Isnin, Mei 12, 2008
Tubuh Ariel Sharon Membusuk Sedangkan Ia Masih Hidup
Written by Ummu Raihanah
Diberitakan bahawa para doktor di Hospital Hadasa telah memasukkan Ariel Sharon (Bekas PM Israel yang Yahudi)ke ruang operasi untuk dilakukan pembedahan.Ia memiliki luka membusuk dan tidak sedarkan diri selama beberapa minggu. Operasi tersebut dilakukan untuk menyambung bahagian-bahagian ususnya yang telah membusuk dan telah menyebar ke bahagian tubuh lain.Demikianlah kita saksikan keadaan musuh Allah Subhanahu Wata'ala dan musuh islam yang gemar menumpahkan darah.
Penyumbatan yang terjadi di otaknya menyebabkan kerosakan di sekujur tubuh.Ini sebagai akibat penindasannya terhadap umat Muhammad Shalallahu alaihi wassalam yang berlangsung terus menerus siang dan malam.Akhirnya ia menderita kelumpuhan di seluruh tubuhnya dan tidak bisa menggerakkannya walaupun hanya menggerakkan mata. Dialah yang memimpin para tentara untuk menyerang Sinai dan Lebanon . ia juga yang menyembelih para tawanan Mesir.Saat ini ia tidak sedar sama sekali dan tidak mengetahui sekelilingnya.
Akhirnya Allah Subhanahu Wata'ala memperlihatkan kepada kita keadaan thaghut yang suka menumpahkan darah ini dengan ayat-ayat Allah SubhanahuWata'ala yang agung, iaitu membusuknya jasad sedangkan ia masih hidup.
Demikianlah,mereka (para doktor) akan mengamputasi anggota tubuhnya satu demi satu hingga terakhir sedangkan ia masih hidup.
Benarlah firman Allah SubhanahuWata'ala :"Kami akan memperlihatkan kepada mereka tanda-tanda (kekuasaan) Kami di segenap ufuk dan pada diri mereka sendiri, sehingga jelaslah bagi mereka bahwa al-Qur'an itu benar "(Fushilat:53)
Dipetik dari:Majalah Qiblati, vol.01/no. 09/Mei-Juni 2006 terbitan Jeddah, KSA.
Apakah Nabi SAW Makhluk Allah yang Pertama?
Telah diketahui bahawa hadis-hadis yang menyatakan bahwa makhluk pertama adalah itu atau ini ... dan seterusnya, tidak satu pun yang shahih, sebagaimana ditetapkan oleh para ulama Sunnah.
Oleh karena itu, kami dapatkan sebagian bertentangan dengan sebagian lainnya. Sebuah hadis mengatakan, "Bahwa yang pertama kali diciptakan oleh Allah adalah pena."
Hadis lainnya mengatakan, "Yang pertama kali diciptakan Allah adalah akal." Telah tersiar di antara orang awam dari kisah-kisah maulid yang sering dibaca bahwa Allah menggenggam cahaya-Nya, lalu berfirman, "Jadilah engkau Muhammad." Maka ia adalah makhluk yang pertama kali diciptakan Allah, dan dari situ diciptakan langit, bumi dan seterusnya.
Dari itu tersiar kalimat:
"Shalawat dan salam bagimu wahai makhluk Allah yang pertama," hingga kalimat itu dikaitkan dengan azan yang disyariatkan, seakan-akan bagian darinya.
Perkataan itu tidak sah riwayatnya dan tidak dibenarkan oleh akal, tidak akan mengangkat agama, dan tidak pula bermanfaat bagi perkembangan dari peradaban dunia.
Keawalan Nabi Muhammad saw. sebagai makhluk Allah tidak terbukti, seandainya terbukti tidaklah berpengaruh pada keutamaan dan kedudukannya di sisi Allah. Tatkala Allah Ta'ala memujinya dalam Kitab-Nya, maka Allah memujinya dengan alasan keutamaaan yang sebenarnya. Allah berfirman:
"Dan sesungguhnya kamu benar-benar orang yang berbudi pekerti agung" (Q.s. Al-Qalam: 4).
Hal itu yang terbukti dan ditetapkan secara mutawatir. Nabi kita Muhammad saw. adalah Muhammad bin Abdullah bin Abdul Muththalib Al-Hasyimi Al-Quraisy yang dilahirkan lantaran kedua orang tuanya, Abdullah bin Abdul Muththalib dan Aminah binti Wahab, di Mekkah, pada tahun Gajah. Beliau dilahirkan sebagaimana halnya manusia biasa dan dibesarkan sebagaimana manusia dibesarkan. Beliau diutus sebagaimana para Nabi dan Rasul sebelumnya diutus, dan bukan Rasul yang pertama di antara Rasul-rasul.
Beliau hidup dalam waktu terbatas, kemudian Allah memanggilnya kembali kepada-Nya:
"Sesungguhnya kamu akan mati dan sesungguhnya mereka akan mati (pula)." (Q.s. Az-Zumar: 30).
Beliau akan ditanya pada hari Kiamat, sebagaimana para Rasul ditanya:
"(Ingatlah) hari di waktu Allah mengumpulkan para Rasul, lalu Allah bertanya (kepada mereka), 'Apa jawaban kaummu terhadap (seruan)mu?' Para Rasul menjawab, 'Tidak ada pengetahuan kami (tentang itu) sesungguhnya Engkau-lah yang
mengetahui perkara yang gaib'." (Q.s. Al-Maidah: 109).
Al-Qur'an telah menegaskan kemanusiaan Muhammad saw. di berbagai tempat dan Allah memerintahkan menyampaikan hal itu kepada orang-orang dalam berbagai surat, antara lain:
"Katakanlah, 'Sesungguhnya aku ini hanya seorang manusia seperti kamu, yang diwahyukann kepadaku, Bahwa sesungguhnya Tuhan kamu itu adalah Tuhan yang Esa ...'." (Q.s. Al-Kahfi: 110).
"Katakanlah, 'Maha Suci Tuhanku, bukankah aku ini hanya seorang manusia yang menjadi Rasul?'" (Q.s. Al-Isra': 93).
Ayat di atas menunjukkan bahwa beliau adalah manusia seperti manusia-manusia lainnya, tidak memiliki keistimewaan, kecuali dengan wahyu dan risalah.
Nabi saw. menegaskan makna kemanusiaannya dan penghambaannya terhadap Allah, dan memperingatkan agar tidak mengikuti kebiasaan-kebiasaan dari orang-orang sebelum kita, yaitu penganut agama-agama terdahulu dalam hal memuja dan
menyanjung:
"Janganlah kamu sekalian menyanjungku sebagaimana kaum Nasrani menyanjung Isa putra Maryam. sesungguhnya aku adalah hamba Allah dan Rasul-Nya." (H.r. Bukhari).
Nabi yang agung ini adalah manusia seperti manusia lainnya dan tidak diciptakan dari cahaya maupun emas, tetapi diciptakan dari air yang memancar dan keluar dari tulang sulbi laki-laki dan tulang rusuk wanita sebagai bahan penciptaan Muhammad saw.
Adapun dari segi risalah dan hidayat-Nya, maka beliau adalah cahaya Allah dan pelita yang amat terang. Al-Qur'an menyatakan hal itu dan berbicara kepada Nabi saw.:
"Wahai Nabi sesungguhnya Kami mengutusmu untuk menjadi saksi dan pembawa kabar gembira serta pemberi peringatan. Untuk menjadi penyeru pada agama Allah dengan izin-Nya dan untuk menjadi cahaya yang menerangi."(Q.s. Al-Ahzab: 45-6).
