Ada sebuah kisah dalam Alkitab Kristen yang sangat aneh dan sulit diterima oleh hati nurani setiap orang yang mengaku bermoral dan beriman. Kisah ini mengenai nabi Lut yang dikabarkan menerima tamu dirumahnya, namun tamu tersebut di ingini oleh umatnya dan ingin di nodai. Anda ingin tahu apa yang dilakukan nabi Lut menurut Alkitab Kristen? Silahkan baca posting pendek ini.
Hakim 19:
22 Tetapi sementara mereka menggembirakan hatinya, datanglah orang-orang kota itu, orang-orang dursila, mengepung rumah itu. Mereka menggedor-gedor pintu sambil berkata kepada orang tua, pemilik rumah itu: “Bawalah ke luar orang yang datang ke rumahmu itu, supaya kami pakai dia.”
23 Lalu keluarlah pemilik rumah itu menemui mereka dan berkata kepada mereka: “Tidak, saudara-saudaraku, janganlah kiranya berbuat jahat; karena orang ini telah masuk ke rumahku, janganlah kamu berbuat noda.
24 Tetapi ada anakku perempuan, yang masih perawan, dan juga gundik orang itu, baiklah kubawa keduanya ke luar; perkosalah mereka dan perbuatlah dengan mereka apa yang kamu pandang baik, tetapi terhadap orang ini janganlah kamu berbuat noda.”
Cerita diatas tidak lumrah dan menjijikan. Bayangkan jika ada preman-preman datang kerumah anda, kemudian di suruh memperkosa anak perempuan anda? Aneh bin ajaib. Memang lucu-lucu cerita dalam bible ini. Salah satunya yang satu ini.
Dan yang lebih aneh lagi Tuhannya Kristen tidak melarang tindakan Lot itu. Atau minimal menegurnya, namun Alkitab menyetujui tindakan pemerkosaan itu. Mungkin dimata Alkitab anak perempuan memang tidak ada harganya, yang bisa diperlakukan semaunya, dan mereka tidak ubahnya bagai properti. Bahkan di izinkan untuk menjual anak perempuan sebagai budak, seperti ayat berikut:
Keluaran 21:7 Apabila ada seorang menjual anaknya yang perempuan sebagai budak, maka perempuan itu tidak boleh keluar seperti cara budak-budak lelaki keluar.
Ngejual anak perempuan jadi budak? Wah bisa diintrogasi KomNas HAM! Namun bagi Alkitab Kristen itu hal yang diperbolehkan. Dari posting ini maka sangat aneh jika umat Kristen menyatakan bahwa agama mereka mengangkat derajat kaum wanita.
Rabu, April 30, 2008
Kata Alkitab Yesus Manusia Terkutuk Tapi Disembah Kristen
Orang yang tergantung pada kayu salib pastilah orang terkutuk.
Kitab Ulangan:
21:22 “Apabila seseorang berbuat dosa yang sepadan dengan hukuman mati, lalu ia dihukum mati, kemudian kaugantung dia pada sebuah tiang,
21:23 maka janganlah mayatnya dibiarkan semalam-malaman pada tiang itu, tetapi haruslah engkau menguburkan dia pada hari itu juga, sebab seorang yang digantung terkutuk oleh Allah; janganlah engkau menajiskan tanah yang diberikan TUHAN, Allahmu, kepadamu menjadi milik pusakamu.”
Lucunya dimana? Orang yang tergantung pada kayu salib yang diduga bernama Yesus, benar-benar dipuja dan dianggap Tuhan oleh orang Kristen, padahal ia adalah orang terkutuk menurut Kitab Ulangan (katanya sih firman Tuhan).
Penyimpangan Kristen ini tidaklah terlalu mengherankan, karena berdasarkan doktrin dari sang pendiri Kristen, yang mengangkat dirinya sendiri sebagai rasul Tuhan, Paulus Tarsus, berikut ini.
