblis, kemudian Allah Taala berfirman kepada Malakulmaut:

"Aku telah menjadikan untukmu pembantu sebanyak orang yang pertama hingga yang terakhir, dan aku telah memberimu kekuatan penduduk langit dan penduduk bumi, dan kini aku pakaikan kepadamu pakaian murka dan marahKu kepada si mal'uun yang terkutuk iblis. Maka rasakan kepadanya kepedihan maut yang telah dirasakan oleh orang-orang yang dahulu hingga terakhir dari Jin dan Manusia, berlipat-lipat ganda.

Dan hendaklah kamu membawa 70,000 malaikat yang kesemuanya penuh rasa murka dan kecemasan. dan tiap malaikat Zabaniah membawa rantai dari Neraka Ladha dan cabutlah dengan 70,000 cungkil (bantolan) dari Neraka Ladha dan beritakan kepadsa Malaikat Malik supaya membuka pinu-pintu neraka".

Maka turunlah Malakulmaut dalam keadaan yang sangat mengerikan, sehinggakan andaikan penduduk langit dan bumi dapat melihat bentuk itu, nescaya akan cair semuanya kerana sangat ngerinya.

Maka apabila sampai kepada iblis dan dibentaknya sekali saja langsung ia(iblis) pengsan dan mendengkur dan andaikan dengkur itu didengar oleh penduduk timur hingga ke barat , nescaya pengsanlah mereka.

Lalu Malakulmaut membentak iblis:

"Berhentilah wahai penjahat. Kini aku merasakan kepadamu kepedihan maut sebagaimana dirasakan oleh banyaknya hitungan orang yang telah kamu sesatkan dalam beberapa abad yang kamu hidup. Dan hari inilah hari yang telah ditentukan oleh Tuhan bagimu. Maka kemanakah kamu akan lari?".

Maka larilah iblis itu ke hujung timur tiba-tiba Malakulmaut telah ada di depannya, lalu ia menyelam ke dalam laut. Maka berlari ia keliling bumi, tetapi tidak ada tempat untuk berlindung baginya.

Kemudian ia berdiri di tengah kubur Nabi Adam Alaihissalam sambil berkata;

"Keranamu aku telah menjadi Mal'uun. Duhai sekiranya aku tidak dijadikan".

Lalu ia tanya kepada Malakulmaut;

"Minuman apakah yang akan akan kau berikan kepadaku dan dengan siksa apakah yang akan kau timpakan kepadaku?"

Jawab Malikulmaut;

"Dengan minuman dari neraka ladha dan serupa dengan siksa ahli neraka dan berlipat-lipat ganda".

Maka berguling-gulinglah iblis di tanah sambil menjerit(berteriak) sekeras-kerasnya, kemudian lari-lari dari barat ke timur dan berbalik. Maka sampai ke tempat yang ia pertama diturunkan, sudah dihalang oleh Malaikat Zabaniyah dengan bantolannya, sedang bumi ini bagaikan bara api, sedangkan ia(iblis) dikerumuni oleh Malaikat Zabaniyah yang menikamnya dengan bantolan dari neraka itu sehinggakan merasakan nazak (sakaratulmaut) akan mati itu.

Kemudian dipanggil Adam dan Hawa untuk melihat keadaan iblis. Maka bangkitlah keduanya untuk meilhat itu. Dan sesudah melihat itu, keduanya berdoa;

"Ya Tuhan kami, sungguh Engkau telah menyempurnakan nikmatMu pada kami".

Allah berfirman: " Hai lblis! Apa yang menghalangmu daripada turut sujud kepada (Adam) yang Aku telah ciptakan dengan kekuasaanKu? Adakah engkau berlaku sombong takbur, ataupun engkau dari golongan yang tertinggi?" [Shad :75]

Iblis Dengan Nabi Muhammad SAW

Wahab bin Munabbih berkata: Allah telah menyuruh iblis datang kepada Nabi Muhammad SAW. untuk menjawab segala pertanyaan-pertanyaannya. Maka datanglah iblis berupa orang yang tua yang bertongkat dan ketika ditanya oleh Nabi SAW.

"Siapakah kamu?"
Jawabnya; "Iblis."
Nabi SAW. bertanya lagi; "Kenapakah kamu datang?".
Jawab iblis; "Allah menyuruhku datang kepadamu untuk menjawab segala pertanyaanmu."
Lalu Nabi Muhammad SAW bertanya; "Ya Mal'uun! berapa musuh-musuhmu dari ummatku?".
Jawab iblis; "Lima belas orang".

1. Engkau (Nabi Muhammad SAW).
2. Imam yang adil.
3. Orang kaya yang merendah diri.
4. Pedagang yang jujur [benar].
5. Orang Alim yang khusyuk.
6. Orang mukmin yang suka menasihati.
7. Orang mukmin yang murah hati (belas kasih).
8. Orang yang bertaubat dan tetap pada taubatnya.
9. Orang yang menjauh dari segala yang haram.
10. Orang yang tetap berwudhu {apabila batal sentiasa diperbaharui dengan wudhu yang lain).
11. Orang mukmin yang banyak bersedekah.
12. Orang mukmin yang baik budi akhlaqnya.
13. Orang mukmin yang banyak jasa gunanya pada manusia.
14. Orang yang membawa Al-Qur'an dan selalu membacanya.
15. Orang yang suka sembahyang tahajjud malam di waktu orang-orang sedang tidur.

Lalu ditanya oleh Nabi SAW.; "Siapakah kawan-kawanmu dari umatku?".
Jawab iblis; "Sepuluh orang".

1. Raja (pemerintah) yang zalim..
2. Orang kaya yang sombong.
3. Peniaga yang khianat(penipu).
4. Pemabuk (Peminum arak).
5. Tukang adu domba (fitnah).
6. Pelacur.
7. Pemakan harta anak yatim.
8. Orang yang meremehkan sembahyang.
9. Penolak zakat (tidak mengeluarkan zakat).
10. Orang yang panjang angan-angan.

Mereka itulah sahabat-sahabatku.

Iblis berkata: "Oleh kerana Engkau (wahai Tuhan) menyebabkan daku tersesat (maka) demi sesungguhnya aku akan mengambil tempat menghalangi mereka (dari menjalani) jalanMu yang lurus. [Al-Araaf : 16]

Tipuan Syaitan Terhadap Mereka Yang Beribadat

Adapun tipuan serta ajakan syaitan terhadap manusia agar meninggalkan beribadah kepada Allah Taala ada 7 macam jalan;

1. Syaitan melarang manusia, agar jangan taat kepada Allah. Orang-orang yang dipelihara Allah, akan menolak ajakan itu dan akan berkata:

* Aku sangat memerlukan sekali kepada pahala dari Allah, kerana aku harus mempunyai bekal dari dunia untuk akhirat yang kekal abadi.

2. Bila pujukan pertama tidak berhasil, maka syaitan mengajak manusia untuk mengakhiri taat; nanti saja atau kalau sudah tua, dan sebagainya. Orang-orang yang terpelihara akan menolak ajakan itu dan akan berkata:

* Ajalku bukan pada tanganku; jika aku menunda-nunda amal hari ini untuk esok, maka amal hari esok bila akan aku kerjakan, padahal tiap-tiap hari dan waktu mempunyai amal tersendiri dan hak hukum waktunya.

3. Kadang-kadang syaitan akan mendorong manusia supaya terburu-buru mengerjakan amal baik dengan amat segera dan katanya: Ayuh' cepat-cepat beramal supaya engkau dapat memburu lagi amal lainnya. Orang-orang yang selamat tentu menolak dan berkata:

* Amal yang sedikit tapi sempurna lebih baik daripada amal banyak tetapi tidak sempurna. Dalam hal Nabi Muhammad SAW. pernah bersabda dengan maksud:

"Tergopoh-gopoh itu pembawaan dari syaitan, kecuali dalam lima perkara;

1. Mengkahwinkan anak perawan jika telah sampai waktunya.
2. Membayar hutang jika sudah sampai janjinya.
3. Menguruskan mayat bila datang ajalnya.
4. Menghormati tetamu di kala ia datang bertandang.
5. Bertaubat setelah mengerjakan dosa.

4. Syaitan itu lalu menyuruh manusia supaya mengerjakan amal baik dengan sempurna sebab kalau tidak sempurna nanti dicela oleh orang lain. Orang-orang yang terpelihara tentu menolaknya dan akan berkata;

* Untuk saya cukup dinilai oleh Allah sahaja dan tidak ada faedahnya beramal kerana manusia. Ini adalah isyarat supaya manusia Riya' dalam amalnya.

5. Setelah itu syaitan menancapkan perasaan dalam hati orang yang beramal dengan mengatakan; Betapa tingginya darjatmu dapat beramal sholeh dan betapa pula cerdikmu dan kesempurnaanmu. Orang-orang yang baik akan menjawab

* bahawa semua keagungan dan kesempurnaann itu kepunyaan Allah, bukan kekuatan atau kekuasaan aku. Allahlah yang memberi taufiq kepadaku untuk mengerjakan amal yang Ia redhoi, dan memberikan ganjaran yang besar dengan anugerah kurniaNya. Jika sekiranya tanpa kurnia Allah, maka apalah harganya amalku ini dibandingkan dengan banyaknya nikmat Allah kepadaku, di samping dosaku yang banyak pula.

Tidak dapat berkata-kata dan mengamalkan begini melainkan mereka yang mempunyai ilmu pengetahuan tentang Ilmu Tasauf atau Ilmu Makrifat.

6. Setelah jalan kelima gagal, maka syaitan mengajukan jalan yang keenam. Jalan ini lebih hebat dari yang disebut tadi, dan tidak akan bisa selamat terhadapnya kecuali orang yang cerdik dan hidup fikirannya. Syaitan itu berkata, membisikkan di hati manusia: "Bersungguh-sungguhlah engkau beramal dengan Sir, jangan diketahui oleh manusia sebab Allah jualah yang akan menzhohirkan amalmu nanti terhadap manusia dan akan mengatakan bahawa engkau adalah seorang hamba Allah yang ikhlas". Syaitan itu mencampur-baurkan terhadap setiapa orang yang beramal dengan amal tipuannya yang lemah sekali. Dengan ucapannya itu, syaitan bermaksud untuk memasukkan sebahagian daripada penyakit Riya'. Orang yang terpelihara oleh Allah akan menolak ajakan syaitan itu dengan mengatakan;

* Hai Malaun (yang dilaknat) tiada henti-henti engkau menggodakaku untuk merosakkan amal dan ibadatku dengan berbagai-bagai jalan dan sekarang engkau berpura-pura seolah-olah akan memperbaiki amalku, padahal maksudmu untuk merosakkannya. Aku ini hamba Allah dan Allahlah jua yang menjadikan aku. Kalau Allah SWT. berkehendak menzhohirkan amalku atau menyembunyikannya; dan kalau berkehendak menjadikan aku mulia atau hina, ini adalah urusan Allah. Aku tidak gelisah apakah amalku itu diperlihatkan oleh Allah kepada manusia atau tidak kerana itu bukan urusan aku sebagai seorang hamba Allah.

7. Setelah gagal syaitan itu menggoda dengan jalan keenam, maka ia menggoda lagi dengan jalan ketujuh dengan mengatakan; "Hai manusia..tidak perlu engkau menyusahkan dirimu untuk beramal ibadah, kerana jika engkau telah ditetapkan oleh Allah pada masa azali dan dijadikan makhluk yang bahagia, maka tidak menjadi mudorat apa-apa bagi engkau untuk meninggalkan amal, engkau akan tetap menjadi seorang yang bahagia. Sebaliknya jika engkau dikehendaki Allah menjadi orang yang celaka, maka tidak ada gunanya lagi engkau beramal dan tetaplah engkau celaka".Orang-orang yang terpelihara oleh Allah tentu akan menolak godaan ini dengan mengatakan:

* Aku ini seorang hamba, berkewajipan menurut perintah Tuhanku. Tuhan Maha Mengetahui, menetapkan sekehendakNya dan berbuat apa saja yang dikehendakiNya. Amalku tetap akan bermanfaat, walau bagaimanapun keadaanku. Jika aku dijadikan seorang yang seorang yang berbahgia, aku tetap perlu beribadah untuk menambah pahala, dan jika aku dijadikan seorang yang celaka, aku tetap harus beramal ibadah, supaya tidak menjadi penyesalan bagi diriku meninggalkan amal itu.

* Jika sekiranya aku dimasukkan neraka, padahal aku taat, aku lebih senang daripada jika dimasukkan neraka kerana aku maksiat. Tetapi tidak akan demikian keadaannya kerana janji Allah pasti terjadi dan sabdaNya pasti benar. Allah telah menjanjikan kepada siapa yang beramal taat kepadaNya akan diberi ganjaran. Siapa-siapa yang meninggal dunia dalam keadaan beriman dan taat kepada Allah, tidak akan dimasukkan ke dalam neraka dan pasti akan dimasukkan ke Syorga. Jadi masuknya, seseorang ke Syurga bukanlah kerana kekuatan amalnya, tetapi kerana janji Allah semata yang pasti dan suci.

Oleh kerana itu, sedarlah wahai hamba Allah, semoga Allah memberi rahmat kepadamu, sesungguhnya urusan taat kepada Allah seperti yang engkau lihat dan dengar bahawa banyak sekali godaan dan tipuan syaitan untuk menggagalkannya. Qiyaslah segala urusan dan tingkah laku kepada keadaan tersebut, dan bermohonlah pertolongan kepada Allah agar engkau dilindungi dan dipelihara dari kejahatan syaitan ini, kerana sega sesuatu benda di bawah kekuasaan Allah dan kepada Allah kita mohon Taufiq untuk mendapatkan keridhoaanNya.

TIDAK ADA DAYA UNTUK MENINGGALKAN MAKSIAT DAN TIDAK ADA KEKUATAN UNTUK MENGERJAKAN TAAT, KECUALI DENGAN PERTOLONGAN ALLAH YANG MAHA LUHUR DAN MAHA AGUNG

Dan sememangnya tiadalah bagi Iblis sebarang kuasa untuk menyesatkan mereka, melainkan untuk menjadi ujian bagi melahirkan pengetahuan Kami tentang siapakah yang benar-benar beriman kepada hari akhirat dan siapa pula yang ragu-ragu terhadapnya. Dan (ingatlah) Tuhanmu sentiasa mengawal serta mengawasi tiap-tiap sesuatu. [Saba : 21]

Hikayat dari Ahli Tasauf Wahab bin Munabih RA.