Allah swt. berfirman yang ditujukan kepada Ahlulkitab:
"... Sesungguhnya telah datang kepadamu cahaya dari Allah, dan Kitab yang menerangkan." (Q.s. Al-Maidah: 15).
"Cahaya" dalam ayat itu adalah Rasulullah saw, sebagaimana Al-Qur'an yang diturunkan kepada beliau adalah juga cahaya.
Allah swt. berfirman:
"Maka berimanlah kamu kepada Allah dan Rasul-Nya serta cahanya (Al-Qur an) yang telah Kami turunkan." (Q.s. At-Taghaabun: 8).
"... dan telah Kami turunkan kepada kamu cahaya yang terang benderang." (Q.s. An-Nisa': 174).
Allah telah menentukan tugasnya dengan firman-Nya:
"... Supaya kamu mengeluarkan manusia dari kegelapan menuju cahaya terang-benderang ..." (Q.s. Ibrahim: 1).
Doa Nabi saw.:
"Ya Allah, berilah aku cahaya di dalam hatiku berilah aku cahaya dalam pendengaranku dan berilah aku cahaya dalam penglihatanku berilah aku cahaya dalam rambutku berilah aku cahaya di sebelah kanan dan kiriku di depan dan di
belakangku." (H.r. Muttafaq Alaih)
Maka, beliau adalah Nabi pembawa cahaya dan Rasul pembawa hidayat. Semoga Allah menjadikan kita sebagai orang-orang yang mengikuti petunjuk cahaya dan Sunnahnya. Amin.
Oleh : Dr. Yusuf Al-Qardhawi
Oleh karena itu, kami dapatkan sebagian bertentangan dengan sebagian lainnya. Sebuah hadis mengatakan, "Bahwa yang pertama kali diciptakan oleh Allah adalah pena."
Hadis lainnya mengatakan, "Yang pertama kali diciptakan Allah adalah akal." Telah tersiar di antara orang awam dari kisah-kisah maulid yang sering dibaca bahwa Allah menggenggam cahaya-Nya, lalu berfirman, "Jadilah engkau Muhammad." Maka ia adalah makhluk yang pertama kali diciptakan Allah, dan dari situ diciptakan langit, bumi dan seterusnya.
Dari itu tersiar kalimat:
"Shalawat dan salam bagimu wahai makhluk Allah yang pertama," hingga kalimat itu dikaitkan dengan azan yang disyariatkan, seakan-akan bagian darinya.
Perkataan itu tidak sah riwayatnya dan tidak dibenarkan oleh akal, tidak akan mengangkat agama, dan tidak pula bermanfaat bagi perkembangan dari peradaban dunia.
Keawalan Nabi Muhammad saw. sebagai makhluk Allah tidak terbukti, seandainya terbukti tidaklah berpengaruh pada keutamaan dan kedudukannya di sisi Allah. Tatkala Allah Ta'ala memujinya dalam Kitab-Nya, maka Allah memujinya dengan alasan keutamaaan yang sebenarnya. Allah berfirman:
"Dan sesungguhnya kamu benar-benar orang yang berbudi pekerti agung" (Q.s. Al-Qalam: 4).
Hal itu yang terbukti dan ditetapkan secara mutawatir. Nabi kita Muhammad saw. adalah Muhammad bin Abdullah bin Abdul Muththalib Al-Hasyimi Al-Quraisy yang dilahirkan lantaran kedua orang tuanya, Abdullah bin Abdul Muththalib dan Aminah binti Wahab, di Mekkah, pada tahun Gajah. Beliau dilahirkan sebagaimana halnya manusia biasa dan dibesarkan sebagaimana manusia dibesarkan. Beliau diutus sebagaimana para Nabi dan Rasul sebelumnya diutus, dan bukan Rasul yang pertama di antara Rasul-rasul.
Beliau hidup dalam waktu terbatas, kemudian Allah memanggilnya kembali kepada-Nya:
"Sesungguhnya kamu akan mati dan sesungguhnya mereka akan mati (pula)." (Q.s. Az-Zumar: 30).
Beliau akan ditanya pada hari Kiamat, sebagaimana para Rasul ditanya:
"(Ingatlah) hari di waktu Allah mengumpulkan para Rasul, lalu Allah bertanya (kepada mereka), 'Apa jawaban kaummu terhadap (seruan)mu?' Para Rasul menjawab, 'Tidak ada pengetahuan kami (tentang itu) sesungguhnya Engkau-lah yang
mengetahui perkara yang gaib'." (Q.s. Al-Maidah: 109).
Al-Qur'an telah menegaskan kemanusiaan Muhammad saw. di berbagai tempat dan Allah memerintahkan menyampaikan hal itu kepada orang-orang dalam berbagai surat, antara lain:
"Katakanlah, 'Sesungguhnya aku ini hanya seorang manusia seperti kamu, yang diwahyukann kepadaku, Bahwa sesungguhnya Tuhan kamu itu adalah Tuhan yang Esa ...'." (Q.s. Al-Kahfi: 110).
"Katakanlah, 'Maha Suci Tuhanku, bukankah aku ini hanya seorang manusia yang menjadi Rasul?'" (Q.s. Al-Isra': 93).
Ayat di atas menunjukkan bahwa beliau adalah manusia seperti manusia-manusia lainnya, tidak memiliki keistimewaan, kecuali dengan wahyu dan risalah.
Nabi saw. menegaskan makna kemanusiaannya dan penghambaannya terhadap Allah, dan memperingatkan agar tidak mengikuti kebiasaan-kebiasaan dari orang-orang sebelum kita, yaitu penganut agama-agama terdahulu dalam hal memuja dan
menyanjung:
"Janganlah kamu sekalian menyanjungku sebagaimana kaum Nasrani menyanjung Isa putra Maryam. sesungguhnya aku adalah hamba Allah dan Rasul-Nya." (H.r. Bukhari).
Nabi yang agung ini adalah manusia seperti manusia lainnya dan tidak diciptakan dari cahaya maupun emas, tetapi diciptakan dari air yang memancar dan keluar dari tulang sulbi laki-laki dan tulang rusuk wanita sebagai bahan penciptaan Muhammad saw.
Adapun dari segi risalah dan hidayat-Nya, maka beliau adalah cahaya Allah dan pelita yang amat terang. Al-Qur'an menyatakan hal itu dan berbicara kepada Nabi saw.:
"Wahai Nabi sesungguhnya Kami mengutusmu untuk menjadi saksi dan pembawa kabar gembira serta pemberi peringatan. Untuk menjadi penyeru pada agama Allah dengan izin-Nya dan untuk menjadi cahaya yang menerangi."(Q.s. Al-Ahzab: 45-6).
Allah swt. berfirman yang ditujukan kepada Ahlulkitab:
"... Sesungguhnya telah datang kepadamu cahaya dari Allah, dan Kitab yang menerangkan." (Q.s. Al-Maidah: 15).
"Cahaya" dalam ayat itu adalah Rasulullah saw, sebagaimana Al-Qur'an yang diturunkan kepada beliau adalah juga cahaya.
Allah swt. berfirman:
"Maka berimanlah kamu kepada Allah dan Rasul-Nya serta cahanya (Al-Qur an) yang telah Kami turunkan." (Q.s. At-Taghaabun: 8).
"... dan telah Kami turunkan kepada kamu cahaya yang terang benderang." (Q.s. An-Nisa': 174).