Kitab Galatia:
3:13 Kristus telah menebus kita dari kutuk hukum Taurat dengan jalan menjadi kutuk karena kita, sebab ada tertulis: “Terkutuklah orang yang digantung pada kayu salib!”
Orang yang terkutuk di mata Tuhan, ketika doktrin Paulus Tarsus tersebut ditelan bulat-bulat oleh orang Kristen, bisa menjadi orang yang paling mulia dan bahkan bisa menjadi Tuhan segala. Lucu kan?
http://gereja.phpbb24.com/
Kitab Ulangan:
21:22 “Apabila seseorang berbuat dosa yang sepadan dengan hukuman mati, lalu ia dihukum mati, kemudian kaugantung dia pada sebuah tiang,
21:23 maka janganlah mayatnya dibiarkan semalam-malaman pada tiang itu, tetapi haruslah engkau menguburkan dia pada hari itu juga, sebab seorang yang digantung terkutuk oleh Allah; janganlah engkau menajiskan tanah yang diberikan TUHAN, Allahmu, kepadamu menjadi milik pusakamu.”
Lucunya dimana? Orang yang tergantung pada kayu salib yang diduga bernama Yesus, benar-benar dipuja dan dianggap Tuhan oleh orang Kristen, padahal ia adalah orang terkutuk menurut Kitab Ulangan (katanya sih firman Tuhan).
Penyimpangan Kristen ini tidaklah terlalu mengherankan, karena berdasarkan doktrin dari sang pendiri Kristen, yang mengangkat dirinya sendiri sebagai rasul Tuhan, Paulus Tarsus, berikut ini.
Kitab Galatia:
3:13 Kristus telah menebus kita dari kutuk hukum Taurat dengan jalan menjadi kutuk karena kita, sebab ada tertulis: “Terkutuklah orang yang digantung pada kayu salib!”
Orang yang terkutuk di mata Tuhan, ketika doktrin Paulus Tarsus tersebut ditelan bulat-bulat oleh orang Kristen, bisa menjadi orang yang paling mulia dan bahkan bisa menjadi Tuhan segala. Lucu kan?
http://gereja.phpbb24.com/
Jika Yesus Adalah Ciptaan, Bagaimana Mungkin Ia Tuhan?
Kita semua tahu Tuhan adalah abadi. Jika seseorang bertanya kepadamu,”Mungkinkah Tuhan menciptakan Tuhan?” jawabnya tentu tidak! Dikarenakan Tuhan adalah abadi bukan ciptaan. Maka bagaimana pula Tuhan yang abadi diciptakan? Ini tidak masuk akal. Jika kita membaca Alkitab kita melihat bahwa Yesus diciptakan. Jika ia diciptakan maka ia bukan Pencipta, oleh karenanya ia bukanlah Tuhan.
Roma 9:29
Dan seperti yang dikatakan Yesaya sebelumnya: “Seandainya Tuhan semesta alam tidak meninggalkan pada kita keturunan, kita sudah menjadi seperti Sodom dan sama seperti Gomora.”
Kolose 1:15
15 Ia adalah gambar Allah yang tidak kelihatan, yang sulung, lebih utama dari segala yang diciptakan,
wahyu 3:14
“Dan tuliskanlah kepada malaikat jemaat di Laodikia: Inilah firman dari Amin, Saksi yang setia dan benar, permulaan dari ciptaan Allah:
Bagaiman bisa Yesus sebagai ciptaan awal dan mula dari penciptaan jika ia adalah Sang Maha Pencipta?
Didalam Perjanjian Baru, Kisah Rasul 13:33 sebagai kutipan yangt tepat yang ditujukan dari nubuatan dalam Perjanjian Baru (Mazmur)
Mazmur 2:7
Aku mau menceritakan tentang ketetapan TUHAN; Ia berkata kepadaku: “Anak-Ku engkau! Engkau telah Kuperanakkan pada hari ini.(Juga lihat K.Rasul 13:33)
Penulis Perjanjian Baru menyatakan bahwa ayat tersebut menunjuk kepada Yesus. Namun lihat baik. Tuhan berkata: “Anak-Ku engkau! Engkau telah Kuperanakkan pada hari ini. Oleh karenanya, Yesus bukan Anak Tuhan Yang Abadi/Kekal, hal ini menginggalkan kepada kesimpulan yang tak terbantahkan bahwa Yesus bukanlah Tuhan.