Dipetik dari Kitab Hikam Ibni Athoillah As-Kandari (halaman 25)

Seorang lelaki daripada Bani Israil telah berpuasa ia selama 70 tahun lamanya. Dalam tiap-tiap tahun, lelaki berkenaan hanya akan berbuka pada dua hari raya dan tiga hari tasyrik.

Maka memohon ia kepada Allah Taala supaya diperlihatkannya bagaimana derhaka dan tipu dayanya terhadap manusia. Maka setelah lama sekali berpanjangan masa hajat dan niatnya untuk melihat syaitan itu, namun tiada diperkenankan pintanya.

Maka kata lelaki tersebut;

"Maka jikalau aku minta nyatakan atas kesalahanku dan dosaku antaraku dan Tuhanku, nescaya adalah terlebih baik daripada pekerjaannya(hajatku) untuk melihat syaitan".

Mendengar kata-kata itu, Allah Taala telah memerintah seorang malaikat kepada lelaki tersebut. Maka berkata malaikat kepadanya;

"Bahawasanya Allah 'Azzawajalla telah menyuruh ia akan daku kepadamu supaya menyampaikan firmanNya kepadamu yang bermaksud

"Kata-kata mu itu(untuk melihat kesalahan dan dosa) itu terlebih baik kepada Allah daripada yang telah lalu daripada segala ibadatmu. Maka telah dibukakan Allah Taala akan penglihatanmu untuk melihat syaitan. Maka lihatlah olehmu akan dia(syaitan)".

Maka dilihat oleh lelaki tersebut berduyun-duyun beberapa tentera malaun (syaitan) dalam bumi ini dan tiadalah seseorang daripada manusia melainkan syaitan berada di sekelilingnya seperti keadaannya beberapa lalat (yang menggerumumi bangkai). Maka kata lelaki tersebut;

"Hai Tuhanku....bagaimana bisa selamat orang daripada keadaan ini?". Maka firman Allah Taala

"Warak".

Iblis berkata: " Demi kekuasaanmu (wahai Tuhanku), aku akan menyesatkan mereka semuanya [Saad : 82]

Siapakah Masyarakat Jahiliah?

Masyarakat Arab, sebelum kerasulan Muhammad SAW, dikenal dengan sebutan jahiliyah. Jika merujuk pada arti kata jahiliyah (yang berasal dari bahasa Arab dari kata jahala yang berarti bodoh), maka secara harfiyah bisa disimpulkan bahwa masyarakat jahiliyah adalah masyarakat yang bodoh.

Sebutan jahiliyah ini perlu mendapat penjelasan lebih lanjut, sebab dari situlah akan terbangun pola kontruksi terhadap masyarakat Arab masa itu, yang di dalamnya adalah juga nenek moyang Nabi Muhammad SAW dan sekaligus cikal bakal masyarakat Islam. Jika masyarakat jahiliyah kita artikan sebagai masyarakat bodoh dalam pengertian primitif yang tak mengenal pengetahuan atau budaya; tentu sulit dipertanggungjawabkan, karena berdasarkan data sejarah, masyarakat Arab waktu itu juga telah memiliki nilai-nilai peradaban—sesederhana pun peradaban itu.

M. Quraish Shihab dalam Mukjizat Al Qur'an Ditinjau dari Aspek Kebahasaan, Isyarat Ilmiah, dan Pemberitaaan Ghaib (Mizan, 1999) menyebut beberapa pengetahuan yang dimiliki masyarakat Arab, diantaranya dalam bidang:

1. Astronomi, tetapi terbatas pada penggunaan bintang untuk petunjuk jalan, atau mengetahui jenis musim.
2. Meteorologi mereka gunakan untuk mengetahui cuaca dan turunnya hujan.
3. Sedikit tentang sejarah umat sekitarnya.
4. Pengobatan berdasarkan pengalaman.
5. Perdukunan dan semacamnya.
6. Bahasa dan Sastra (sering diadakan musabaqah [perlombaan] dalam menyusun syair atau petuah dan nasehat. Syair-syair yang dinilai indah, digantung di Ka'bah, sebagai penghormatan kepada penggubahnya sekaligus untuk dapat dinikmati oleh yang melihat atau membacanya. Penyair mendapat kedudukan yang istimewa. Mereka dinilai sebagai pembela kaumnya. Dengan syair mereka mengangkat reputasi satu kaum atau seseorang dan juga sebaliknya dapat menjatuhkannya).

Sementara itu Prof. Dr. Hamka (Sejarah Umat Islam, Pustaka Nasional PTE LTD Singapura, 2002) mencirikan masyarakat Arab (Utara) dengan beberapa ciri:

1. Bahasa.

Bahasa banyak bercampur dengan bahasa negeri lain yang bergaul dengan mereka, terutama ketika Quraisy menjadi penjaga Mekkah. Banyak kabilah yang berdatangan berziarah ke Mekkah tiap-tiap tahun. Juga karena keperluan perniagaan, banyak orang-orang Quraisy berniaga ke luar negeri, ke Yaman, Iraq, Habsyi, Hauraan, Parsi, Hindustan. Dalam pergumulan itu terjadi penambahan perbendaharaan bahasa sehingga menjadikan bahasa Arab kaya raya.

2. Pepatah dan Petitih.

Bangsa Arab banyak sekali mempunyai amsal dan perumpamaan. Amsal dan perumpamaan itu lekas tersiar di dalam kalangan orang banyak, karena pendek, jitu, dan mudah menghafalnya.

3. Syair.

Dengan syair itulah mereka akan dapat melepaskan senak yang menggelora dari dalam jiwa raga, terutama dalam perjuangan dan pertempuran. Ahli syair mendapatkan kedudukan tertinggi di dalam kabilahnya.

4. Ahli Pidato.

Ahli pidato ini mulai mendapat perhatian ketika ahli syair sudah mulai mengharap upah dari karyanya. Ahli pidato diperlukan untuk membangkitkan semangat (perang). Berbeda dengan syair yang menggunakan bahasa yang pelik, ahli pidato cukup menggunakan kata-kata biasa, tetapi dapat menumpahkan segenap yang terasa dalam hati.

5. Ilmu Keturunan.

Di antara sekian banyak bangsa-bangsa, maka bangsa Arab itulah suatu bangsa yang sangat mementingkan menghafal pohon keturunan dari mana nenek, dari mana asal, pecahan dari siapa, keturunan siapa dan ke mana pula turun si fulan, sehingga dengan menyebutkan nama kabilah saja, sudah mudah yang lain mengetahui di keturunan ke berapa bertemu sejarah nasab mereka. Mereka perlu benar mengetahui dan memelihara itu, sebaba mereka kerap kali berperang untuk merapatkan perhubungan di antara yang seketuruanan di dalam menghadapi yang lain. Tingkat keturunan itu mereka bagi enam. Sya'ab, Kabilah, Imarah, bathn, fakhidz, dan fusailah.

6. Cerita Pusaka (Dongeng).
Bangsa Arab kuat sekali menghafal cerita pusaka nenek moyang terutama yang berhubungan dengan kisah perjuangan kaum mereka dengan kaum lain, atau kabilah dengan kabilah lain.

7. Tenung dan Ramal.

8. Ilmu Bintang.

Bangsa Arab mengerti juga tentang keadaan bintang, meskipun sekedar untuk mengetahui musim korma berbuah atau untuk mengetahui bilamana mereka patut berangkat ke Syam atau ke Tha'if.

9. Berkuda dan Memanah.

Bangsa Arab pun terhitung satu bangsa yang tahu tuah dan celaka kuda, pandai pula memperhatikan bentuk badan dan belangnya. Mereka juga terhitung bangsa yang terpandai dalam urusan panah-memanah, karena bukan saja hidup mereka adalah memanah burung dan binatang, tetapi panah itu juga merupakan alat peperangan yang terpenting. Mereka juga pandai mempermainkan tombak dan pedang.

Meskipun memiliki pengetahuan pada beberapa bidang, namun sesungguhnya ciri lain yang melekat pada masyarakat Arab adalah masyarakat ummiyyin (jamak dari ummiy dari kata umm yang berarti ibu; jadi masyarakat ummiy berarti masyarakat yang keadaannya sama dengan keadaaan saat dia dilahirkan oleh ibu—tidak bisa baca tulis).

Dalam sebuah hadis, Nabi SAW bersabda: "Kami umat yang ummiy, kami tidak pandai menulis, tidak juga pandai berhitung. Bulan, begini, begini, dan begini. " (Beliau menggunakan jari-jari kedua tangannya untuk mengisyaratkan angka dua puluh sembilan atau tiga puluh hari). [HR. Muslim dan An Nasa'ai]

Kemampuan baca tulis sangat minim. Jumlah yang bisa baca tulis sangat terbatas. Oleh karena itu mereka mengandalkan hafalan, yang pada gilirannya menjadi tolok ukur kecerdasan dan kemampuan ilmiah seseorang.

Masyarakat Arab waktu itu juga dikenal tidak mahir berhitung. Bahkan bahasa Arab memperkenalkan apa yang dinamai wawu tsamaniyah, yaitu huruf wawu yang digandengkan dengan angka delapan), karena angka yang sempurna bagi mereka adalah tujuh sehingga bila menghitung dari satu sampai tujuh, mereka menyebutnya secara berurut, tetapi ketika sampai ke angka delapan mereka menambahkan wawu. Karena itu angka tujuh bukan saja berarti angka di atas enam dan di bawah delapan, melainkan juga berarti banyak.

Dengan demikian apakah karena minimnya kemampuan baca-tulis-hitung masyarakat Arab yang menyebabkan mereka disebut jahiliyah? Tentu tidak, karena Nabi Muhammad SAW sendiri termasuk yang tidak bisa baca-tulis.

Jahiliyah dan Perlakuan pada Wanita

Lantas, apa yang dimaksud masyarakat jahiliyah? Dalam Sejarah Hidup Muhammad Sirah Nabawiyah (Robbani Pres, 1998), Syaikh Shafiyyur Rahman Al Mubarakfuy menjelaskan kondisi sosial masyarakat Arab yang disebut dengan jahiliyyah, diantaranya yang bisa dilihat dari hubungan antara laki-laki dengan wanita di kalangan masyarakat biasa. Dalam hal perkawinan, misalnya, dikenal 4 macam, yaitu:

1. Seorang lelaki meminang (calon istri) kepada walinya, kemudian memberinya mahar dan menikahinya (pernikahan lazimnya sekarang).
2. Perkawinan istibdha' (mencari bibit unggul), yaitu apabila seorang istri sudah bersih dari haidnya, sang suami berkata kepadanya, "Pergilah kepada fulan dan mintalah bersetubuh dengannya." Maka, sang suami menjauhinya dan tidak menyetubuhinya selama belum nyata kehamilannya dari hasil persetubuhan dengan orang tersebut. Setelah nyata kehamilannya, sang suami baru menggaulinya bila menginginkannya. Hal tersebut dilakukan karena keinginannya memiliki keturunan anak yang pandai dan berani.
3. Sekelompok orang berjumlah kurang dari sepuluh mendatangi seorang wanita, semuanya menyetubuhinya. Apabila sudah hamil dan melahirkan anaknya, wanita tersebut mendatangi mereka, dan tidak ada seorang pun dari mereka yang mampu menolak sehingga mereka berkumpul di tempat wanita tersebut. Kemudian wanita tersebut berkata kepada mereka, "Kalian sudah mengetahui perbuatan yang telah kalian lakukan. Saya telah melahirkan seorang anak. Anak ini adalah anakmu wahai fulan (sambil menyebutkan nama salah seorang dari mereka yang dicintai)." Kemudian anak tersebut dinisbatkan kepadanya.
4. Orang banyak berkumpul lalu mendatangi seorang wanita pelacur yang tidak pernah menolak orang yang datang kepadanya. Para pelacur itu meletakkan bendera di depan pintunya sebagai tanda bahwa siapapun yang menginginkannya boleh memasukinya. Setelah pelacur tersebut hamil dan melahirkan, mereka berkumpul di tempatnya dan mereka mengundang Qafah (orang yang bisa nengetahui persamaan anatara anak dan bapak lewat tanda-tanda yang tersembunyi). Kemudia sang Qafah tersebut menisbatkan anak pelacur tersebut kepada orang yang dia lihat (memiliki tanda persamaan dengan anak tersebut), dan orang tersebut menganggapnya sebagai anaknya, tidak boleh menolak.

Selain empat macam perkawinan di atas, ada bentuk-bentuk lain hubungan laki-laki dengan wanita yang termasuk jahiliyah misalnya dalam peperangan antarkabilah, yang menang menawan para istri dari kabilah yang kalah, dan menghalalkan kehormatannya. Sedangkan anak-anak para wanita tersebut akan menanggung aib selama hidupnya.

Dalam hal poligami, mereka melakukan tanpa batas; misalnya menawini dua wanita yang bersaudara; mengawini istri bapak mereka setelah ditalak atau ditinggal mati. Ada di antara suku Arab yang suka membunuh anak perempuannya sendiri karena malu, atau karena anak itu tidak menarik hatinya. Ada pula yang membunuh karena takut miskin.

Namun begitu, di kalangan bangsawan Arab, hubungan laki-laki dengan wanita (istri) sudah berada pada tingkat kemajuan. Seorang istri memiliki kebebasan berpikir dan berbicara dalam porsi yang cukup besar. Seorang istri dihormati dan dilindungi, dan apabila kehormatan diganggu, pedanglah yang berbicara dan darah pun tumpah.

Perlakuan buruk terhadap wanita; ternyata tidak hanya dilakukan oleh masyarakat Arab melainkan juga justru sudah menjadi tradisi bangsa-bangsa yang memiliki "peradaban" besar. Di kalangan masyarakat Yunani, yang dikenal dengan pemikiran-pemikiran filsafatnya, wanita di kalangan elit ditempatkan (disekap) dalam istana-istana.