Allah telah menentukan tugasnya dengan firman-Nya:
"... Supaya kamu mengeluarkan manusia dari kegelapan menuju cahaya terang-benderang ..." (Q.s. Ibrahim: 1).
Doa Nabi saw.:
"Ya Allah, berilah aku cahaya di dalam hatiku berilah aku cahaya dalam pendengaranku dan berilah aku cahaya dalam penglihatanku berilah aku cahaya dalam rambutku berilah aku cahaya di sebelah kanan dan kiriku di depan dan di
belakangku." (H.r. Muttafaq Alaih)
Maka, beliau adalah Nabi pembawa cahaya dan Rasul pembawa hidayat. Semoga Allah menjadikan kita sebagai orang-orang yang mengikuti petunjuk cahaya dan Sunnahnya. Amin.
Oleh : Dr. Yusuf Al-Qardhawi
Bahaya Mengkafirkan Seseorang
Setiap orang yang berikrar dan mengucapkan Syahadat telah dianggap Muslim. Hidup (jiwa) dan hartanya terlindung. Dalam hal ini tidak diharuskan (tidak perlu) meneliti batinnya.
Menghukumi (menganggap) seseorang bahwa dia kafir, hukumnya amat berbahaya dan akibat yang akan ditimbulkannya lebih berbahaya lagi, di antaranya ialah:
1. Bagi istrinya, dilarang berdiam bersama suaminya yang kafir, dan mereka harus dipisahkan. Seorang wanita Muslimat tidak sah menjadi istri orang kafir.
2. Bagi anak-anaknya, dilarang berdiam dibawah kekuasaannya, karena dikhawatirkan akan mempengaruhi mereka. Anak-anak tersebut adalah amanat dan tanggungjawab orangtua. Jika orang tuanya kafir, maka menjadi tanggungjawab ummat Islam.
3. Dia kehilangan haknya dari kewajiban-kewajiban masyarakat atau orang lain yang harus diterimanya, misalnya ditolong, dilindungi, diberi salam, bahkan dia harus dijauhi sebagai pelajaran.
4. Dia harus dihadapkan kemuka hakim, agar djatuhkan hukuman baginya, karena telah murtad.
5. Jika dia meninggal, tidak perlu diurusi, dimandikan, disalati, dikubur di pemakaman Islam, diwarisi dan tidak pula dapat mewarisi.
6. Jika dia meninggal dalam keadaan kufur, maka dia mendapat laknat dan akan jauh dari rahmat Allah. Dengan demikian dia akan kekal dalam neraka.
Demikianlah hukuman yang harus dijatuhkan bagi orang yang menamakan atau menganggap golongan tertentu atau seseorang sebagai orang kafir; itulah akibat yang harus ditanggungnya. Maka, sekali lagi amat berat dan berbahaya mengafirkan orang
yang bukan (belum jelas) kekafirannya.
Oleh : Dr. Yusuf Al-Qardhawi
Menghukumi (menganggap) seseorang bahwa dia kafir, hukumnya amat berbahaya dan akibat yang akan ditimbulkannya lebih berbahaya lagi, di antaranya ialah:
1. Bagi istrinya, dilarang berdiam bersama suaminya yang kafir, dan mereka harus dipisahkan. Seorang wanita Muslimat tidak sah menjadi istri orang kafir.
2. Bagi anak-anaknya, dilarang berdiam dibawah kekuasaannya, karena dikhawatirkan akan mempengaruhi mereka. Anak-anak tersebut adalah amanat dan tanggungjawab orangtua. Jika orang tuanya kafir, maka menjadi tanggungjawab ummat Islam.
3. Dia kehilangan haknya dari kewajiban-kewajiban masyarakat atau orang lain yang harus diterimanya, misalnya ditolong, dilindungi, diberi salam, bahkan dia harus dijauhi sebagai pelajaran.
4. Dia harus dihadapkan kemuka hakim, agar djatuhkan hukuman baginya, karena telah murtad.
5. Jika dia meninggal, tidak perlu diurusi, dimandikan, disalati, dikubur di pemakaman Islam, diwarisi dan tidak pula dapat mewarisi.
6. Jika dia meninggal dalam keadaan kufur, maka dia mendapat laknat dan akan jauh dari rahmat Allah. Dengan demikian dia akan kekal dalam neraka.
Demikianlah hukuman yang harus dijatuhkan bagi orang yang menamakan atau menganggap golongan tertentu atau seseorang sebagai orang kafir; itulah akibat yang harus ditanggungnya. Maka, sekali lagi amat berat dan berbahaya mengafirkan orang
yang bukan (belum jelas) kekafirannya.
Oleh : Dr. Yusuf Al-Qardhawi
Siapakah yang Layak Disebut Kafir?
Yang layak disebut kafir ialah orang yang dengan terang-terangan tanpa malu menentang dan memusuhi agama Islam, menganggap dirinya kafir dan bangga akan perbuatannya yang terkutuk.
Bukan orang-orang Islam yang tetap mengakui agamanya secara lahir, walaupun dalamnya buruk dan imannya lemah, tidak konsisten antara perbuatan dan ucapannya. Orang itu dalam Islam dinamakan "munafik" hukumnya.
Di dunia dia tetap dinamakan (termasuk) orang Islam, tetapi di akhirat tempatnya di neraka pada tingkat yang terbawah.
Di bawah ini kami kemukakan golongan (orang-orang) yang layak disebut kafir tanpa diragukan lagi, yaitu:
1. Golongan Komunis atau Atheis, yang percaya pada suatu falsafah dan undang-undang, yang bertentangan dengan syariat dan hukum-hukum Islam. Mereka itu musuh agama, terutama agama Islam. Mereka beranggapan bahwa agama adalah candu bagi masyarakat.
2. Orang-orang atau golongan dari paham yang menamakan dirinya sekular, yang menolak secara terang-terangan pada agama Allah dan memerangi siapa saja yang berdakwah dan mengajak masyarakat untuk kembali pada syariat dan hukum Allah.
3. Orang-orang dari aliran kebatinan, misalnya golongan Duruz, Nasyiriah, Ismailiah dan lain-lainnya. Kebanyakan dari mereka itu berada di Suriah dan sekitarnya.
Al-Imam Ghazali pernah berkata:
"Pada lahirnya mereka itu bersifat menolak dan batinnya kufur."
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah juga berkata:
"Mereka lebih kafir daripada orang-orang Yahudi dan Nasrani. Karena sebagian besar mereka ingkar pada landasan Islam."
Seperti halnya mereka yang baru muncul di masa itu, yaitu yang bernama Bahaiah, agama baru yang berdiri sendiri. Begitu juga golongan yang mendekatinya, yaitu Al-Qadiyaniah, yang beranggapan bahwa pemimpinnya adalah Nabi setelah Nabi
Muhammad saw.
Oleh : Dr. Yusuf Al-Qardhawi
Bukan orang-orang Islam yang tetap mengakui agamanya secara lahir, walaupun dalamnya buruk dan imannya lemah, tidak konsisten antara perbuatan dan ucapannya. Orang itu dalam Islam dinamakan "munafik" hukumnya.
Di dunia dia tetap dinamakan (termasuk) orang Islam, tetapi di akhirat tempatnya di neraka pada tingkat yang terbawah.
Di bawah ini kami kemukakan golongan (orang-orang) yang layak disebut kafir tanpa diragukan lagi, yaitu:
1. Golongan Komunis atau Atheis, yang percaya pada suatu falsafah dan undang-undang, yang bertentangan dengan syariat dan hukum-hukum Islam. Mereka itu musuh agama, terutama agama Islam. Mereka beranggapan bahwa agama adalah candu bagi masyarakat.