Roma 9:29
Dan seperti yang dikatakan Yesaya sebelumnya: “Seandainya Tuhan semesta alam tidak meninggalkan pada kita keturunan, kita sudah menjadi seperti Sodom dan sama seperti Gomora.”
Kolose 1:15
15 Ia adalah gambar Allah yang tidak kelihatan, yang sulung, lebih utama dari segala yang diciptakan,
wahyu 3:14
“Dan tuliskanlah kepada malaikat jemaat di Laodikia: Inilah firman dari Amin, Saksi yang setia dan benar, permulaan dari ciptaan Allah:
Bagaiman bisa Yesus sebagai ciptaan awal dan mula dari penciptaan jika ia adalah Sang Maha Pencipta?
Didalam Perjanjian Baru, Kisah Rasul 13:33 sebagai kutipan yangt tepat yang ditujukan dari nubuatan dalam Perjanjian Baru (Mazmur)
Mazmur 2:7
Aku mau menceritakan tentang ketetapan TUHAN; Ia berkata kepadaku: “Anak-Ku engkau! Engkau telah Kuperanakkan pada hari ini.(Juga lihat K.Rasul 13:33)
Penulis Perjanjian Baru menyatakan bahwa ayat tersebut menunjuk kepada Yesus. Namun lihat baik. Tuhan berkata: “Anak-Ku engkau! Engkau telah Kuperanakkan pada hari ini. Oleh karenanya, Yesus bukan Anak Tuhan Yang Abadi/Kekal, hal ini menginggalkan kepada kesimpulan yang tak terbantahkan bahwa Yesus bukanlah Tuhan.
Bukti Tuhan itu ESA bukan TRINITY - dipetik dari Al-Kitab (Bible)
Sebagaiman diajarkan Tauhid Nabi Musa;
Engkau diberi melihatnya untuk mengetahui, bahwa Tuhanlah Allah, tidak ada yang lain kecuali Dia ( Ulangan 4: 35 )
Dengarlah, hai orang Israel: TUHAN itu Allah kita, TUHAN itu esa!
( Ulangan 6 : 4 )
Lihatlah sekarang, bahwa Aku, Akulah Dia. Tidak ada Allah kecuali Aku. Akulah yang mematikan dan yang menghidupkan, Aku telah meremukkan, tetapi Akulah yang menyembuhkan, dan seorangpun tidak ada yang dapat melepaskan dari tangan-Ku ( Ulangan 32 : 39 )
Sebagaimana diajarkan tauhid Nabi Daud;
Sebab itu Engkau besar, ya Tuhan ALLAH, sebab tidak ada yang sama seperti Engkau dan tidak ada Allah selain Engkau menurut segala yang kami tangkap dengan telinga kami. ( II Samuel 7: 22 )
Di antara segala dewa-dewa tiadalah yang seperti Engkau, ya Tuhan! dan sesuatupun tiada yang dapat disamakan dengan perbuatan-Mu
( Mazmur 86:
Sebagaimana diajarkan tauhid Nabi Sulaiman;
lalu berkata: “Ya TUHAN, Allah Israel! Tidak ada Allah seperti Engkau di langit di atas dan di bumi di bawah; Engkau yang memelihara perjanjian dan kasih setia kepada hamba-hamba-Mu yang dengan segenap hatinya hidup di hadapan-Mu ( 1 Raja-raja 8 : 23 )
Sebagaimana diajarkan tauhid Nabi Yesaya;
“Kamu inilah saksi-saksi-Ku,” demikianlah firman TUHAN, “dan hamba-Ku yang telah Kupilih, supaya kamu tahu dan percaya kepada-Ku dan mengerti, bahwa Aku tetap Dia. Sebelum Aku tidak ada Allah dibentuk, dan sesudah Aku tidak akan ada lagi.( Yesaya 43:10 )