Sementara di kalangan bawah lebih menyedihkan lagi. Mereka diperjualbelikan, sedangkan yang berumah tangga sepenuhnya berada di bawah kekuasaan suaminya. Mereka tidak memiliki hak-hak sipil, bahkan hak waris pun tidak ada. Pada puncak peradaban Yunani, wanita diberi kebebasan sedemikian rupa untuk memenuhi kebutuhan dan selera lelaki. Hubungan seksual yang bebas tidak dianggap melanggar kesopanan; tempat-tempat pelacuran menjadi pusat-pusat kegiatan politik dan sastra/seni. Patung-patung wanita telanjang di negara-negara Barat adalah bukti atau sisa pandangan ini.

Dalam peradaban Romawi, wanita sepenuhnya berada di bawah kekuasaan ayahnya. Setelah kawin, kekuasaan tersebut pindah ke tangan sang ayah. Kekuasaan itu mencakup kewenangan menjual, mengusir, menganiaya, dan membunuh. Keadaan tersebut berlangsung terus sampai abad ke-6 Masehi. Segala hasil usaha wanita, menjadi hak milik keluarganya yang laki-laki. Pada zaman kaisar Constantine terjadi perubahan yaitu dengan diundangkannya hak pemilikan terbatas bagi wanita, dengan catatan bahwa setiap transaksi harus disetujui oleh keluarga (suami dan istri).

Peradaban Hindu dan Cina tidak lebih baik dari peradaban-peradaban Yunani dan Romawi. Hak hidup seorang wanita yang bersuami harus berakhir pada saat kematian suaminya; istri harus dibakar hidup-hidup pada saat mayat suaminya dibakar. Ini baru berakhir pada abad ke-17 M. Wanita pada masyarakat Hindu ketika itu sering dijadikan sesajen bagi apa yang mereka namakan dewa-dewa. Petuah sejarah kuno mereka mengatakan bahwa "Racun, ular, dan api tidak lebih jahat daripada wanita". Sementara dalam petuah Cina kuno diajarkan "Anda boleh mendengar pembicaraan wanita tetapi sama sekali jangan mempercayai kebenarannya".

Dalam ajaran Yahudi, martabat wanita sama dengan pembantu. Ayah berhak menjual anak perempuan kalau ia tidak mempunyai saudara laki-laki. Ajaran mereka menanggap wanita sebagai sumber laknat karena dialah yang menyebabkan adam terusir dari surga.

Dalam pandangan sementara pemuka/pengamat Nasrani ditemukan bahwa wanita adalah senjata iblis untuk menyesatkan manusia. Pada abad ke-5 M diselenggarakan konsili yang memperbincangkan apakah wanita mempunyai ruh atau tidak, yang akhirnya dirumuskan kesimpulan bahwa wanita tidak mempunyai ruh suci. Bahkan pada pada abad ke-6 M diselenggarakan suatu pertemuan untuk membahas apakah wanita itu manusia atau bukan manusia. Dari pembahasan itu disimpulkan bahwa wanita adalah manusia yang diciptakan semata-mata untuk melayani laki-laki. (M. Quraish Shihab, Wawasan Al Qur'an – Tafsir Maudhu'i atas Pelbagai Persoalan Umat, Mizan, 2001)

Menjadi sangat menarik untuk ditelah adalah, jika karena tata pergaulan laki-laki dan wanita yang bebas pada masyarakat Arab yang dijadikan alas an untuk memberi cap mereka masyarakat jahiliyah, maka cap apakah yang pantas diberikan pada masyarakat non Arab yang bahkan dalam beberapa hal lebih buruk perilakunya?

Masyarakat Pengembara

Salah satu ciri masyarakat Arab adalah masyarakat pengembara. Hidupnya tidak pernah menetap (nomaden), berpindah dari satu tempat ke tempat lain. Cara hidup yang demikian ini meniscayakan mereka untuk hidup berkelompok ( kabilah) berdasarkan pertalian darah atau keluarga. Pada kabilah itu kita akan menemukan prinsip-prinsip penting, diantaranya.

1. Keharusan survival, baik dari ancaman alam maupun lawan.
2. Tidak ada aturan yang mengingat mereka, kecuali asas kebebasan dan persamaan antara anggota-anggota kabilah atau kabilah-kabilah lain.
3. Menjaga kehormatan dan harga diri (muru'ah), tolong menolong, dan melindungi atas anggota kabilah dari ketidakadilan atau perlakuan buruk lainnya, sehingga mendorong munculnya prinsip lainnya, yaitu:
4. Perang, yang di dalamnya juga terkandung sikap sensitive dan pemberani.

(baca Muhammad Husain Haekal, Sejarah Hidup Muhammad, Litera AntarNusa, 2002; juga Karen Armstrong, Muhammad Sang Nabi – Sebuah Biografi Kritis, Risalah Gusti, 2004).

Dalam perspektif seperti di atas, maka (suka) perang tidak bisa begitu saja diartikan sebagai sikap kaum barbar, yang suka menyerang dengan logika hukum rimba, "Siapa yang kuat dialah yang menang". Justru dari situ nampak bahwa perang adalah bagian dari upaya untuk mempertahankan hidup dan menjaga harga diri. Maka, jahiliyah tidak berarti prinsip suka perang.

Sifat-sifat lain yang melekat pada masyarakat Jazirah Arab, adalah:

1. Dermawan. Contoh-contoh dari sifat kedermawanan ini adalah sanggup menanggung denda yang cukup besar untuk mencegah tumpahnya darah dan hilangnya nyawa manusia.
2. Menghormati Tamu. Apabila seseorang kedatangan tamu dalam situasi dingin yang mencekam dan lapar, sementara dia tidak memiliki harta selain onta yang menjadi bekal hidupnya dan keluarganya, maka onta tersebut akan disembelih untuk tamunya tersebut.
3. Tepat janji, karena janji adalah hutang yang harus dipegang.
4. Kuat tekat. Apabila bertekad melakukan sesuatu yang dipandang mengandung kemuliaan dan kebanggaan, mereka tidak dapat dipalingkan oleh suatu apapun.
5. Santun, tekun, dan hati-hati . Meskipun sifat ini terdominasi oleh sifat pemberani.
6. Bersahaja ala kehidupan Badui dan tidak ternodai oleh noda-noda dan tipu daya peradaban (kemewahan, hidup stabil). Dampak dari sifat ini adalah jujur, amanah, jauh dari penipuan dan kecurangan.

(baca Syaikh Shafiyyur Rahman Al Mubarakfuy, Sejarah Hidup Muhammad Sirah Nabawiyah, Robbani Pres, 1998)

"Agama" Masyarakat Arab

Menurut Prof Dr. Hamka, masyarakat Arab (Utara) memeluk macam-macam agama dan kepercayaan:

1. Ada yang berpegang pada agama Nabi Ibrahim. Kelompok ini terbagi lagi menjadi dua, yang tetap memegang apa yang diterimanya dari Nabi Ibrahim itu dan tidak diubah-ubahnya dan yang memberi beberapa tambahan.
2. Penyembah berhala. Penyembah berhala ini juga terbagi menjadi tiga, yaitu
* Yang mengakui adanya Tuhan Yang Mahas Esa, tetapi dalam penyembahan mereka menggunakan berhala sebagai perantara.
* Menyembah berhala karena punya pendirian bahwa berhala itu tidak berubah dengan ka'bah, sama-sama dijadikan sebagai kiblat di dalam menyembah Allah Ta'ala.
* Mereka yang berkata bahwa dalam tiap-tiap berhala itu ada syaitan, yang mengatur baik buruk nasib manusia. Jadi yang disembah itu syaitan, bukan berhalanya.
3. Peyembah matahari. Mereka berkeyakinan bahwa matahari itu sebangsa malaikat. Adapun bulan dan bintang-bintang semuanya meminta cahaya darinya. Buruk dan baik nasib alam ini tergantung kepada belas kasihan matahari. Karena itulah matahari perlu disembah, dibesarkan, dan dimuliakan.
4. Penyembah bulan. Dia disembah karena mengatur alam sebelah bawah.
5. Dahriyin. Mereka yang tidak mengakui ada yang menjadikan alam dan tidak mengakui akan datangnya hari kiamat.
6. Sabiah. Mereka yang menggantungkan kepercayaannya kepada perjalanan bintang dan falak, berkeyakinan bahwasanya segala sesuatu itu, geraknya dan diamnya, berjalan dan berhentinya, semua itu bertali dan berkait dengan bintang-bintang.
7. Penyembah malaikat, karena dianggap anaka perempuan Tuhan.
8. Zindiq.
9. Penyembah api.
10. Pemeluk Yahudi. Berkembang di Hejaz, terutama di Khaibar dan di antara bani Quraizah, bani Nadhir, dan bani Qainuqa' di Medinah.
11. Pemeluk Nasrani. Masuk dari negeri Rumawi dibawa oleh anggota pemerintahan kerajaan Ghassaan yang melawat ke sana karena berniaga. Agama ini berkembang lewat dua firkah, yaitu Nasturiah di Hirah dan Ya'qubiyah di Syam.

Jadi, apa kesimpulan tentang masyarakat jahiliyyah?

Masyarakat jahiliyah tidak merujuk pada masyarakat bodoh dalam pengertian tiadanya pengetahuan dan peradaban, melainkan pada nilai-nilai yang jauh dari kebenaran (fitrah, Islam). [baca Al Maidah/5:50; Al Fath/48:26]

* Masyarakat jahiliyah tidak merujuk pada kurun waktu tertentu, melainkan suatu kondisi masyarakat (bandingkan perilaku sosial masyarakat Arab pra Islam dengan masyarakat modern, kini) [baca Al Ahzab/33:33]
* Masyarakat jahiliyah tidak merujuk pada masyarakat tertentu (Arab, misalnya) tetapi juga bisa pada masyarakat lain (bandingkan, misalnya, perilaku sosial dalam hubungan laki-laki dan wanita antara masyarakat Arab, Romawi, Yunanai, India, atau Cina!)
* Dalam pengetahuan dan peradaban, masyarakat Arab tidak bisa disebut jahiliyyah (bodoh) dalam pengertian barbar dan primitif. Justru banyak perilaku dan pengetahuan positif yang dihasilkan mereka, yang kemudian dipelihara oleh Islam, misalnya dalam penghormatan tamu, kedermawanan, tepat janji, bersahaja.
* Yang dimaksud masyarakat jahiliyah sebelum datangnya Islam adalah keseluruhan masyarakat (tidak hanya Arab), yang menjauhi nilai-nilai fitrah, yang sudah dibawa oleh para Rasul pembawa risalah tauhid.
* Penyempitan makna jahiliyah hanya pada masyarakat Arab pra Islam akan menimbulkan bias bahwa agama Islam yang dibawa oleh Nabi Muhammad itu lahir dari nenek moyang bodoh, yang jauh dari nilai-nilai.

Di Sebalik Batas Aurat

Aurat berasal dari bahasa Arab yang secara literal atau harfiahnya bererti 'celah', 'kekurangan', 'sesuatu yang memalukan atau sesuatu yang dipandang buruk pada anggota tubuh manusia dan yang Aurat berasal dari bahasa Arab yang secara literal atau harfiahnya bererti 'celah', 'kekurangan', 'sesuatu yang memalukan atau sesuatu yang dipandang buruk pada anggota tubuh manusia dan yang menjadikan malu bila dipandang'.36 Di dalam Al-Qur'an, perkataan aurat disebut sebanyak empat kali, dua kali dalam bentuk tunggal (mufrad) dan dua kali dalam bentuk perkataan berganda (jama'). Bentuk tunggal disebut dalam surah al-Ahzab (33:13) manakala bentuk berganda disebut dalam surah an-Nur (24:31 dan 58).

Perkataan aurat dalam surah al-Ahzab (33:13)37 diterjemahkan oleh sebahagian besar ulama tafsir sebagai 'celah yang terbuka kepada musuh', atau 'celah yang memungkinkan orang lain (musuh) mengambil kesempatan untuk menyerangnya' ,38 Perkataan aurat di dalam surah An-Nur (24:31 dan 58) pula bermakna 'sesuatu dari anggota tubuh manusia yang menjadikan malu bila dipandang, atau dipandang buruk untuk diperlihatkan',39

Dalam tatacara ilmu fiqh, perkataan 'aurat' difahami mengikut penafsiran yang dibuat untuk surah an-Nur tadi; iaitu yang bererti 'sebahagian anggota tubuh manusia yang pada pandangan umum dianggap buruk atau malu bila diperlihatkan dan bila dibiarkan terbuka mungkin boleh menimbulkan fitnah seksual'.40 Oleh kerana itu, ulama fiqh bersependapat menyatakan bahawa aurat harus ditutup dari pandangan orang dengan pakaian yang tidak tembus pandang dan tidak mengikut lekuk bentuk tubuh.

Dalam kitab-kitab fiqh, perbahasan mengenai aurat dimasukkan dalam bab mengenai syarat-syarat melaksanakan ibadah solat kerana menurut sebahagian besar ulama fiqh, menutup aurat termasuk dalam salah satu syarat sah bagi ibadat solat. Abu Hanifah dan Shafi'e mengatakan bahawa menutup aurat termasuk dalam kewajipan-kewajipan sembahyang (furudh as-sholah) sementara Imam Malik mengatakan bahawa menutup aurat dalam solat adalah sunnah (sunan as-solah). Perbezaan ini berlaku akibat perbezaan pandangan dalam memahami perintah 'menghias diri ketika pergi beribadah' (Al-A'raf 7:31). Bagi yang melihat perintah ini sebagai kewajiban, maka menutup aurat dalam ibadah adalah wajib. Bagi yang pemahamannya tidak sedemikian pula, maka menutup aurat dalam ibadah itu dianggap tidak wajib.41

Mengenai batas anggota tubuh yang dianggap aurat, pandangan fiqh membezakan antara lelaki dan perempuan. Walaupun ada perbezaan pendapat mengenai aurat lelaki, secara umumnya sebahagian besar ulama berpendapat bahawa lelaki mesti menutup bahagian anggota tubuh antara pusat dan kedua lutut mereka.42 Ulama fiqh juga berbeza pendapat dalam perkara aurat perempuan walaupun secara umumnya mereka berpendapat yang perempuan mesti lebih tertutup dari lelaki.