2. Orang-orang atau golongan dari paham yang menamakan dirinya sekular, yang menolak secara terang-terangan pada agama Allah dan memerangi siapa saja yang berdakwah dan mengajak masyarakat untuk kembali pada syariat dan hukum Allah.
3. Orang-orang dari aliran kebatinan, misalnya golongan Duruz, Nasyiriah, Ismailiah dan lain-lainnya. Kebanyakan dari mereka itu berada di Suriah dan sekitarnya.
Al-Imam Ghazali pernah berkata:
"Pada lahirnya mereka itu bersifat menolak dan batinnya kufur."
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah juga berkata:
"Mereka lebih kafir daripada orang-orang Yahudi dan Nasrani. Karena sebagian besar mereka ingkar pada landasan Islam."
Seperti halnya mereka yang baru muncul di masa itu, yaitu yang bernama Bahaiah, agama baru yang berdiri sendiri. Begitu juga golongan yang mendekatinya, yaitu Al-Qadiyaniah, yang beranggapan bahwa pemimpinnya adalah Nabi setelah Nabi
Muhammad saw.
Oleh : Dr. Yusuf Al-Qardhawi
Hal-Hal Yang Membatalkan Keislaman Seseorang
Setiap manusia, apabila telah mengucapkan dua kalimat Syahadat, maka dia menjadi orang Islam. Baginya wajib dan berlaku hukum-hukum Islam, yaitu beriman akan keadilan dan kesucian Islam. Wajib baginya menyerah dan mengamalkan hukum Islam yang jelas, yang ditetapkan oleh Al-Qur'an dan As-Sunnah.
Tidak ada pilihan baginya menerima atau meninggalkan sebagian. Dia harus menyerah pada semua hukum yang dihalalkan dan yang diharamkan, sebagaimana arti (maksud)
dari ayat di bawah ini:
"Dan tidaklah patut bagi laki-laki yang Mukmin dan tidak (pula) bagi wanita yang Mukmin, apabila Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan sesuatu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan (yang lain) tentang urusan mereka ..." (Q.s. Al-Ahzab: 36) .
Perlu diketahui bahwa ada diantara hukum-hukum Islam yang sudah jelas menjadi kewajiban-kewajiban, atau yang sudah jelas diharamkan (dilarang), dan hal itu sudah menjadi ketetapan yang tidak diragukan lagi, yang telah diketahui oleh ummat Islam pada umumnya. Yang demikian itu dinamakan oleh para ulama:
"Hukum-hukum agama yang sudah jelas diketahui."
Misalnya, kewajiban solat, puasa, zakat dan sebagainya. Hal itu termasuk rukun-rukun Islam. Ada yang diharamkan, misalnya, membunuh, zina, melakukan riba, minum khamar dan sebagainya.
Hal itu termasuk dalam dosa besar. Begitu juga hukum-hukum pernikahan, talak, waris dan qishash, semua itu termasuk perkara yang tidak diragukan lagi hukumnya.
Barangsiapa yang mengingkari sesuatu dari hukum-hukum tersebut, menganggap ringan atau mengolok-olok, maka dia menjadi kafir dan murtad. Sebab, hukum-hukum tersebut telah diterangkan dengan jelas oleh Al-Qur'an dan dikuatkan dengan hadis-hadis Nabi SAW yang shahih atau mutawatir, dan menjadi ijma' oleh ummat Muhammad SAW dari generasi ke generasi. Maka, barang siapa yang mendustakan hal ini, berarti mendustakan Al-Qur'an dan As-Sunnah.
Mendustakan (mengingkari) hal-hal tersebut dianggap kufur, kecuali bagi orang-orang yang baru masuk Islam (muallaf) dan jauh dari sumber informasi. Misalnya berdiam di hutan atau jauh dari kota dan masyarakat kaum Muslimin.
Setelah mengetahui ajaran agama Islam, maka berlaku hukum baginya.
Tidak ada pilihan baginya menerima atau meninggalkan sebagian. Dia harus menyerah pada semua hukum yang dihalalkan dan yang diharamkan, sebagaimana arti (maksud)
dari ayat di bawah ini:
"Dan tidaklah patut bagi laki-laki yang Mukmin dan tidak (pula) bagi wanita yang Mukmin, apabila Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan sesuatu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan (yang lain) tentang urusan mereka ..." (Q.s. Al-Ahzab: 36) .
Perlu diketahui bahwa ada diantara hukum-hukum Islam yang sudah jelas menjadi kewajiban-kewajiban, atau yang sudah jelas diharamkan (dilarang), dan hal itu sudah menjadi ketetapan yang tidak diragukan lagi, yang telah diketahui oleh ummat Islam pada umumnya. Yang demikian itu dinamakan oleh para ulama:
"Hukum-hukum agama yang sudah jelas diketahui."
Misalnya, kewajiban solat, puasa, zakat dan sebagainya. Hal itu termasuk rukun-rukun Islam. Ada yang diharamkan, misalnya, membunuh, zina, melakukan riba, minum khamar dan sebagainya.
Hal itu termasuk dalam dosa besar. Begitu juga hukum-hukum pernikahan, talak, waris dan qishash, semua itu termasuk perkara yang tidak diragukan lagi hukumnya.
Barangsiapa yang mengingkari sesuatu dari hukum-hukum tersebut, menganggap ringan atau mengolok-olok, maka dia menjadi kafir dan murtad. Sebab, hukum-hukum tersebut telah diterangkan dengan jelas oleh Al-Qur'an dan dikuatkan dengan hadis-hadis Nabi SAW yang shahih atau mutawatir, dan menjadi ijma' oleh ummat Muhammad SAW dari generasi ke generasi. Maka, barang siapa yang mendustakan hal ini, berarti mendustakan Al-Qur'an dan As-Sunnah.
Mendustakan (mengingkari) hal-hal tersebut dianggap kufur, kecuali bagi orang-orang yang baru masuk Islam (muallaf) dan jauh dari sumber informasi. Misalnya berdiam di hutan atau jauh dari kota dan masyarakat kaum Muslimin.
Setelah mengetahui ajaran agama Islam, maka berlaku hukum baginya.
Hukum Hudud dan Qisas
HUKUM HUDUD
Takrif jenayah adalah perbuatan atau perilaku yang jahat yang dilakukan oleh seseorang untuk mencerobohi atau mencabuli kehormatan jiwa atau tubuh badan seseorang yang lain dengan sengaja. Jenayah yang ditakrifkan demikian adalah khusus pada kesalahan-kesalahan bersabit dengan perlakuan seseorang
• membunuh, atau
• menghilangkan anggota tubuh badan, atau mencederakan atau melukakan
Seseorang yang lain, yang mana WAJIB dikenakan hukuman qishash (balasan setimpal atau setara) atau diyat (balasan gantirugi).
Sebaliknya, kesalahan-kesalahan yang melibatkan harta benda, akal fikiran, dan sebagainya adalah termasuk dalam kategori jenayah yang umum yang tertakluk di bawahnya semua kesalahan yang wajib dikenakan hukuman hudud, qishash, diyat, dan ta'zir.
Semua kesalahan-kesalahan yang dimaksudkan di atas hendaklah dikendalikan menurut keterangan atau dalil Quran dan hadits shahih.
Hukum hudud adalah hukuman yang telah ditentukan dan ditetapkan secara mutlak oleh Allah Ta'ala sebagaimana yang dijelaskan di dalam Al-Quran dan Hadits-hadits (shahih). Hukuman hudud adalah hak Allah Ta'ala yang tidak boleh ditukar ganti hukumannya dan tidak boleh pula diubahsuai dan dipinda.
Hukuman hudud tidak boleh dimaafkan oleh sesiapa pun - rujuk Al-Baqarah, ayat 229.
Kesalahan-kesalahan yang WAJIB dikenakan hukuman hudud ialah::
1) Murtad, iaitu orang yang keluar dari agama Islam, sama ada dengan perbuatan atau dengan perkataan, atau dengan i'tiqad kepercayaan.
2) Berzina - iaitu melakukan persetubuhan tanpa nikah yang sah mengikut hukum syara'.
3) Qazaf atau menuduh orang berzina, iaitu membuat tuduhan zina ke atas orang yang baik lagi suci atau menafikan keturunannya (seperti mengatakan anak zina dan sebagainya), DAN tuduhan itu tidak dapat dibuktikan dengan empat orang saksi.
4) Minum arak atau minuman yang memabukkan, sama ada sedikit atau banyak, mabuk atau tidak.
5) Mencuri, iaitu memindahkan secara bersembunyi harta dari jagaan atau milikan tuannya tanpa persetujuan tuannya dengan niat untuk menghilangkan harta itu dari jagaan atau milikan tuannya.
6) Merompak, iaitu keluar seseorang atau sekumpulan orang yang bertujuan untuk mengambil harta atau membunuh atau menakutkan dengan cara kekerasan.
7) Penderhaka (Bughat), iaitu segolongan umat Islam yang melawan atau menderhaka kepada Ulul Amr (pemerintah Islam) yang menjalankan syariah Islam dan hukum-hukum Allah.
HUKUM QISHASH
Hukuman Qishash adalah sama seperti hukuman hudud juga, iaitu hukuman yang telah ditentukan dan ditetapkan Allah hukumannya di dalam Al-Quran dan hadits yang WAJIB dikenakan ke atas penjenayah yang sabit kesalahannya.
Hukuman Qishash adalah hukuman balas ke atas kesalahan tertentu, iaitu membunuh dibalas dengan bunuh (nyawa dibalas dengan nyawa), melukakan dibalas dengan luka, mencederakan dibalas dengan mencederakan ke atas yang melakukan kesalahan sebagaimana yang dilakukannya sahaja.
Kesalahan-kesalahan yang WAJIB dikenakan hukuman qishash adalah seperti berikut::
1) Membunuh orang lain dengan sengaja.
2) Menghilangkan atau mencederakan salah satu anggota badan orang lain dengan sengaja.
3) Melukakan orang lain dengan sengaja.
Hukuman membunuh orang lain dengan sengaja adalah WAJIB dikenakan hukuman qishash ke atasnya (iaitu ke atas yang melakukan pembunuhan,) iaitu dengan dibalas bunuh. Dalilnya adalah ayat ke 128, Surah Al-Baqarah.
Hukuman menghilangkan atau mencederakan salah satu anggota badan orang yang lain, atau melukakannya, adalah WAJIB dibalas dengan hukuman qishash mengikut kadar kecederaan atau luka seseorang itu, dan juga mengikut jenis anggota yang dicederakan atau dilukakan tadi. Dalilnya adalah ayat ke-45, Surah Al-Maidah.
Takrif jenayah adalah perbuatan atau perilaku yang jahat yang dilakukan oleh seseorang untuk mencerobohi atau mencabuli kehormatan jiwa atau tubuh badan seseorang yang lain dengan sengaja. Jenayah yang ditakrifkan demikian adalah khusus pada kesalahan-kesalahan bersabit dengan perlakuan seseorang
• membunuh, atau
• menghilangkan anggota tubuh badan, atau mencederakan atau melukakan
Seseorang yang lain, yang mana WAJIB dikenakan hukuman qishash (balasan setimpal atau setara) atau diyat (balasan gantirugi).
Sebaliknya, kesalahan-kesalahan yang melibatkan harta benda, akal fikiran, dan sebagainya adalah termasuk dalam kategori jenayah yang umum yang tertakluk di bawahnya semua kesalahan yang wajib dikenakan hukuman hudud, qishash, diyat, dan ta'zir.
Semua kesalahan-kesalahan yang dimaksudkan di atas hendaklah dikendalikan menurut keterangan atau dalil Quran dan hadits shahih.
Hukum hudud adalah hukuman yang telah ditentukan dan ditetapkan secara mutlak oleh Allah Ta'ala sebagaimana yang dijelaskan di dalam Al-Quran dan Hadits-hadits (shahih). Hukuman hudud adalah hak Allah Ta'ala yang tidak boleh ditukar ganti hukumannya dan tidak boleh pula diubahsuai dan dipinda.
Hukuman hudud tidak boleh dimaafkan oleh sesiapa pun - rujuk Al-Baqarah, ayat 229.
Kesalahan-kesalahan yang WAJIB dikenakan hukuman hudud ialah::
1) Murtad, iaitu orang yang keluar dari agama Islam, sama ada dengan perbuatan atau dengan perkataan, atau dengan i'tiqad kepercayaan.
2) Berzina - iaitu melakukan persetubuhan tanpa nikah yang sah mengikut hukum syara'.
3) Qazaf atau menuduh orang berzina, iaitu membuat tuduhan zina ke atas orang yang baik lagi suci atau menafikan keturunannya (seperti mengatakan anak zina dan sebagainya), DAN tuduhan itu tidak dapat dibuktikan dengan empat orang saksi.
4) Minum arak atau minuman yang memabukkan, sama ada sedikit atau banyak, mabuk atau tidak.
5) Mencuri, iaitu memindahkan secara bersembunyi harta dari jagaan atau milikan tuannya tanpa persetujuan tuannya dengan niat untuk menghilangkan harta itu dari jagaan atau milikan tuannya.
6) Merompak, iaitu keluar seseorang atau sekumpulan orang yang bertujuan untuk mengambil harta atau membunuh atau menakutkan dengan cara kekerasan.
7) Penderhaka (Bughat), iaitu segolongan umat Islam yang melawan atau menderhaka kepada Ulul Amr (pemerintah Islam) yang menjalankan syariah Islam dan hukum-hukum Allah.
HUKUM QISHASH
Hukuman Qishash adalah sama seperti hukuman hudud juga, iaitu hukuman yang telah ditentukan dan ditetapkan Allah hukumannya di dalam Al-Quran dan hadits yang WAJIB dikenakan ke atas penjenayah yang sabit kesalahannya.
Hukuman Qishash adalah hukuman balas ke atas kesalahan tertentu, iaitu membunuh dibalas dengan bunuh (nyawa dibalas dengan nyawa), melukakan dibalas dengan luka, mencederakan dibalas dengan mencederakan ke atas yang melakukan kesalahan sebagaimana yang dilakukannya sahaja.
Kesalahan-kesalahan yang WAJIB dikenakan hukuman qishash adalah seperti berikut::
1) Membunuh orang lain dengan sengaja.
2) Menghilangkan atau mencederakan salah satu anggota badan orang lain dengan sengaja.
3) Melukakan orang lain dengan sengaja.
Hukuman membunuh orang lain dengan sengaja adalah WAJIB dikenakan hukuman qishash ke atasnya (iaitu ke atas yang melakukan pembunuhan,) iaitu dengan dibalas bunuh. Dalilnya adalah ayat ke 128, Surah Al-Baqarah.