A. Batas Aurat Perempuan

Dalam perspektif fiqh, aurat perempuan dibahagi kepada dua kategori iaitu perempuan merdeka (al-hurrah) dan perempuan hamba (al-amah). Batas aurat perempuan merdeka berbeza dari perempuan hamba. Ada beberapa pendapat yang dinyatakan oleh ulama fiqh tentang aurat perempuan merdeka. Menurut mazhab as-Shafi'e, an-Nawawi dan al-Khatib as-Syirbini, aurat perempuan merdeka adalah seluruh tubuh kecuali muka dan kedua telapak tangan (bahagian atas/luar dan bawah/dalam) sehingga ke pergelangan tangan. Al-Muzani malah mengatakan bahawa kedua telapak kaki juga tidak termasuk aurat yang wajib ditutup.43

Imam al-Marghinani dari mazhab Hanafi mengatakan bahawa aurat perempuan merdeka adalah seluruh anggota tubuhnya kecuali muka dan kedua telapak tangan. Akan tetapi, pendapat yang paling tepat (asah) menurut mazhab itu adalah bahawa kedua telapak kaki juga tidak termasuk aurat yang wajib ditutup. Abu Yusuf malah membolehkan hampir separuh dari betis kaki dan menurut beliau lengan tangan perempuan juga tidak termasuk aurat yang wajib ditutup.44

Dalam mazhab Maliki juga ada dua pendapat iaitu pendapat yang mengatakan muka dan telapak tangan perempuan merdeka bukan aurat dan pendapat yang seterusnya mengatakan kedua-dua telapak kaki juga termasuk bukan aurat. Akan tetapi, Imam Muhammad bin Abdullah al-Maghribi mengatakan bahawa kalau perempuan merasa khuatir terhadap fitnah, mereka harus menutup muka dan kedua telapak tangan mereka.45

Mazhab Hanbali berpendapat yang aurat perempuan merdeka adalah keseluruhan anggota tubuhnya, kecuali dalam solat atau dalam hal-hal bagi keperluan tertentu di mana mereka diperbolehkan membuka muka dan telapak tangan mereka. Namun, ada sebahagian ulama dari mazhab Hanbali yang tetap mewajibkan menutup selurut anggota tubuh walaupun di dalam solat. Menurut Abu Bakar al-Harith, seluruh anggota tubuh perempuan merdeka adalah aural yang wajib ditutup, termasuklah kukunya.46

As-Syaukani dalam buku Nail al-Authar menyimpulkan perbezaan ulama mengenai batas aurat perempuan merdeka sebagai berikut:


"(Ulama) berbeza (pendapat) mengenai batas aurat perempuan merdeka; ada yang mengatakan seluruh tubuhnya adalah aurat kecuali muka dan kedua telapak tangan. Ini dinyatakan oleh al-Qasim dalam satu daripada dua pendapatnya, as-Syafi'e dalam salah satu dari beberapa pendapatnya serta Abu Hanifah dalam satu dari dua riwayat darinya dan Malik. Ada yang mengatakan (auratnya adalah seluruh tubuhnya kecuali muka, kedua telapak tangan) dan kedua telapak kaki hingga ke pergelangan kaki. Ini dikatakan oleh al-Qasim dalam satu kenyataannya, Abu Hanifah dalam satu riwayatnya, at-Thauri dan Abu al-Abbas. Ada yang mengatakan bahawa aurat perempuan adalah seluruh tubuhnya kecuali muka. Ini dinyatakan oleh Ahmad bin Hanbal dan Daud. Ada yang mengatakan bahawa seluruh anggota tubuh perempuan adalah aurat tanpa sebarang pengecualian. Ini dinyatakan oleh sebahagian murid as-Shafi'e dan diriwayatkan juga dari Ahmad."47

Dalam perkara batas aurat perempuan hamba, juga terdapat beberapa pendapat. An-Nawawi mengatakan bahawa ada tiga pendapat iaitu:

Pertama, seperti yang dinyatakan oleh sebahagian besar murid Imam as-Syafi'e bahawa aurat perempuan hamba sama seperti lelaki iaitu anggota tubuh antara pusat dan kedua lutut kaki saja.

Kedua, seperti yang dinyatakan oleh Imam at-Thabari, aurat perempuan hamba adalah sama seperti perempuan merdeka kecuali kepala, yang tidak termasuk aurat.

Ketiga, aurat perempuan adalah seluruh anggota tubuh, kecuali yang diperlukan dibuka ketika bekerja (khidmah), iaitu tidak termasuk seluruh kepala, leher, dan kedua-dua tangan.48

Kitab-kitab fiqh klasik lain juga memuatkan pandangan-pandangan yang tidak jauh berbeza dari tiga pendapat di atas. Ada sebahagian kecil ulama yang berpendapat bahawa apabila perempuan hamba telah dikahwini oleh seseorang, atau menjadi hak milik seseorang, maka auratnya adalah sama dengan perempuan merdeka.49

Ibnu Hazm ad-Dhahiri juga berpendapat bahawa batas aurat perempuan hamba dan perempuan merdeka adalah sama dalam keadaan apa pun iaitu seluruh tubuh kecuali muka dan kedua telapak tangan kerana tidak ada nas syara' yang sahih dan berwibawa untuk membezakan antara perempuan merdeka dengan perempuan hamba.50

Walaubagaimanapun, menurut pandangan sebahagian besar ulama fiqh, aurat perempuan merdeka mesti lebih tertutup dari aurat perempuan hamba, atau yang hamba lebih terbuka dari yang merdeka, bahkan ramai di antara ulama tersebut telah menyamakan perempuan hamba dengan lelaki. Ini bererti bahawa tidak ada batasan aurat yang sama untuk semua perempuan.

Pandangan-pandangan di atas tentunya berdasarkan kepada pelbagai hukum-hakam yang dijadikan rujukan dan sandaran, baik dari nas-nas syara' yang berwibawa, mahupun dari logik ('illat) hukum yang berkaitan dengan penentuan batas aurat.

B. Dasar Hukum

Di antara rujukan yang banyak dijadikan rujukan untuk isu ini adalah surah an-Nur ayat 31:

( ‏وَقُلْ لِلْمُؤْمِنَاتِ يَغْضُضْنَ مِنْ أَبْصَارِهِنَّ وَيَحْفَظْنَ فُرُوجَهُنَّ وَلَا يُبْدِينَ زِينَتَهُنَّ إِلَّا مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَلْيَضْرِبْنَ بِخُمُرِهِنَّ عَلَى جُيُوبِهِنَّ )
التوبة آية 31

Ertinya: "Katakanlah kepada wanita yang beriman: Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan memelihara kehormatannya, dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) kelihatan daripadanya. Dan hendaklah mereka menutupkan kain tudung ke dadanya." QS an-Nur 24:31.


Menurut Ibnu Rusyd dan as-Syaukani, semua pendapat ulama mengenai batas aurat perempuan merujuk pada ayat ini. Perbezaan pendapat muncul kerana adanya perbezaan dalam menafsirkan ayat illa ma zhahara minha (kecuali yang biasa kelihatan terbuka).51

Dalam ayat tersebut, perempuan dianjurkan agar tidak membuka auratnya (zinat) kecuali yang memang biasa terbuka (ma dzahara minha). Terdapat beberapa tafsiran tentang pengecualian "yang (biasa/memang) terbuka" ini. Ada yang mengatakan bahawa yang termasuk kategori ma dzahara minha adalah muka dan telapak tangan. Oleh kerana itu, muka dan kedua telapak tangan boleh dibiarkan terbuka dan tidak termasuk aurat perempuan yang wajib ditutupi. Ada pula yang mengatakan bahawa muka, kedua telapak tangan dan kedua telapak kaki termasuk dalam pengecualian (ma dzahara minha), yang biasa terbuka, sehingga tidak termasuk aurat perempuan yang wajib ditutup, bahkan sehingga setengah dari lengan tangan dan sedikit di atas tumit masih boleh dibiarkan tidak bertutup.

Sebahagian ulama mengatakan bahawa ma zhahara minha bermakna sesuatu yang terbuka secara tidak sengaja, seperti tersingkap angin, terjatuh, tersangkut atau terkena benda-benda lain yang tanpa disengajakan terbuka auratnya.

Menurut pendapat ini, seluruh anggota tubuh perempuan termasuk muka, telapak tangan dan telapak kaki adalah aurat yang wajib ditutup tanpa sebarang pengecualian.52

Perbezaan penafsiran di kalangan ulama di atas didasarkan pada beberapa perkara: nas hadis, kata-kata para sahabat dan logik hukum (illat) yang berkait secara langsung dengan realiti budaya yang berkembang.

Dalam tulisan ilmu fiqh Syafi'e, Hanafi dan Maliki, rujukan yang sering dibuat dalam memperkuatkan tafsiran mereka terhadap ungkapan ma dzahara minha adalah kata-kata seorang Sahabat, Ibnu Abas r.a., bahawa yang dikecualikan adalah muka dan kedua telapak tangan. Kenyataan Ibnu Abas r.a. ini sering dijadikan rujukan para ulama yang memilih untuk mengatakan bahawa muka dan telapak tangan perempuan adalah bukan aurat.

Antara hadith yang dijadikan rujukan dalam penafsiran ayat an-Nur di atas pula ialah :

Dari Aisyah bahawa Asma binti Abu Bakar masuk ke rumah / kamar (?) Rasulullah saw dengan memakai pakaian tipis, maka baginda berpaling darinya seraya berkata: "Wahai Asma! Sesurigguhnya, perempuan itu kalau sudah sampai (umur) haid, tidak elok untuk dilihat dari (tubuh)nya kecuali ini dan ini." Baginda menunjukkan ke muka dan telapak tangan baginda. Riwayat Abu Daud.53

Hadis yang diriwayatkan oleh Abu Daud ini sendiri dianggap terputus kerana perawinya, Khalid bin Duraik, tidak bertemu dengan Aisyah r.a.54

Bagi banyak pakar hadith, hadith ini dikatakan lemah kerana diriwayatkan oleh Khalid bin Duraik dari Aisyah r.a.. Khalid adalah orang yang tidak dikenali (majhul) oleh kalangan pakar hadith dan dia juga tidak bertemu dengan Aisyah.55

Antara hadith lain yang dijadikan dasar untuk mengatakan bahawa aurat perempuan adalah seluruh tubuhnya melainkan muka dan telapak tangan ialah:

Dari Aisyah r.a. bahawa Nabi s.a.w. bersabda: "Allah tidak menerima
solat perempuan yang sudah haid kecuali dengan memakai tutup
kepala." Riwayat Ibnu Majah.56

Al-Tarmidzi menilaikan hadis ini sebagai baik (hasan), sementara Ibnu Hibban Shahih dan ad-Daruqthni menilaikannya sebagai "dari sahabat saja" (mauquf) dan al-Hakim menganggap hadith ini sebagai bermasalah (ma lul).57

Di dalam hadis ini disebutkan bahawa perempuan yang sudah haid ketika solat harus memakai tutup kepala (khimar). Ini bererti kepala harus ditutup ketika sembahyang, tetapi adakah muka, telapak tangan dan telapak kaki juga harus ditutup?

Perkara ini tidak disebutkan dalam hadis di atas. Tetapi, ulama sepakat mengatakan bahawa muka dan telapak tangan bukanlah aurat yang wajib ditutup ketika mengerjakan solat. Walaubagaimanapun, ulama berbeza pendapat mengenai telapak kaki dan aurat di luar sembahyang. Hadith ini hanya boleh dijadikan dasar bagi pernyataan bahawa kepala perempuan dalam solat harus ditutup dengan tudung (khimar). Itu pun, sebahagian besar ulama hanya mengkhususkannya untuk perempuan merdeka dan tidak pada perempuan hamba.

Hadis lain mengatakan:

Dari Ummu Salamah, dia bertanya kepada Nabi s.a.w tentang perempuan yang sembahyang memakai baju dan kain penutup kepala, tanpa memakai kain sarung. Nabi bersabda: "(Boleh) kalau baju itu panjang sehingga menutup bahagian atas telapak kakinya." Riwayat Abu Daud58

Hadis ini dianggap sahih oleh sebahagian ulama, tetapi menurut ulama mazhab Hanafi, teks hadis ini lemah (dha'if). Al-Zaila'i menyebutkan beberapa ulama hadith yang menyatakan teks hadith ini lemah, seperti Ibnu al-Jauzi dan Abu Hatim.59

Oleh kerana itu, ulama mazhab Hanafi membolehkan telapak kaki perempuan terbuka di dalam dan di luar sembahyang, padahal hadis ini secara jelas menyatakan bahawa telapak kaki perempuan harus ditutup ketika sembahyang, iaitu bermakna telapak kaki adalah aurat.

Ulama Hanbali yang mengatakan bahawa seluruh tubuh perempuan adalah aurat tanpa sebarang pengecualian, telah merujuk pada hadith berikut:

Nabi bersabda: "Bahawa perempuan adalah aurat yang (harus)
ditutup."

Banyak tulisan fiqh klasik yang merakam hadis ini seperti yang tertulis di atas, padahal menurut Muhammad bin Abdul Wahid as-Siwasi al-Hanafi (w. 681 H) dan lain-lain, penulisan sedemikian tidak ada dalam himpunan hadis.60

Yang ada hanyalah riwayat at-Tarmidzi:

Dari Ibnu Mas'ud, dari Nabi saw: " Bahawa perempuan adalah aurat, apabila ia keluar (dari rumah) akan disambut oleh setan." Riwayat at-Tarmidzi * At-Tarmidzi mengatakan: (Ini) hadith Hasan Shahih Gharib.61

Walaupun ulama mazhab Hanbali merujuk kepada hadith ini, mereka tetap mengecualikan (takhshish) muka dan telapak tangan, yakni sebagai anggota yang tidak wajib ditutup.

C. Antara teks dan hakikat sebenar

Kita dapati bahawa secara amnya dasar hukum yang berkaitan dengan batas aurat perempuan tidak bersandarkan pada nas syara' yang kukuh yang dengan jelas dan tegas menyebutkan tentang batas aurat perempuan. Ini membuatkan para ulama dari pelbagai mazhab menafsirkannya mengikut fahaman masing-masing yang mungkin sekali berkait rapat dengan realiti kehidupan yang berlaku dan berkembang pada zaman mereka. Ini jelas kelihatan apabila kita dapati para ulama mengecualikan (takhshish) segolongan perempuan (perempuan hamba / al-amah) dari rangkuman seluruh teks yang menyentuh isu tersebut. Para ulama melonggarkan batas aurat perempuan hamba tanpa berdasarkan pada sebarang pernyataan atau nas syara', samada dari Al-Qur'an atau pun hadith62, sehingga rangkuman teks di atas (yang dianggap sahih untuk menganggap hampir seluruh tubuh perempuan sebagai aurat) menjadi terbatas pada kelompok perempuan tertentu. Pada pandangan ulama fiqh, pembatasan dan pengecualian ini berdasarkan kepada taraf dan fungsi sosial seseorang perempuan pada ketika itu, samada dia seorang perempuan merdeka yang telah dibudayasosialkan supaya hanya bekerja di dalam urusan rumah tangga sahaja, tidak keluar rumah dan tidak banyak berjumpa orang, atau dia seorang hamba yang memang ditugaskan untuk mengabdi, melayani, bekerja dan berbuat segala sesuatu untuk kepentingan tuan-tuannya.

Berdasarkan penjelasan di atas, perempuan dalam kategori pertama (berperanan seperti perempuan merdeka) harus lebih tertutup dari perempuan di kategori kedua (berperanan seperti perempuan hamba).

Oleh itu, adalah sesuatu yang tidak boleh dinafikan bahawa realiti keadaan turut mempengaruhi dan menentukan taf siran ulama terhadap sesuatu nas atau teks. Hal ini menjadi lebih jelas lagi apabila, sebagai contohnya, ulama memperbolehkan muka, telapat tangan, telapak kaki atau lengan perempuan merdeka untuk dibuka kerana alasan keperluan (li al-hajah), atau kerana menutup anggota tersebut termasuk sesuatu yang menyusahkan dan memberatkar (daf'an li al-haraj wa al-masyaqqah).

Alasan yang sama juga diberikar ketika mereka mengatakan bahawa kepala, leher, lengan, kaki bahkan seluruh tubuh perempuan hamba selain di antara pusat dar lutut sebagai bukan aurat, sehingga tidak dianggap salah apabib tidak ditutup.

Di dalam buku seorang ulama mazhab Hanafi bernam; Muhammad bin Abdul Wahid as-Siwasi (w. 681 H) yang berjudul Syarh Path al-Qadir, telah diriwayatkan pandangan-pandangan ulama mazhabnya tentang lengan perempuan. Sebahagian dari mereka mengatakan ia adalah aurat yang wajib ditutup, sebahagiai mengatakan bukan aurat dan tidak wajib ditutup, manakala sebahagian lagi mengatakan lengan wajib ditutup semasa bersolat tetapi di luar solat tidak wajib.

Di antara yang mengatakan bahawi lengan perempuan itu bukan aurat adalah Imam Abu Yusuf, iaiti anak murid yang berguru dengan Imam Abu Hanifah. Alasan beliau adalah bahawa lengan tangan adalah anggota tubuh yang perlu dibuka ketika melayani dan bekerja.63

Ibnu Qudamah mengatakan dalam bukunya bertajuk Al-Mughni:

Sebahagian ulama kita .berkata: "Bahawa (tubuh) perempuan, seluruhnya adalah aurat kerana ada hadith diriwayatkan dari Nabi s.a.w. bahawa perempuan adalah aurat. (Riwayat at-Tarmidzi). Mereka menambah bahawa: Ini adalah hadith hasan sahih. Akan tetapi, diperbolehkan baginya (perempuan) untuk membuka muka dan telapak tangan, kerana menutup anggota tersebut menyusahkan."

Al-Marghinani berkata dalam buku Al-Hidayah:

"Yang menjadi batas aurat lelaki adalah juga menjadi batas aurat perempuan hamba (al-amah), perut dan punggungnya adalah aurat, selain itu seluruh tubuhnya adalah bukan aurat, kerana kata Umar: Lepaskan tutup kepalamu wahai Daffar (nama seorang amat), apakah kamu ingin menyerupai wanita merdeka? Juga kerana biasanya dia keluar untuk keperluan tuannya dengan pakaian kerjanya, maka (dalam hal aurat) dia dianggap keluarga sedarah (muhrim) bagi semua lelaki, untuk menghindari kesulitan."64

Ulama kontemporari, Muhammad Ali as-Shabuni, menyokong pendapat sebahagian besar ulama mengenai aurat perempuan hamba.

Beliau berkata:
"Perempuan hamba sebagai perempuan bekerja, banyak keluar rumah dan pergi balik ke pasar untuk melayani dan memenuhi segala keperluan tuannya; apabila diperintahkan untuk berpakaian serba tertutup ketika keluar adalah suatu hal yang menyusahkan (haraj) dan memberatkannya (masyaqqah), lain halnya dengan perempuan merdeka yang memang diperintahkan untuk tetap berada di dalam rumah dan tidak keluar kecuali kerana keperluan mendesak, maka ia tidak menimbulkan kesukaran atau keberatan seperti yang dialami oleh perempuan hamba."65

Kenyataan-kenyataan di atas menunjukkan dengan jelas bahawa nas-nas berkaitan dengan aurat didasarkan pada realiti yang ada pada masa itu dan pada suatu budaya yang semakin berkembang. Ungkapan "demi keperluan" (talbiat al-hajah) dan "menghindari kesukaran" (daf'an li al-haraj) adalah ungkapan yang berkaitan dengan realiti kehidupan manusia dan sangat relatif, iaitu berbeza dari satu masa ke masa yang lain dan dari satu tempat ke tempat yang lain.

Apabila dipersetujui bahawa "kesulitan" dan "keperluan" merupakan penentu dalam menafsirkan nas-nas berkenaan aurat, maka aurat bukanlah suatu istilah agama, yakni batasan aurat bukan ditentukan oleh nas-nas agama. Istilah 'aurat' dan istilah-istilah lain seperti 'aib' dan 'memalukan' atau sebaliknya 'wajar' dan 'sopan', bukanlah suatu istilah agama tetapi adalah istilah sosial budaya yang sangat relatif iaitu berbeza dari satu tempat ke tempat yang lain dan dari sesuatu masa ke masa yang lain.

Perintah menutup aurat adalah dari agama (nas syara'), tetapi batas mengenai aurat adalah ditentukan oleh pertimbangan-pertimbangan kemanusiaan dalam segala bidang. Oleh itu, dalam menentukan batas aurat samada untuk lelaki ataupun perempuan, suatu sistem tertentu diperlukan. Sistem ini haruslah boleh menerima dan bertimbalbalas terhadap segala nilai yang berkembang di dalam sesebuah masyarakat sehingga pada tahap tertentu, apa yang difahami sebagai batas aurat adalah apa yang ditakrifkan serta diterima oleh sebahagian besar masyarakat tersebut. Dalam hal ini, pertimbangan khauf al-fitnah yang sudah dikembangkan oleh ulama fiqh juga harus dijadikan salah satu penentu pertimbangan, agar tubuh manusia tidak dieksploitasi untuk kepentingan-kepentingan rendah dan murahan yang bahkan mungkin boleh menimbulkan fitnah yang mengakibatkan kerosakan yang tidak diinginkan dalam susunan kehidupan masyarakat.

Hukum Hudud Murtad

Bukan al-Quran yang mengatakan orang murtad mesti di bunuh, tetapi fiqah terutama fiqah empat mazhab. Kerana kebanyakan Muslim mendahulukan fiqah mazhab daripada al-Quran menyebabkan mereka turut menganggap orang murtad mesti dibunuh.

Bagaimanapun, beberapa dekat lalu telah muncul segelintir cerdik pandai dan ulama mengambil inisiatif untuk membuat penilain semula terhadap hukum membunuh orang murtad dengan memberi keutamaan kepada ajaran yang terkandung dalam al-Quran dan hadis. Justeru muncul beberapa nama ulama terkenal termasuk al-Marhum Syeikh Muhammad al-Ghazali, Dr. Yusuf al-Qaradawi, Dr. Fathi Osman, Dr, Muhammad, Dr. Salim al-Awwa, Gamal al-Banna dan lain-lain.

Pakar ilmu Matlamat Syariah, Dr. Ahmad al-Raisouni adalah tergolong dari mereka itu, tetapi beliau berbeza sedikik dari mereka kerana lebih kedepan walaupun beliau boleh dikategorikan dalam golongan ulama konservatif. Sebelum ini Tema Tajdid (TT) pernah menyiarkan pandangan beliau menuntut dikurangkan hukum haram sebanyak 25 peratus. Kini TT menyiarkan pula pandangan beliau mengenai hukum murtad. Selamat membaca. -Editorial.

Oleh Dr. Ahmad al-Raisouni
(SILA BACA TULISAN ASAL DR. AL-RAISOUNI DI BAWAH)

Di antara ayat-ayat yang dianggap sesetengah ahli tafsir bahawa ia telah dimansuhkan (dinasakhkan) ialah ayat: "Tiada paksaan dalam agama.: (al-Baqarah: 256) walaupun ayat ini memperuntukkan perkara fakultatif yang muktamad dan hakikat yang jelas dan terang, iaitu dalam agama tidak mungkin dan tidak akan mungkin berlaku paksaan.

Ini kerana agama itu adalah iman dan iktikad yang boleh diterima akal manusia dan menyenangkan hatinya pula. Agama merupakan perbuatan berdasarkan kemahuan dan paksaan bertentangan dan bercanggah dengan semua itu.

Agama dan paksaan tidak boleh duduk bersama. Bila terdapat paksaan, agama menghilang. Kerana paksaan tidak melahirkan agama, tetapi melahirkan kemunafikan, pembohongan dan penipuan. Semua sifat itu adalah sifat batil dan terkeji dalam syariah. Kerana ia tidak akan melahirkan kecuali penghinaan di dunia dan akhirat.

Jika paksaan tidak melahirkan agama dan iman, ia juga tidak melahirkan kufur dan murtad. Kerana orang yang dipaksa jadi kafir bukan kafir dan orang yang dipaksa jadi murtad bukan murtad. Demikian itu juga seseorang dipaksa beriman, dia bukan orang beriman dan dipaksa jadi Muslim, dia bukan Muslim. Seseorang itu tidak sama sekali akan menjadi orang beriman dan orang Muslim kecuali dengan keredhaan yang hakiki: "Aku redha dengan Allah sebagai Tuhan dan Islam sebagai agama dan Muhammad sebagai Nabi dan Rasul." Jika paksaan itu tidak sah juga dalam tingkah laku, muamalat, hak-hak jasmani dan hak-hak duniawi di mana ia tidak melahirkan kahwin dan cerai, jual beli dan angkat baiat, maka bagaimana pula ia boleh melahirkan agama, akidah, iman dan Islam?

Justeru masalah "tiada paksaan dalam agama" adalah masalah fakultatif yang muhkamah (tetap dan tidak berubah), umum yang sempurna, laku dengan awal zaman sehingga akhir zaman dan sesuai dengan orang musyrik dan kitabi dan lelaki dan wanita sama ada sebelum memeluk Islam mahupun selepas memeluk Islam. Maksudnya relevan dengan permulaan (memeluk Islam) dan kekal (dalam Islam). Kerana agama itu tidak berlaku dengan paksaan pada mula (memeluk Islam) dan pada kekal (di dalam Islam).

Jika paksaan boleh campur tangan dalam agama dan memasukkan manusia dan mengekalkan di dalamnya, maka sudah tentu paksaan itu akan keluar daripada Allah Azzawajalla sendiri. Kerana Maha Suci sahaja yang mampu memaksa secara hakiki dan secara berkesan, yang menyebabkan orang kafir menjadi orang beriman, orang musyrik menjadi orang mengesakan Tuhan dan orang kitabi menjadi orang Muslim. Tetapi Maha Suci Allah dengan hikmah-Nya menolak perkara itu dan tidak melakukannya:

"Dan (bukanlah tanggungjawabmu wahai Muhammad menjadikan seluruh umat manusia beriman), jika Tuhanmu menghendaki nescaya berimanlah sekalian manusia yang ada di bumi. (Janganlah engkau bersedih hati tentang kedegilan orang-orang yang ingkar itu; kalau Tuhan tidak menghendaki) maka patutkah engkau pula hendak memaksa manusia supaya mereka menjadi orang-orang yang beriman? " "(Yunus: 99)… " Katakanlah (wahai Muhammad: Kalau kamu sudah tidak ada sesuatu bukti) maka Allah mempunyai bukti yang tegas nyata. Oleh itu, jika Dia menghendaki tentulah Dia akan memberi hidayat petunjuk kepada kamu semuanya.." (al-An'aam: 149) "Dan kalau Allah menghendaki, nescaya mereka tidak mempersekutukanNya dan Kami tidak menjadikan engkau (wahai Muhammad) penjaga dan pengawal mereka dan engkau pula bukanlah wakil yang menguruskan hal-hal mereka (kerana semuanya itu terserah kepada Allah semata-mata ." (al-An'aam: 107)

Justeru hikmah Allah tidak memaksa dalam agama sehingga dalam bentuk ia mungkin melakukan, memberi kesan dan dapat memberi petunjuk, tetapi ia tidak menetapkannya juga kerana tidak akan berlaku kecuali pembohongan, kemunafikan dan bencikan Islam dan penganutnya.

Jika ayat:" Tidak ada paksaan dalam agama" tidak mansuhkan dan tidak diterima untuk dimansuhkan, maka ia juga bukan khusus dan tidak boleh dikhususkan. Dan paling kurang dapat dikatakan pada kedudukan ini ialah ayat berkenaan datang dalam ungkapan yang jelas dan bukan bersifat umum. Dengan itu ia tidak boleh dikhususkan kecuali dengan dalil yang sama dari segi thubut (yakin seratus peratus daripada Allah) dan dalalah (muktamad hukumnya seratus peratus).