Hukuman menghilangkan atau mencederakan salah satu anggota badan orang yang lain, atau melukakannya, adalah WAJIB dibalas dengan hukuman qishash mengikut kadar kecederaan atau luka seseorang itu, dan juga mengikut jenis anggota yang dicederakan atau dilukakan tadi. Dalilnya adalah ayat ke-45, Surah Al-Maidah.
Bahaya Fitnah
SATU sikap yang merosakkan persaudaraan dan perpaduan umat Islam ialah `suka membawa mulut', mereka-reka serta menambah cerita buruk, malah melaga-lagakan orang se hingga kisah yang pendek menjadi panjang.
Ia juga disebut menabur fitnah atau `namimah' iaitu men ceritakan keburukan orang di khalayak ramai dengan tujuan menimbulkan kebencian dan permusuhan terhadapnya.
Kesan daripada perbuatan itu bukan hanya merugikan seorang dua, malah menyebabkan hilangnya perasaan kasih sayang, hormat dan kepercayaan di kalangan masyarakat, sehingga runtuh segala sendi kebahagiaan hidup berma syarakat.
Sikap seperti itu sangat tercela. Ia satu daripada perbuatan dosa besar yang akan mendapat ancaman seksa amat berat di hari pembalasan kelak.
Antara faktor yang menimbulkan fitnah ialah dorongan perasaan iri hati atau dengki terhadap orang lain, ditambah kekurangan iman dan tiada kefahaman mengenai larangan dan kemurkaan Allah, malah hati dan jiwa seseorang yang kotor, lemah tahap pemikirannya dan sukar menerima kebenaran.
"Adapun orang yang berpenyakit dalam hati mereka, maka surah itu menambahkan kekotoran pada kekotoran yang sedia ada pada mereka; dan mereka mati, sedang mereka berkeadaan kafir." (at-Taubah:125)
Faktor lain yang mendesak seseorang melakukan fitnah kepada saudaranya ialah kerana ingin mendapatkan kuasa, pengaruh serta kepercayaan orang terhadap diri dan dak waannya, malah ingin menunjukkan dirinya seorang yang lebih baik daripada saudaranya itu.
Islam menasihati umatnya agar melindungi rahsia sau daranya, bukan sengaja mencari kelemahan dan membuka aibnya kepada khalayak, kerana dengan tindakan itu boleh menjatuhkan maruahnya.
Rasulullah s.a.w menegaskan, menyelidiki rahsia dan mem fitnah orang lain yang baik, termasuk ciri orang munafik yang mengaku beriman dengan lidahnya, sedangkan hatinya benci. Mereka di hari kiamat akan dibebani dengan dosa besar di depan Allah.
Hari ini medan menabur fitnah terlalu banyak. Dengan perkembangan teknologi, semakin mudah pula mengadakan berita palsu, fitnah dan segala celaan, dengan cepat tersebar ke seluruh ceruk rantau.
Cukup dengan memasukkannya ke dalam Internet atau blog, semudah itulah manusia berbuat dosa dan semudah itu juga umat Islam boleh bersatu dan berpecah belah.
Bagi Muslim sepatutnya perlu bertanggungjawab atas apa yang ditulis, diucap dan disebar, bukannya menulis, bercakap dan menyebarkan berita mengikut sesedap hati tanpa di selidiki, kerana semua itu akan ditanya Allah.
"Dan janganlah kamu mengikut apa yang kamu tidak ketahui; sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya akan ditanya apa yang dilakukan." (al-Isra:36)
Orang yang menyebarkan fitnah nanti di dalam kubur akan diseksa Allah. Perkara ini dapat dibuktikan melalui kisah yang diceritakan Rasulullah s.a.w.
Suatu ketika Rasulullah s.a.w melalui dua kubur lalu baginda bersabda, maksudnya: "Sesungguhnya penghuni dua kubur ini diseksa. Keduanya tidak diseksa kerana dosa besar. Adapun seorang daripadanya tidak bersuci daripada ken cingnya dan yang satu lagi suka memfitnah.
Kemudian Rasulullah s.a.w mengambil pelepah kurma yang basah dan memotong dua, lalu dipacakkan pada kedua-dua kubur terbabit sambil berdoa: "Semoga Allah meringankan seksaan atas keduanya."
Allah tidak membenarkan perkara keji, berita palsu ber kembang dalam masyarakat Islam, lebih-lebih lagi jika ia membabitkan kehormatan dan maruah seseorang.
Orang yang suka mengadu domba tidak akan masuk syurga, sebagaimana sabda Rasulullah s.a.w yang bermaksud: "Tidak masuk syurga orang yang suka mengadu domba."
Sebagai Muslim, sepatutnya masing-masing menghayati pengertian terhadap `Islam' yang dianuti dan dijadikan cara hidup, iaitu kesejahteraan.
Agama kesejahteraan bukan hanya menjamin kesejahteraan kepada diri sendiri, malah ia juga memberikan kesejahteraan kepada orang lain, dengan tidak mengata terhadap saudara seagama, tidak menyakiti mereka dan tidak mencabuli hak mereka.
Perbuatan menabur fitnah sebenarnya lebih kejam daripada membunuh, kerana kesan kerosakannya lebih teruk. Jika dengan membunuh, walaupun ia tetap salah, tetapi mang sanya mungkin seorang, tetapi dengan fitnah mungkin mengakibatkan ramai orang dan kesannya berentetan sehingga bertahun-tahun.
Pada zaman nabi dulu pernah berlaku peristiwa fitnah, sebagaimana dialami isteri baginda, Saidatina Aisyah r.a. Beliau dituduh melakukan perbuatan keji dengan Safwan bin al-Ma'athal selepas perang umat Islam dengan Bani Mush thalaq pada tahun kelima hijrah.
Akibat kejadian itu, lebih sebulan Aisyah sakit dan di asingkan Rasulullah sehingga turun ayat yang menegaskan kesucian beliau.
"Sesungguhnya orang yang membawa berita dusta itu golongan daripada kalangan kamu; jangan kamu menyangka (berita yang dusta) itu buruk bagi kamu bahkan ia baik bagi kamu. Tiap-tiap seorang antara mereka akan beroleh hu kuman sepadan dengan kesalahan dilakukannya itu, dan orang yang mengambil bahagian besar dalam menyiarkannya di antara mereka, akan beroleh seksa yang besar (di dunia dan di akhirat).
"Sepatutnya semasa kamu mendengar tuduhan itu, orang yang beriman lelaki dan perempuan, menaruh baik sangka kepada diri mereka sendiri, dan sepatutnya mereka berkata: Ini ialah tuduhan dusta yang nyata.
"Sepatutnya mereka (yang menuduh) membawa empat orang saksi membuktikan tuduhan itu. Oleh kerana mereka tidak mendatangkan empat saksi itu, maka mereka itu pada sisi hukum Allah adalah orang yang dusta.
"Dan kalaulah tidak kerana adanya limpah kurnia Allah dan rahmat-Nya kepada kamu, di dunia dan di akhirat, tentulah kamu dikenakan azab seksa yang besar disebabkan kamu turut campur dalam berita palsu itu.
"Iaitu semasa kamu bertanya atau menceritakan berita dusta itu dengan lidah kamu dan memperkatakan dengan mulut kamu akan sesuatu yang kamu tidak mempunyai penge tahuan mengenainya; dan kamu pula menyangka perkara kecil, pada hal ia pada sisi hukum Allah adalah perkara yang besar dosanya.
"Dan sepatutnya semasa kamu mendengarnya, kamu segera berkata: Tidakkah layak bagi kami memperkatakan hal ini! Maha Suci Engkau (ya Allah dari mencemarkan nama baik ahli rumah Rasulullah)! Ini adalah satu dusta besar yang mencengangkan.