Al-Allamah Ibnu Asyur berkata: "Dan didatangkan dengan nafi jenis (tiada paksaan), bagi tujuan umum secara nas dan ia (ayat itu) merupakan dalil yang jelas untuk memansuhkan paksaan ke atas agama dalam semua bentuknya…"

Jika dikatakan ayat itu tidak dimansuh, umum dan bukan khusus dan jika ia juga jelas dan terang dengan lafaz dan harfiahnya, maka patut kita meneliti mengenai tentangan-tentangan dan permasalahan-permasalahan yang terdapat mengenai perkara itu. Yang terpentingnya ada dua.

Pertama: Apa yang disabitkan dalam beberapa nas al-Quran dan hadis serta sirah amalan Nabi berbubung melancarkan perang ke atas kaum musyrikin sehingga mereka memeluk Islam… Begitu dilakukan paksaan terhadap kebanyakan kaum musyrik Arab supaya mereka memeluk Islam seperti didakwa.

Kedua: hudud murtad, ia memaksa supaya kekal dalam Islam. Dengan demikian dianggap salah satu bentuk paksaan di luar peruntukan dalam maksud umum ayat berkenaan.

Hudud murtad

Berhubung perkara kedua itu, iaitu membunuh orang murtad, saya menganggap amat berfaedah dan perlu disebut tentang beberapa metodologi yang relevan dengannya dan relevan dengan perkara terdahulu serta relevan dengan perkara-perkara yang serupa dengan kedua-duanya.

1- Telah diputuskan di atas bahawa fakultatif tidak ada pemansuhan.

2- Telah diputuskan juga bahawa fakultatif muhkamah adalah ibu kitab dan asas syariah. Ia menjadi penetap kepada perkara juzuk (cabang) dan mendahuluinya.

3- Imam asy-Syatibi telah menetap juga bahawa penyerupaan (tasyabuh) tidak berlaku dalam kaedah-kaedah fakultatif. Sebaliknya ia hanya berlaku dalam perkara-perkara yang dianggap cadang kecil.

Dia menjelaskan bahawa yang dikehendaki dengan asas-asas kaedah fakultatif itu, sama ada dalam ilmu Usuluddin mahupun ilmu Usul al-Fiqh dan lain-lain merupakan daripada pengertian-pengertian syariah fakultatif dan bukan juzuk-juzuknya.

4- Berdasarkan apa yang disebut di atas, asy-Syatibii menetapkan kaedah metodologi yang lain, iaitu "jika terdapat kaedah umum atau mutlak, maka ia tidak memberi kesan kepada penentangan permasalahan-permasalahan tertentu dan tidak juga cerita-cerita suasana (seperti sebab diturunkan al-Quran). Demikian itu kerana kaedah fakultatif bersandarkan dalil-dalil muktamad tidak boleh dipertikaikan. Sedangkan permasalahan-permasalahan yang bertentangan dengannya berlaku bermacam-macam kemungkinan, pentakwilan dan kesyakan…

Dia telah menjelaskan contoh perbahasan yang berlaku pada zamannya di Granada (Gharnatah), iaitu mengenai tindakan Nabi Musa a.s. membunuh orang Qibti (orang Mesir) di mana mungkin difahamkan bahawa para nabi tidak maksum dan ini berlainan dengan yang ditetapkan dalam akidah Islam. Asy-Syatibi berpendapat kemaksuman para nabi adalah permasalahan fakultatif yang diambil daripada beberapa dalil qati'i yang tidak diragui dan boleh dipertikaikan. Jika kita menerima kaedah atau asas ini, maka dengan itu kita dapat memahami bahawa kejadian pembunuhan Nabi Musa terhadap orang Qibti itu dalam bentuk mana pun tidak bercanggah dengan kemaksuman dan menafikan kemaksumannya.

Dengan itu tidak mungkin dianggap perbuatan Nabi Musa itu satu dosa. Maka tiada yang boleh dikatakan kecuali ia bukan berdosa dan anda boleh takwil dengan luas dan sesuai dengan para nabi dan tidak jauh daripada zahir ayat-ayat tersebut.

Kita menyedari bahawa sesungguhnya kaedah "tiada paksaan dalam agama" adalah qati'i (muktamad) dari segi sabit dan dalil (hukum) selain daripada fakultatif dan umum bentuknya. Seperti juga tidak menyedari dengan akal dan pengalaman bahawa paksaan dalam agama itu tidak memberi kesan yang berfaedah dan tidak menghasilkan kecuali kemudaratan.

Jika kita menyedari perkara itu dan berpegang dengannya serta tidak membatasnya, kita boleh melaksanakan dalam bentuk yang lebih sempurna dengan segala khabar dan athar (kesan) mengenai pembunuhan orang yang murtad keluar dari Islam jika tidak bertaubat dan kembali kepada Islam semula.

Justeru pandangan yang mengatakan bahawa hukum bunuh terhadap orang murtad sahaja tanpa ada atau terlibat dengan kesalahan lain dianggap bercanggah dengan sejelas-jelasanya dengan kaedah: "Tiada paksaan dalam agama." Maka patut kita menolak dan tidak menerimanya.


Selain itu segala akhbar dan athar yang menunjukkan pembunuhan orang murtad boleh difahamkan bahawa:

- Waimma ia berkaitan dengan hukuman takzir (yang ditetap oleh ijtihad hakim) yang mengambil kira suasana dan kemerbahayaan yang terbentuk oleh pergerakan murtad ke atas negara Islam yang baru lahir terutama sekali seperti diberitahu melalui al-Quran dan dalam konteks kejadian dan periwatiwa yang pada ketika itu terdapat banyak kejadian masuk dan keluar Islam merupakan perbuatan konsprirasi sulit yang berisfat pengkhianatan dan penderhakaan.

- Waimma berkaitan kebiasaan yang berlaku bersama kemurtadan seperti jenayah atau berpaling tadah menyertai barisan musuh atau lain-lain perbuatan yang pasti dikenakan hukuman. Itulah yang disebut dalam sesetengah riwayat hadis Nabi yang sahih (Tidak halal darah seseorang Muslim yang naik saksi bahawa tiada Tuhan melainkan Allah dan bahawa aku adalah Rasulullah kecuali dengan salah satu dari tiga…) dan ia merupakan hadis yang paling sah dalam bab ini. Dalam riwayat Sahih al-Bukhari, Sahih Muslim dan al-Tarmizi daripada Abdullah Ibnu Mas'ud r.a.: "Tiada halal darah seseorang Muslim yang naik saksi bahawa tiada Tuhan melainkan Allah dan bahawa aku Rasulullah kecuali dengan salah dari tiga: (1) hukuman membunuh balas, (2), orang yang sudah berkahwin berzina dan (3) keluar dari agama dan meninggalkan kumpulan (jamaah)."

Hadis ini tidak saja bercakap tentang keluar daripada agama, tetapi ditambah dengan meninggal atau mengasing diri atau keluar daripada kumpulan (jamaah) sama seperti disebut dalam riwayat-riwayat yang lain. Ia tambahan yang tidak mungkin tanpa ada kegunaan tambahan dan tanpa memberi kesan dalam mewajibkan hukum.

Meninggal atau keluar daripada kumpulan bermaksud memberontak, berderhaka dan berperang dan mungkin juga menyertai barisan musuh yang melancarkan perang (ke atas jamaah/ kerajaan). Begitulah yang disebut dalam riwayat-riwayat lain mengenai hadis itu. Daripada Abu Daud daripada Aisyah r.a. daripada Nabi s.a.w. "Tiada halal darah seseorang Muslim yang naik saksi bahawa tiada Tuhan melainkan Allah dan bahawa aku Rasulullah kecuali dengan salah dari tiga:
(1) Lelaki berzina selepas berkahwin, maka dia direjam,
(2), lelaki keluar memerangi Allah dan Rasul-Nya, maka dia dibunuh atau disalib atau diusir dari negeri dan
(3) membunuh seseorang, maka dia dbunuh.

Dalam riwayat an-Nasai dan at-Tahawi dalam Musykil al-Athar juga daripada Aisyah: " Atau lelaki keluar daripada Islam, dia memerangi Allah dan Rasul-Nya, maka dia dibunuh atau disalib atau diusir dari negeri."

Dengan demikian menjadi jelas bahawa kewajiban membunuh orang murtad itu disertai dengan pemurtadan keluar daripada kumpulan (negara) dan mengangkat pedang menentangnya Begitu menjadi jelas bahawa pembunuhan itu bukan satu-satunya hukuman yang mungkin dilaksanakan terhadap kes seperti ini.

Dalam semua keadaan, keadah (Tiada paksaan dalam agama) kekal sebagai asas yang sempurna dan jelas serta tidak mungkin dimansuh atau dibatalkan. Begitu juga ia tidak diterima apa cara untuk menafikanya secara menyeluruh atau sebahagiannya.

*Dr. Ahmad al-Raisouni adalah pensyarah Usul Fiqh dan Matlamat Syariah, Univerisiti Muhammad V, Rabat, Maghribi.

Kenapa Yahudi Kuat?

Pernahkah kita terfikir mengapa bangsa Yahudi menjadi bangsa yang begitu kuat pada hari ini? Walhal mereka adalah bangsa yang dikutuk dan dihina bukan sekadar dalam al-Quran, malah turut tersebut dalam kitab-kitab lain sehingga dianggap sebagai bangsa perosak.

Dalam sejarah dunia, Yahudi pernah dianggap parasit sehingga Jerman di bawah Nazi pimpinan Adolf Hitler tidak teragak-agak melakukan penyembelihan enam juta umat Yahudi ketika Perang Dunia Kedua melalui peristiwa Holocoust.. Sekalipun ada pihak yang mendakwa peristiwa ini dakyah Yahudi tetapi perlu diingat bahawa tidak pernah dalam sejarah moden sesebuah bangsa dihina sebegitu hebat.

Dianggarkan terdapat 14 juta Yahudi di seluruh dunia pada hari ini. Tujuh juta berada di Amerika Syarikat, lima juta di Asia dan dua juta di Eropah manakala 100 000 lagi di Afrika. Umat Islam pula dianggarkan 1.4 bilion yang terdiri daripada pelbagai bangsa dan kaum di atas muka bumi ini. Ini bermakna bagi setiap Yahudi terdapat 100 umat Islam tetapi mengapa Yahudi hari ini beratus kali ganda kuat berbanding semua kekuatan umat Islam yang ada di dunia?

Albert Enstine, saintis berketurunan Yahudi dinobatkan sebagai Person of The Century oleh Time. Sigmund Frud yang menemui teori Psikoanalisis juga seorang Yahudi. Karl Marx, Paul Samuelson, Milton Friedman dan beribu lagi sarjana tersohor serta manusia popular di dunia adalah berbangsa Yahudi.

Selain itu beratus lagi sarjana dan cendekiawana Yahudi telah memberi sumbangan dalam peradaban dunia. Benjamin Rubin mencipta jarum vaksin moden (picagari), Albert Sabin membangunkan vaksin polio yang pertama, Gertude Elion menemui dadah melawan leukemia, Baruch Blumberg membangunkan vaksin untuk Hapititis B, Paul Ehrlich menemui rawatan penyakit siflis, Elie Metcnikoff memenangi hadiah Nobel melalui kajiannya mengenai penyakit berjangkit.

Benard Katz memenangi hadiah Nobel melalui kajian transmisi meuromuskular, Andrew Schally memenangi hadiah Nobel melalui indocrinology (kegagalan sistem indokrin yang menyebabkan diabetis dan hyperthyroidism). Aaron Beck menemui terapi kognitif (terapi merawat pesakit mental), Gregory Pincus membangunkan pil kontraseptif pertama, George Wald memenangi hadiah Nobel hasil penemuan lanjut mengenai mata manusia. Stanley Cohen memenangi hadiah Nobel hasil kajiannya mengenai embriologi (kajian janin manusia) dan Willem Kolf mencipta mesin dialisis buah pinggang.

Untuk tempoh 150 tahun lalu, 14 juta Yahudi telah memenangi sedozen hadiah Nobel tetapi umat Islam yang hanya berjumlah 1.4 bilion hanya 3 hadiah Nobel. Mengapa Yahudi begitu berkuasa?

Stanley Mezor mencipta cip pemprosesan data yang pertama, Leo Szilard membangunkan rektor nuklear yang pertama, Peter Schultz mencipta kabel fiber optik, Charles Adler mencipta lampu isyarat, Benno Strauss menemui besi keluli, Isador Kissee menghasilkan filem bersuara, Emile Berliner mencipta telefon moden dan Charles Ginsburg mencipta perakam video.

Ahli perniagaan tersohor dunia berketurunan Yahudi adalah seperti Ralph Lauren dengan jenama Polo, Levis Strauss, Howard Schultz (Starbuck), Sergey Brin (Goggle), Michael Dell (Dell Computers), Larry Ellison (Oracle), Dona Karan (DKNY), Irv Robbins (Baskin & Robbins) dan Bill Rosenberg (Dunkin Donuts)

Presiden Universiti Yale, Richard Levin Yahudi. Begitu juga dengan Henry Kessinger (Setiausaha Negara Amerika Syarikat), Alan Greenspan (Penasihat Presiden Amerika Syarikat), Joseph Lieberman dan Madeline Albright (Setiausaha Negara Amerika Syarikat), Casper Weinberger (Mantan Setiausaha Pertahanan Amerika Syarikat), Maxim Litvinov (Mantan Menteri Luar Kesatuan Soviet/USSR), Isac Issacs (Gabenor Janeral Australia), Benjamin Disraeli (Penulis British Tersohor), Yevgeny Primakov (Mantan Perdana Menteri Rusia), Bary Goldwater serta kumpulan penyelidikkan saintis di seluruh dunia majoritinya adalah diketuai Yahudi.

Walter Annenberg juga seorang Yahudi yang membina ratusan perpustakaan sehingga mencecah nilai RM 7.2 bilion. Dalam sukan Olimpik, Mark Spitz mencipta sejarah memenangi tujuh pingat emas acara renang dalam satu pertandingan, Lenny Krayzelburg memenangi tiga pingat emas. Spitz Krayzelburg dan Boris Becker kesemuanya adalah Yahudi asli.

Tidak cukup dengan itu tahukah anda juga bahawa Harrison Ford, George Burns, Tony Curtis, Charles Bronson, Sandra Bullock, Billy Crystal, Woody Allen, Paul Newman, Peter Sellers, Dustin Hoffman, Michael Douglas, Ben Kingsley, Kirk Douglas, Goldie Hawn, Cary Grant, William Shatner, Jerry Lewis dan Peter Falk kesemuanya juga adalah artis dan bintang popular Hollywood berketurunan Yahudi. Malah dunia perfileman dan industri Hollywood itu sendiri dibuka oleh Yahudi.

Tambahan lagi Steven Spielberg, Mel Brooks, Oliver Stone, Aaron Spelling (Beverly Hills 90210), Neil Simon (The Old Couple), Andrew Vaina (Rambo) Michael Man (Starsky and Hutch), Milos Forman (One flew over the Cuckoo's Nest), Douglas Fairbanks dan Ivan Reitman (Ghostbusters) adalah semuanya Yahudi.

Malah yang menguasai dan menjadi pelobi utama Kongres Amerika Syarikat adalah Suruhanjaya Hal Ehwal Amerika Israel (AIRPAC). Jika Perdana Menteri Israel, Ehud Olmert menemui teori bumi ini rata, AIPAC sudah pasti akan menghantar resolusi menekan Dewan Kongres Amerika Syarikat untuk menghantar ucapan tahniah kepada Israel atas penemuan tersebut.

William James antara manusia terbijak di dunia dengan IQ antara 250 hingga 300 juga berketurunan Yahudi. Persoalannya mengapa mereka begitu hebat? Kerana Yahudi menikmati pendidikan terbaik. Mengapa pula umat Islam terus mundur? Kerana kita umat Islam kurang mementingkan ilmu dalam pembinaan peradaban dan kemajuan yang kita kecapi pada hari ini.

Daripada 1, 476 233 470 umat Islam di dunia pada hari ini iaitu satu bilion di Asia, 400 juta di Afrika, 44 juta di Eropah dan enam juta lagi di Amerika. Semuanya Islam dan dari setiap satu penganut Hindu dan Buddha ada dua umat Islam serta bagi setiap satu Yahudi ada 100 umat Islam. Namun mengapa umat Islam lemah? Benar sabda Rasulullah bahawa umat Islam akhir zaman ibarat buih di lautan sekalipun banyak tetapi hanya mengikut arus ke mana ia pergi.

Terdapat 57 negara OIC dan dijumlahkan kesemuanya terdapat lebih kurang 500 universiti yang dimiliki umat Islam bersamaan tiga universiti untuk setiap tiga juta penduduk. Di Amerika Syarikat terdapat 5758 universiti dan India 8407 universiti. Namun pada tahun 2006 kajian oleh Universiti Jiao Tong yang membuat perangkaan akademik bagi seluruh universiti di dunia. Tidak ada satu pun universiti umat Islam berada di tangga 500 teratas dan terbaik dunia.

Data yang dikumpulkan oleh Program Pembangunan PBB (UNDP) pula menunjukkan kadar celik huruf di negara yang majoritinya penduduk beragama Kristian berada pada paras 90 peratus dengan 15 daripadanya memiliki kadar 100 peratus. Bagi negara yang majoritinya umat Islam pula adalah sekitar 40 peratus dan tiada negara Islam yang mencatatkan kadar celik huruf sepenuhnya sedangkan wahyu pertama yang diturunkan kepada Rasulullah di Jabal Nur, Gua Hira adalah Iqraa (bacalah!).

Sebanyak 98 peratus penganut Kristian yang celik huruf menamatkan sekolah menengah, Cuma 50 peratus umat Islam yang berbuat sedemikian. Sekitar 40 peratus umat Kristian yang celik huruf ini pula melanjutkan pengajian sehingga ke universiti tetapi tidak lebih dua peratus umat Islam yang berbuat sedemikian.

Negara Islam mempunyai 230 saintis bagi setiap juta umat Islam. Amerika Syarikat pula memiliki 4000 saintis bagi sejuta penduduk sementara Jepun memiliki 5000 saintis bagi setiap juta rakyatnya. Di seluruh Arab dianggarkan terdapat 35 000 penyelidik sepenuh masa dan 50 juruteknik bagi setiap juta penduduknya tetapi penganut Kristian memiliki 1000 juruteknik bagi sejuta penduduknya.

Bagi setiap negara Islam kita hanya membelanjakan sekitar 0.2 peratus KDNK bagi tujuan Penyelidikkan dan Pembangunan (R&D) dan ini memberikan isyarat yang jelas betapa pembudayaan ilmu yang lemah dalam dunia Islam menyebabkan kita tidak memiliki keupayaan untuk menjadi pendominasi lapangan ilmu pengetahuan.

Akhbar dan buku boleh dijadikan pengukur dalam menentukan sama ada ilmu pengetahuan dihayati masyarakat dengan berkesan atau tidak. Di Pakistan terdapat 23 syarikat akhbar bagi 1000 rakyatnya sedangkan di Singapura terdapat 360 syarikat akhbar bagi 1000 penduduknya. Jika di United Kingdom (Britain) terdapat 2000 judul buku bagi setiap juta penduduknya dengan 20 judul bagi setiap angka yang sama di Mesir pula tidak ada. Kesimpulannya dunia Islam gagal menguasai ilmu pengetahuan dengan baik.

Hasil eksport produk berteknologi tinggi (termasuk bioteknologi) digunakan pula sebagai pengukur sama ada ilmu pengetahuan berjaya diaplikasikan dalam dunia Islam atau tidak. Pakistan mengeksport produk teknologi tinggi sekitar satu peratus. Manakala Arab Saudi, Kuwait, Maghribi dan Algeria pula mengeksport sekitar 0.3 peratus. Singapura pula mengeksport 58 peratus produk berteknologi tingginya ke seluruh dunia. Kesimpulannya kita masih lemah dan kurang berjaya dalam mengaplikasaikan penguasaan ilmu bagi peningkatan kualiti hidup kita.

Mengapa kita tidak berkuasa? Kerana kita gagal menguasai ilmu pengetahuan dengan baik. Mengapa tidak berkuasa? Kerana kita gagal meningkatkan kesedaran dan penghayatan kita terhadap ilmu, hikmah dan pedoman dalam kehidupan seharian kita. Mengapa kita lemah bagaikan buih dilautan seperti sabda Rasulullah? Kerana kurangnya keupayaan dan kesungguhan mengaplikasikan ilmu pengetahuan dalam kehidupan seharian sedangka kita sedar betapa masa depan dunia dan peradaban baru yang hendak kita bina adalah dengan ilmu pengetahuan yang kita sia-siakan selama ini.

Sesuatu yang menarik tentang KDNK 57 negara OIC hanyalah berjumlah RM 7.2 trilion tetapi Amerika Syarikat secara peribadi memiliki penghasilan produk perkhidmatan bernilai RM 432 trilion, China RM 28.8 trilion, Jepun RM 14 trilion tetapi negara-negara seperti Arab Saudi, Emiriah Arab Bersatu, Kuwait dan Qatar secara puratanya menghasilkan produk dan perkhidmatan bernilai RM 1.8 trilion sementara Spanyol menghasilkan produk bernilai RM 3.6 trilion, Poland RM 1.7 trilion dan Thailand RM 9.1 trilion. Jadi, mengapakah umat Islam yang terbina dan bermula dengan wahyu Iqraa masih tidak berkuasa? Jawapannya kerana kita tidak mengendahkan dan menghayati kepentingan ilmu pengetahuan dalam kehidupan seharian kita berbanding bangsa-bangsa lain teramsuklah musuh kita Yahudi.

Membongkar Talmud : Mitos Yahudi Dan Pengaruh Israiiliyat

Sekarang kita singkap pula kisah pendustaan dam pembohongan bangsa Yahudi yang kita lihat kuat ini mengenai kitab suci mereka. Menurut kepercayaan Yahudi, sepanjang 40 hari penerimaan wahyu di Gunug Sinai, Tuhan telah mengurniakan Nabi Musa The Ten Commandment (Batu Bersurat) yang tertulis atasnya pokok ajaran agama, perintah bertulis (written law) atau Taurat yang lebih dikenali sebagai Bokk of Moses di samping perintah lisan (Oral Law).

Terdapat juga riwayat Yahudi lain mengatakan perintah bertulis Taurat diterima dalam bentuk wahyu bukannya tekstual dan kemudian ditulis sepenuhnya oleh Nabi Musa (sebelum kewafatannya) di tebing sungai Jordan bukannya di Sinai.

Perintah lisan ini menjadi panduan untuk mempraktikkan The Ten Commandment (Taurat) yang diajar oleh Nabi Musa melalui kaedah praktikal (kata-kata isyarat dan perlakuan yang kita kenali sebagai sunnah). Pada asalnya perintah lisan ini tidak pernah ditulis tetapi diwariskan melalui hafalan secara lisan oleh Rabbi (Pendita Yahudi) kepada waris mereka seterusnya dan perintah lisan ini menjadi panduan dalam mengamalkan agama Yahudi.

Pada era pemerintahan Empayar Rom di bawah Maharaja Traianus Hadrianus (Hadrian) pada 135 SM, kaum Yahudi telah ditindas dan memberontak ke atas empayar tersebut. Takkala inilah seorang Rabbi yang berpengaruh, Yehudah HaNasi bersama sekumpulan Rabbi yang lain (sekitar 1700-200 SM) memutuskan untuk membukukan (menulis) perintah lisan kerana bimbang tradisi ini akan luput dan tidak dapat dipertahankan dengan sempurna kepada generasi Yahudi mendatang akibat ramainya cerdik pandai Yahudi mati dan tekorban dalam penindasan oleh Empayar Rom ketika itu.

Dalam usaha ini, Yehudah HaNasi telah mengunjungi ramai Rabbi lain bagi mencatat hafalan lisan ini dan berusaha memastikan aplikasi ajaran ini benar-benar berasal daripada praktik Nabi Musa dan kesemua catatan ini dikompilasi dan disemak berdasarkan persepsi Yehuda HaNasi semata-mata dengan dinamakan Misyna.

Setelah beliau menyempurnakan Misyna. Para Rabbi lain merasakan kitab ini tidak memberikan penjelasan yang tulen dan asli tentang ajaran Nabi Musa kerana ditulis secara tergesa-gesa. Para Rabbi kemudiannya bersepakat membahas, mengupas dan mentafsir (syarah) dengan lebih meluas lagi isi kandungan Misyna dan terhasilah Gemara.

Teks-teks Misyna berupa kata-kata dan ucapan para Rabbi yang hidup antara 100-200 SM yang dikenali sebagai Tanaim (Sang Guru). Manakala Gemara pula berupa penafsiran kepada ucapan Tanaim yang dikenali sebagai Amoraim (Si Penjelas). Ringkasnya dokumentari perintah lisan dinamakan Misyna dan syarah kepadanya dikenali sebagai Gemara. Kombinasi kedua kitab inilah yang dikenali sebagai Talmud yang jauh menyimpang dan dianggap lebih penting dalam sejarah kitab suci Yahudi berbanding ajaran Taurat yang diturunkan kepada Nabi Musa.

Talmud secara ringkasnya adalah kitab yang meriwayatkan segalan perbincagan dan syarahan serta intepretasi para Rabbi mengenai undang-undang, etika, tradisi dan sejarah agama Yahudi (Kitab Syarah) kepada Taurat (Ten Commandment) menurut fatwa para Rabbi yang berautoritatif.

Apa yang ingin ditekankan di sini adalah kitab syarah ini yang dianggap sesuci Taurat dan lebih tinggi maqamnya dari kitab Taurat tidak lebih karangan Rabbi Yehudah HaNasi dalam menentukan arah dan bentuk pentafsiran serta penjelasan agama Judaisme dalam Talmud.

Hanya atas sebab beliau dianggap paling tinggi ilmunya ketika itu, pemimpin Yahudi yang disegani dan tersohor, mempunyai banyak harta sehingga mempengaruhi orang Yahudi dan para pegawai Rom untuk menurut kata-katanya di samping bersahabat dengan Maharaja Rom yang kuat menindas orang Yahudi sendiri khususnya Marcus Aurelius (Selepas Hadrian).

Diskusi perintah lisan yang dikompliasikan oleh Rabbi Babilonia dinamakan Talmud Babilonia dan yang dijilidkan di Tibras dinamakan Talmud Juruselem. Talmud Bibilonia lebih mutawatir kerana penjelasannya lebih meluas disebabkan para Rabbi memiliki banyak masa untuk menokok tambah dan mencipta kitab suci ini di samping ia disiapkan dalam keadaan aman kerana Babilonia (Iraq Purba) berada jauh di luar cengkaman Empayar Rom.

Namun tiada siapa yang dapat menafikan bahawa Talmud sebahagian besarnya adalah lebih kepada pentafsiran Rabbi (manusia) yang kadang kala saling bercanggah antara satu sama lain akibat perbezaan pemahaman dan dibanjiri dengan cerita dongeng yang ditokok tambah terhadap firman Tuhan dalam Taurat. Dalam pentafsiran mereka sudah pasti ia tidak lari daripada unsur sogokkan, rasuah, sokongan politik, kuasa, situasi, kepentingan tersendiri yang condong kepada aliran pemahaman manusia yang jauh menyimpang dan sesat dari ajaran Tuhan.

Akhirnya, dalam sejarah Israel Moden, Talmud telah menjadi kitab paling suci dan penting untuk setiap penganut Yahudi mengamalkannya mengatasi Taurat yang datangnya dari Tuhan. Samalah dengan keadaan kita meletakkan ketinggian kitab syarah ulama empat mazhab fiqah dan perbezaan fikrah tauhid seperti Syiah, Muktazillah, Imam Syafii, Hambali dan sebagainya mengatasi kitab suci al-Quran.

Tanpa Talmud, Taurat mungkin sukar difahami dan akan dianggap sesat kerana tradisi pengajian Yahudi yang tidak membenarkan sebarang usaha pentafsiran baru ke atas Taurat dilakukan kontemporari ini. Mengkaji Talmud lebih utama daripada mengkaji Taurat kerana Talmud ini yang menjadi tunjang pegangan rejim Zionis menghalalkan pembunuhan umat Palestin ketika ini.

"Adalah lebih utama mempelajari ajaran Talmud berbanding Taurat" (Tafsir catatan Erubin 21b).