"Allah memberi pengajaran kepada kamu, supaya kamu tidak mengulangi perbuatan yang sedemikian ini lamanya, jika betul kamu orang yang beriman.
"Dan Allah menjelaskan kepada kamu ayat-ayat keterangan (hukum-hukum-Nya); kerana Allah Maha Mengetahui, lagi Maha Bijaksana.
"Sesungguhnya orang yang suka menghebah tuduhan yang buruk di kalangan orang yang beriman, bagi mereka azab yang tidak terperi sakitnya di dunia dan di akhirat; dan (ingatlah) Allah mengetahui (segala perkara) sedang kamu tidak mengetahui.
"Dan kalaulah tidak kerana adanya limpah kurnia Allah dan rahmat-Nya kepada kamu, dan sesungguhnya Allah amat melimpah belas kasihan-Nya." (an-Nur: 11-20)
Melalui keterangan itu jelas kepada umat Islam, apabila menerima sesuatu berita hendaklah terlebih dulu diselidiki, lebih-lebih lagi berita yang menyentuh kehormatan se seorang, kerana mungkin dengan penyelidikan itu dapat mengetahui lebih jelas perkara terbabit, sama ada benar atau palsu.
"Wahai orang yang beriman! Jika datang kepada kamu seorang yang fasik membawa sesuatu berita, maka selidikilah kebenarannya, supaya kamu tidak menimpakan suatu mu sibah kepada kaum dengan sebab kejahilan kamu sehingga menjadikan kamu menyesali apa yang kamu lakukan." (al-Hujuraat:6)
Ia juga disebut menabur fitnah atau `namimah' iaitu men ceritakan keburukan orang di khalayak ramai dengan tujuan menimbulkan kebencian dan permusuhan terhadapnya.
Kesan daripada perbuatan itu bukan hanya merugikan seorang dua, malah menyebabkan hilangnya perasaan kasih sayang, hormat dan kepercayaan di kalangan masyarakat, sehingga runtuh segala sendi kebahagiaan hidup berma syarakat.
Sikap seperti itu sangat tercela. Ia satu daripada perbuatan dosa besar yang akan mendapat ancaman seksa amat berat di hari pembalasan kelak.
Antara faktor yang menimbulkan fitnah ialah dorongan perasaan iri hati atau dengki terhadap orang lain, ditambah kekurangan iman dan tiada kefahaman mengenai larangan dan kemurkaan Allah, malah hati dan jiwa seseorang yang kotor, lemah tahap pemikirannya dan sukar menerima kebenaran.
"Adapun orang yang berpenyakit dalam hati mereka, maka surah itu menambahkan kekotoran pada kekotoran yang sedia ada pada mereka; dan mereka mati, sedang mereka berkeadaan kafir." (at-Taubah:125)
Faktor lain yang mendesak seseorang melakukan fitnah kepada saudaranya ialah kerana ingin mendapatkan kuasa, pengaruh serta kepercayaan orang terhadap diri dan dak waannya, malah ingin menunjukkan dirinya seorang yang lebih baik daripada saudaranya itu.
Islam menasihati umatnya agar melindungi rahsia sau daranya, bukan sengaja mencari kelemahan dan membuka aibnya kepada khalayak, kerana dengan tindakan itu boleh menjatuhkan maruahnya.
Rasulullah s.a.w menegaskan, menyelidiki rahsia dan mem fitnah orang lain yang baik, termasuk ciri orang munafik yang mengaku beriman dengan lidahnya, sedangkan hatinya benci. Mereka di hari kiamat akan dibebani dengan dosa besar di depan Allah.
Hari ini medan menabur fitnah terlalu banyak. Dengan perkembangan teknologi, semakin mudah pula mengadakan berita palsu, fitnah dan segala celaan, dengan cepat tersebar ke seluruh ceruk rantau.
Cukup dengan memasukkannya ke dalam Internet atau blog, semudah itulah manusia berbuat dosa dan semudah itu juga umat Islam boleh bersatu dan berpecah belah.
Bagi Muslim sepatutnya perlu bertanggungjawab atas apa yang ditulis, diucap dan disebar, bukannya menulis, bercakap dan menyebarkan berita mengikut sesedap hati tanpa di selidiki, kerana semua itu akan ditanya Allah.
"Dan janganlah kamu mengikut apa yang kamu tidak ketahui; sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya akan ditanya apa yang dilakukan." (al-Isra:36)
Orang yang menyebarkan fitnah nanti di dalam kubur akan diseksa Allah. Perkara ini dapat dibuktikan melalui kisah yang diceritakan Rasulullah s.a.w.
Suatu ketika Rasulullah s.a.w melalui dua kubur lalu baginda bersabda, maksudnya: "Sesungguhnya penghuni dua kubur ini diseksa. Keduanya tidak diseksa kerana dosa besar. Adapun seorang daripadanya tidak bersuci daripada ken cingnya dan yang satu lagi suka memfitnah.
Kemudian Rasulullah s.a.w mengambil pelepah kurma yang basah dan memotong dua, lalu dipacakkan pada kedua-dua kubur terbabit sambil berdoa: "Semoga Allah meringankan seksaan atas keduanya."
Allah tidak membenarkan perkara keji, berita palsu ber kembang dalam masyarakat Islam, lebih-lebih lagi jika ia membabitkan kehormatan dan maruah seseorang.
Orang yang suka mengadu domba tidak akan masuk syurga, sebagaimana sabda Rasulullah s.a.w yang bermaksud: "Tidak masuk syurga orang yang suka mengadu domba."
Sebagai Muslim, sepatutnya masing-masing menghayati pengertian terhadap `Islam' yang dianuti dan dijadikan cara hidup, iaitu kesejahteraan.
Agama kesejahteraan bukan hanya menjamin kesejahteraan kepada diri sendiri, malah ia juga memberikan kesejahteraan kepada orang lain, dengan tidak mengata terhadap saudara seagama, tidak menyakiti mereka dan tidak mencabuli hak mereka.
Perbuatan menabur fitnah sebenarnya lebih kejam daripada membunuh, kerana kesan kerosakannya lebih teruk. Jika dengan membunuh, walaupun ia tetap salah, tetapi mang sanya mungkin seorang, tetapi dengan fitnah mungkin mengakibatkan ramai orang dan kesannya berentetan sehingga bertahun-tahun.
Pada zaman nabi dulu pernah berlaku peristiwa fitnah, sebagaimana dialami isteri baginda, Saidatina Aisyah r.a. Beliau dituduh melakukan perbuatan keji dengan Safwan bin al-Ma'athal selepas perang umat Islam dengan Bani Mush thalaq pada tahun kelima hijrah.
Akibat kejadian itu, lebih sebulan Aisyah sakit dan di asingkan Rasulullah sehingga turun ayat yang menegaskan kesucian beliau.
"Sesungguhnya orang yang membawa berita dusta itu golongan daripada kalangan kamu; jangan kamu menyangka (berita yang dusta) itu buruk bagi kamu bahkan ia baik bagi kamu. Tiap-tiap seorang antara mereka akan beroleh hu kuman sepadan dengan kesalahan dilakukannya itu, dan orang yang mengambil bahagian besar dalam menyiarkannya di antara mereka, akan beroleh seksa yang besar (di dunia dan di akhirat).
"Sepatutnya semasa kamu mendengar tuduhan itu, orang yang beriman lelaki dan perempuan, menaruh baik sangka kepada diri mereka sendiri, dan sepatutnya mereka berkata: Ini ialah tuduhan dusta yang nyata.