"Sesiapa yang menyibukkan dirinya dengan Talmud memperolehi kemuliaan, tidak ada sumber lain yang lebih baik daripada ini" (Talmud, Shabbat 15c dan Baba Metzia 33a)

Malah menolak Talmud dihukum sebagai murtad dan masuk neraka seluruh keturunannya berdasarkan tafsiran Rosh Hashanah 17a. Perintah Rabbi juga ditegaskan dalam Talmud harus mengatasi perintah Tuhan. Dalam Talmud Babilonian, Baba Mezia 59a-59b dinyatakan:

"Tuhan telah tunduk kepada keputusan Rabbi walaupun pada mulanya tuhan tidak bersetuju dengannya." Sesunguhnya perbuatan ahli kitab Yahudi ini secara sejarahnya adalah melampaui batas sebagaimana yang telah difirmankan oleh Allah dalam al-Quran:

"Mereka menjadikan orang-orang alimnya dan rahib-rahib mereka sebagai Tuhan selain Allah" (at-Taubah: 31).

Agama Yahudi yang menjadi praktik majoriti orang Yahudi pada hari ini bukanlah agama sebagaimana yang diwahyukan Allah melalui taurat kepada Nabi Musa tetapi lebih berlandaskan suatu sistem kepercayaan hasil inovasi manusia (Talmud) yang dicemari dengan korupsi (penyelewengan) dan tahyul. Firman Allah dalam surah al-Baqarah ayat 79:

"Maka kecelakaan besar bagi orang-orang yang menulis al-Kitab dengan tangan mereka sendiri lalu dikatakannya: "Ini dari Allah (dengan makusd) untuk memperolehi keuntungan yang sedikit dengan perbuatan itu. Maka kecelakaan yang besar bagi mereka akibat daripada apa yang mereka kerjakan"

"Sesunguhnya diantara mereka ada segolongan yang memutarbelitkan lidahnya membaca al-Kitab supaya kamu menyangka apa yang dibacanya itu sebahagian al-Kitab padahal ia bukan dari al-Kitab dan mereka mengatakannya: "Ia (yang dibaca itu datang) dari sisi Allah," padahal ia bukan dari sisi Allah. Mereka berkata dusta terhadap Allah sedangkan mereka mengetahuinya" (Ali Imraan: 78).

Namun, menarik juga untuk kita ketahui bahawa dalam pengamalan agama Yahudi ini ada bangsa Yahudi yang menolak Talmud sebagai kitab suci mereka dan golongan yang menolak ini dikenali sebagai Samaritans (muncul sekitar 721 M) dan Karaites (muncul sekitar 1500 M). Kedua-dua mazhab dalam agama Yahudi ini menganggap Talmud tidak mewakili teks asal wahyu Tuhan tetapi telah dicemari tangan-tangan para Rabbi yang menyeleweng dan banyak menyimpang daripada tunggak ajaran tauhid Nabi Musa yang sebenar semasa Taurat mula-mula diturunkan di Sinai.

Ditegaskan dalam buku To Pray as a Jew: A guide to a prayer book and the synagogue service karya Donin Hayim, kaedah sembahyang orang Yahudi yang asal dan tulen mempunyai banyak persamaan dengan orang Islam seperti membersihkan diri (berwuduk), menunggu panggilan sembahyang (azan) serta sujud mencecah lantai. Walaupun praktik sembahyang ini tidak diamalkan lagi oleh Yahudi Talmudian tetapi ia masih lagi diamalkan oleh Yahudi bermazhab Karaites dan Samaritans sehingga ke hari ini.

Pada hari ini Talmud banyak mengandungi dan diresapi kisah dongeng, mistik, khurafat serta lagenda Persia, Babilonia, Greek dan India oleh para Rabbi yang menghasilkannya ketika itu kerana suasana persekitaran tempat tinggal para Rabbi yang menghasilkan kitab ini adalah berada dalam zaman kemuncak popularnya cerita dongeng dan mitos-mitos ini.

Ini terjadi apabila para Rabbi ini lari meninggalkan tempat asal mereka dan lari ke serata dunia termasuk Semenanjung Arab (Hijaz) sewaktu kempen penindasan dan pembersihan etnik Yahudi giat dilangsungkan oleh Empayar Rom. Kesudahannya sukar untuk dikenal pasti sama ada riwayat-riwayat ini benar-benar Talmud, Taurat ataupun kisah dongeng bangsa serta agama lain yang meresap masuk dalam agama Yahudi.

Namun apa yang menyedihkan mengenai kesesatan orang Yahudi ini, para Rabbi mereka bangun mempertahankan petikan-petikan Talmud dengan mendakwa bahawa ia adalah asli dari Taurat dan telah disalahtafsirkan oleh ramai tanpa penjelasan yang sebenar. Bagi Rabbi ini ajaran Talmud tersebut perlu difahami menurut perspektif sejarah dan situasinya ketika itu. Jika benar begitu kenapa ia masih diajarkan pada zaman kini yang situasinya jauh berbeza? Bolehkah para rabbi memberi jaminan bahawa tidak ada langsung remaja Yahudi yang membesar dengan kebencian, kepercayaan songsang dan penyelewengan akibat pengaruh Talmud?

Kini, tidak cukup setakat itu, pengaruh Yahudi bukan sekadar menyesatkan agama mereka tetapi juga mulai meresap ke dalam ajaran Islam melalui kisah Israiliyyat. Israiliyyat menurut az-Zahabi bermaksud pengaruh kebudayaan Yahudi (dan Nasrani) terhadap pentafsiran al-Quran dan hadis. Manakala menurut Abdullah Ali Jaafar pula Israiliyyat adalah informasi-informasi yang berasal dari ahli kitab yang menjelaskan nas-nas hadis dan al-Quran.

Umumnya, ulama Islam mengkategorikan Israiliyyat kepada tiga bahagian (Ibnu Taimiyah, Muqadimmah fi Usul at-Tafsir) iaitu pertama, yang selaras dengan ajaran Islam. Kedua, yang tidak selaras dengan ajaran Islam dan ketiga, yang tidak termasuk dalam kategori pertama dan kedua. Ini berdasarkan hadis:

"Janganlah kamu membenarkan Ahli Kitab dan jangan pula kamu mendustakannya, tetapi katakanlah bahawa kami beriman kepada Allah dan apa-apa yang diturunkan kepada kami" (Sahih Bukhari).

Walaupun begitu tokoh-tokoh Islam yang lain seperti Muhammad Abduh, Rasyid Redha, Mahmud Syaltut dan Abu Zahrah (hampir sebahagian besar ulama Salafi) amat memusuhi Israiliyyat kerana berpendapat Yahudi telah melakukan penyelewengan terhadap kitab suci mereka sebagaimana yang dijelaskan dalam al-Quran:

"(Orang-orang Yahudi itu) amat suka mendengar (berita-berita) bohong dan amat suka mendengar perkataan-perkataan orang lain yang belum pernah datang kepadamu: mereka merubah perkataan (Taurat) dari tempat-tempatnya" (al-Maidah: 41)

Mahmud Syaltut (dalam fatwa-fatwa) merasakan Israiliyyat telah menghalang umat Islam daripada mencari dan mempelajari petunjuk-petunjuk al-Quran dan Islam itu tidak perlu rujukan ajaran Yahudi dan Nasrani kerana ia telah lengkap seperti yang dijelaskan dalam al-Quran:

"Pada hari ini orang-orang Kafir telah putus asa untuk (mengalahkan) agamamu, sebab itu janganlah kamu takut kepada mereka dan takutlah kepadaKu. Pada hari ini telah kusempurnakan agamamu dan telah Kucukupkan kepadamu nikmatKu dan telah Kuredhai Islam itu jadi agamamu" (al-Maidah: 3)

Terdapat banyak sumber Islam yang mungkin memiliki perkaitan secara langsung dengan Talmud tanpa kita sedari namun terpulanglah kepada penilaian kita semua untuk menilai hal ini secara terbuka kerana ini bukan satu ketetapan yang dipersetujui oleh semua ulama sekadar tatapan kita sahaja.

Pertama, kisah popular dan sering kita dengan dalam sirah hijrah Rasulullah bagaimana bagindan dan Saidina Abu Bakar yang bersembunyi di Gua Thur dari kaum Quraisy. Bila kaum Quraisy hampir di gua mereka melihat gua itu dilitupi sarang labah-labah yang tidak terusik dan beranggapan tiada orang yang masuk ke gua tersebut.

Kisah yanag sama dapat di lihat dalam komentar Kitab Suci Yahudi (Midrash Alpha Beta Acheres d'Ben Sira, 9) dan dalam Lagenda Yahudi karya Louis Ginzberg. Kisah ini lanjutan Nabi Daud (David) dan Thalut (King Saul). Thalut pada suatu hari telah menghantar tenteranya bagi memburu Nabi Daud, baginda berlari bersembunyi dalam gua dan ketika para tentera menghampirinya, seekor labah-labah besar telah membuat sarang di pintu masuk gua dan oleh kerana melihat sarang itu tidak terusik mereka menyimpulkan tiada orang di dalamnya dan berlalu pergi.

Kedua, mengenai hadis riwayat Bukhari dan Muslim dari Abu Hirairah yang bermaksud: "Malaikatulmaut datang menemui Musa dan dia berkata kepadanya: Sahutlah seruan Tuhanmu. Katanya: maka Musa menumbuk mata (ain) malaikat maut sehingga terkeluar biji matanya. Malaikat maut kembali kepada Tuhan dan berkata: Sesunguhnya Engkau (Tuhan) mengutuskan aku kepada hambaMu yang tidak mahu mati maka dia telah menumbuk mataku sehingga terkeluar. Allah telah memulihkan mata malaikat tadi seraya befirman "Pergilah kembali kepada hambaKu dan katakan kepadanya, kalau engkau mahu terus hidup, cekupkanlah tanganmu di belakang badan lembu sebanyak mana bulu yang engkau genggam dengan tanganmu maka sebanyak itulah bilangan tahun umurmu dilanjutkan" (Hadis ini ditolak oleh Muhammad al-Ghazali, Muhammad Abduh dan yang sealiran walaupun sebahagian ulama lain menerimanya).

Kisah dari hadis ini ada persamaan dengan The Legend of The Jews Volume III – Bible and The Characters From the Exodus To the Death of Moses (Louis Ginzberg) dan The Confounding of the Angel of Death Orpheus, Myth of the World (Padraic Colum). Kisah yang mirip diceritakan dengan lebih panjang dan terperinci. Setelah Tuhan memerintahkan malaikat maut untuk mencabut nyawa Nabi Musa, Malaikat Gabriel (Jibril) dan Michael (Mikhail) tidak mampu menjalankan tugas tersebut yang juga disambut oleh Samael (Izrael) tapi gagal. Tuhan murka dan memerintahkan mereka turun kali kedua. Selanjutnya terjadilah bagaimana Nabi Musa membutakan mata Samael dengan cahaya dari muka baginda dan sewaktu Musa bersedia membunuhnya maka terdengarlah suara Tuhan befirman melarang baginda berbuat sedemikian. Motifnya adalah strategi dan propaganda Yahudi melalui Talmud yang mahu meninggikan darjat Nabi Musa sehingga ke tahap yang mustahil untuk malaikat maut tidak mampu mencabut nyawanya bagi melegemitasikan ketinggian kedudukan bangsa Yahudi paling mulia di dunia kerana menjadi pengikut dan mewarisi ajaran Nabi Musa kononnya.

Jelasnya! Kita diwajibkan beriman dengan setiap kitab yang diwahyukan Allah sebagaimana yang dinyatakan dalam al-Quran: "Aku beriman dengan semua kitab yang diturunkan Allah" (as-Syura: 15)

Informasi dan riwayat Israiliyyat harus diterima sebagaimana ia merupakan intipati ajaran dari kitab Allah yang terdahulu sebelum al-Quran. Akan tetapi keharusan dan keperluan ini menjadi terbatal bila mana datang penjelasan lain dari al-Quran mengenai perlakuan Ahli Kitab yang telah merubah dan menyelewengkan ayat Allah sebagaimana yang terjadi dalam penjilidan Talmud oleh Rabbi Yahudi.

Takkala seorang sahabat bertanya kepada Rasulullah: "Ahli Kitab membacakan kitab Taurat dengan bahasa Ibrani dan mentafsirkannya dalam bahasa Arab untuk orang Arab". Mendengar hal itu Rasulullah mengingatkan, "Janganlah kamu membenarkan Ahli Kitab dan janganlah pula kamu mendustakannya tetapi katakanlah kami beriman kepada Allah dan apa-apa yang telah diturunkan Allah kepada kami" (Sahih Bukhari).

Sikap kita pula apabila berhadapan dengan dua situasi ini adalah dengan mengimani setiap kitab Allah dan pada masa yang sama berwaspada dengan Israiliyyat. Allah telah menjelaskan hal ini dalam al-Quran:

"Dan Kami turunkan kepadamu al-Quran dengan membawa kebenaran, membenarkan apa yang sebelumnya, iaitu kitab-kitab (yang diturunkan sebelumnya) dan batu ujian terhadap kitab-kitab yang lain itu: maka putuskanlah perkara mereka menurut apa yang Allah turunkan dan janganlah kamu mengikut hawa nafsu mereka dengan meninggalkan kebenaran yang telah datang kepadamu" (al-Maidah: 48)

Menerima dan mengabsahkan maklumat Ahli Kitab mengenai kitab terdahulu perlu mendapat penelitian dan pengesahan dari al-Quran dan sunnah Rasulullah yang sahih dan muktabar. Mungkin kisah dalam al-Quran tidak dijelaskan secara terperinci tetapi pengajaran dan hikmah itulah yang perlu dititikberatkan untuk menjadi panduan dan pedoman kita pada hari ini. Kisah Israiliyyat yang tidak berupaya merungkai tafsiran al-Quran tidak perlu dijadikan asas sandaran mahupun rujukan lebih-lebih lagi apabila kisah Israiliyyat ini tidak sesuai dengan akal yang waras. (as-Syarbashi, Qishshat at-Tafsir).

Sumber : Dipetik dan diubahsuai dari artikel Karen Amstrong,