"Sepatutnya mereka (yang menuduh) membawa empat orang saksi membuktikan tuduhan itu. Oleh kerana mereka tidak mendatangkan empat saksi itu, maka mereka itu pada sisi hukum Allah adalah orang yang dusta.
"Dan kalaulah tidak kerana adanya limpah kurnia Allah dan rahmat-Nya kepada kamu, di dunia dan di akhirat, tentulah kamu dikenakan azab seksa yang besar disebabkan kamu turut campur dalam berita palsu itu.
"Iaitu semasa kamu bertanya atau menceritakan berita dusta itu dengan lidah kamu dan memperkatakan dengan mulut kamu akan sesuatu yang kamu tidak mempunyai penge tahuan mengenainya; dan kamu pula menyangka perkara kecil, pada hal ia pada sisi hukum Allah adalah perkara yang besar dosanya.
"Dan sepatutnya semasa kamu mendengarnya, kamu segera berkata: Tidakkah layak bagi kami memperkatakan hal ini! Maha Suci Engkau (ya Allah dari mencemarkan nama baik ahli rumah Rasulullah)! Ini adalah satu dusta besar yang mencengangkan.
"Allah memberi pengajaran kepada kamu, supaya kamu tidak mengulangi perbuatan yang sedemikian ini lamanya, jika betul kamu orang yang beriman.
"Dan Allah menjelaskan kepada kamu ayat-ayat keterangan (hukum-hukum-Nya); kerana Allah Maha Mengetahui, lagi Maha Bijaksana.
"Sesungguhnya orang yang suka menghebah tuduhan yang buruk di kalangan orang yang beriman, bagi mereka azab yang tidak terperi sakitnya di dunia dan di akhirat; dan (ingatlah) Allah mengetahui (segala perkara) sedang kamu tidak mengetahui.
"Dan kalaulah tidak kerana adanya limpah kurnia Allah dan rahmat-Nya kepada kamu, dan sesungguhnya Allah amat melimpah belas kasihan-Nya." (an-Nur: 11-20)
Melalui keterangan itu jelas kepada umat Islam, apabila menerima sesuatu berita hendaklah terlebih dulu diselidiki, lebih-lebih lagi berita yang menyentuh kehormatan se seorang, kerana mungkin dengan penyelidikan itu dapat mengetahui lebih jelas perkara terbabit, sama ada benar atau palsu.
"Wahai orang yang beriman! Jika datang kepada kamu seorang yang fasik membawa sesuatu berita, maka selidikilah kebenarannya, supaya kamu tidak menimpakan suatu mu sibah kepada kaum dengan sebab kejahilan kamu sehingga menjadikan kamu menyesali apa yang kamu lakukan." (al-Hujuraat:6)
Jangan Tertipu Kehidupan Dunia
DAN tidak (dinamakan) kehidupan dunia melainkan permainan yang sia-sia dan hiburan yang melalaikan; dan demi sesungguhnya negeri akhirat itu lebih baik bagi orang yang bertakwa. Oleh itu, tidakkah kamu mahu berfikir? (al-An'aam: 32)
HURAIANA: yat ini menjelaskan nilai kehidupan dunia hanyalah satu permainan yang sia-sia dan hiburan yang melalaikan. Ia bukan kebahagian yang hakiki. Sebagai seorang muslim kita perlu sedar bahawa dunia ini adalah medan untuk beramal ibadah yang hasilnya diperoleh di akhirat kelak. Bertepatan dengan tujuan kita dijadikan oleh Allah SWT ialah untuk mengabdikan diri kepada-Nya.
Justeru jangan sekali-kali kita leka dengan kehidupan dunia sehingga sanggup mengabaikan perintah Allah dan melakukan perbuatan yang dilarang.
Ayat ini juga menggambarkan salah satu ciri orang yang bertakwa iaitu mengutamakan kehidupan akhirat yang berupa ganjaran syurga daripada tenggelam dengan keseronokan dunia yang bersifat sementara, sia-sia dan melalaikan.
Hakikatnya dunia adalah jambatan menuju kehidupan yang abadi di akhirat. Amatlah rugi mereka yang mengejar habuan dunia, asyik dengan permainan hiburan dan maksiat sehingga lupa antara halal atau haram, yang disuruh dan yang dilarang.
Mereka yang ingin meningkatkan ketakwaan kepada Allah perlulah mengawal diri agar tidak dilalaikan dengan keseronokan kehidupan dunia. Segala nikmat yang diperoleh semasa hidup wajar digunakan ke arah memperbanyakkan amal-amal kebajikan dan pengabdian kepada Allah. Kita perlu ingat bahawa habuan dunia hanyalah wasilah mencapai kebahagiaan yang hakiki dalam kehidupan akhirat yang abadi.
KESIMPULANKeseronokan dunia adalah sesuatu yang sia-sia dan melalaikan segala nikmat kehidupan dunia perlulah menjurus kepada pengabdian yang mutlak kepada Allah. Orang yang lebih takwa lebih mengutamakan kehidupan akhirat yang abadi daripada digadaikan kepada keseronokan dunia yang bersifat sementara, sia-sia dan melalaikan. Sesungguhnya kehidupan dunia adalah jambatan dan wasilah bagi mencapai kebahagiaan yang kekal abadi di akhirat.
HURAIANA: yat ini menjelaskan nilai kehidupan dunia hanyalah satu permainan yang sia-sia dan hiburan yang melalaikan. Ia bukan kebahagian yang hakiki. Sebagai seorang muslim kita perlu sedar bahawa dunia ini adalah medan untuk beramal ibadah yang hasilnya diperoleh di akhirat kelak. Bertepatan dengan tujuan kita dijadikan oleh Allah SWT ialah untuk mengabdikan diri kepada-Nya.
Justeru jangan sekali-kali kita leka dengan kehidupan dunia sehingga sanggup mengabaikan perintah Allah dan melakukan perbuatan yang dilarang.
Ayat ini juga menggambarkan salah satu ciri orang yang bertakwa iaitu mengutamakan kehidupan akhirat yang berupa ganjaran syurga daripada tenggelam dengan keseronokan dunia yang bersifat sementara, sia-sia dan melalaikan.
Hakikatnya dunia adalah jambatan menuju kehidupan yang abadi di akhirat. Amatlah rugi mereka yang mengejar habuan dunia, asyik dengan permainan hiburan dan maksiat sehingga lupa antara halal atau haram, yang disuruh dan yang dilarang.
Mereka yang ingin meningkatkan ketakwaan kepada Allah perlulah mengawal diri agar tidak dilalaikan dengan keseronokan kehidupan dunia. Segala nikmat yang diperoleh semasa hidup wajar digunakan ke arah memperbanyakkan amal-amal kebajikan dan pengabdian kepada Allah. Kita perlu ingat bahawa habuan dunia hanyalah wasilah mencapai kebahagiaan yang hakiki dalam kehidupan akhirat yang abadi.
KESIMPULANKeseronokan dunia adalah sesuatu yang sia-sia dan melalaikan segala nikmat kehidupan dunia perlulah menjurus kepada pengabdian yang mutlak kepada Allah. Orang yang lebih takwa lebih mengutamakan kehidupan akhirat yang abadi daripada digadaikan kepada keseronokan dunia yang bersifat sementara, sia-sia dan melalaikan. Sesungguhnya kehidupan dunia adalah jambatan dan wasilah bagi mencapai kebahagiaan yang kekal abadi di akhirat.
Langgan:
Catatan (Atom)