Aku, Akulah TUHAN dan tidak ada juruselamat selain dari pada-Ku
( Yesaya 43:11 )
Beginilah firman TUHAN, Raja dan Penebus Israel, TUHAN semesta alam: “Akulah yang terdahulu dan Akulah yang terkemudian; tidak ada Allah selain dari pada-Ku ( Yesaya 44:6 )
Akulah TUHAN dan tidak ada yang lain; kecuali Aku tidak ada Allah. Aku telah mempersenjatai engkau, sekalipun engkau tidak mengenal Aku,supaya orang tahu dari terbitnya matahari sampai terbenamnya, bahwa tidak ada yang lain di luar Aku. Akulah TUHAN dan tidak ada yang lain ( Yesaya 45:5-6 )
Ingatlah hal-hal yang dahulu dari sejak purbakala, bahwasanya Akulah Allah dan tidak ada yang lain, Akulah Allah dan tidak ada yang seperti Aku ( Yesaya 46:9 )
Sebagaimana diajarkab tauhid Yesus;Jawab Yesus: “Hukum yang terutama ialah: Dengarlah, hai orang Israel, Tuhan Allah kita, Tuhan itu esa ( Markus 12:29 )
Engkau diberi melihatnya untuk mengetahui, bahwa Tuhanlah Allah, tidak ada yang lain kecuali Dia ( Ulangan 4: 35 )
Dengarlah, hai orang Israel: TUHAN itu Allah kita, TUHAN itu esa!
( Ulangan 6 : 4 )
Lihatlah sekarang, bahwa Aku, Akulah Dia. Tidak ada Allah kecuali Aku. Akulah yang mematikan dan yang menghidupkan, Aku telah meremukkan, tetapi Akulah yang menyembuhkan, dan seorangpun tidak ada yang dapat melepaskan dari tangan-Ku ( Ulangan 32 : 39 )
Sebagaimana diajarkan tauhid Nabi Daud;
Sebab itu Engkau besar, ya Tuhan ALLAH, sebab tidak ada yang sama seperti Engkau dan tidak ada Allah selain Engkau menurut segala yang kami tangkap dengan telinga kami. ( II Samuel 7: 22 )
Di antara segala dewa-dewa tiadalah yang seperti Engkau, ya Tuhan! dan sesuatupun tiada yang dapat disamakan dengan perbuatan-Mu
( Mazmur 86:
Sebagaimana diajarkan tauhid Nabi Sulaiman;
lalu berkata: “Ya TUHAN, Allah Israel! Tidak ada Allah seperti Engkau di langit di atas dan di bumi di bawah; Engkau yang memelihara perjanjian dan kasih setia kepada hamba-hamba-Mu yang dengan segenap hatinya hidup di hadapan-Mu ( 1 Raja-raja 8 : 23 )
Sebagaimana diajarkan tauhid Nabi Yesaya;
“Kamu inilah saksi-saksi-Ku,” demikianlah firman TUHAN, “dan hamba-Ku yang telah Kupilih, supaya kamu tahu dan percaya kepada-Ku dan mengerti, bahwa Aku tetap Dia. Sebelum Aku tidak ada Allah dibentuk, dan sesudah Aku tidak akan ada lagi.( Yesaya 43:10 )
Aku, Akulah TUHAN dan tidak ada juruselamat selain dari pada-Ku
( Yesaya 43:11 )
Beginilah firman TUHAN, Raja dan Penebus Israel, TUHAN semesta alam: “Akulah yang terdahulu dan Akulah yang terkemudian; tidak ada Allah selain dari pada-Ku ( Yesaya 44:6 )
Akulah TUHAN dan tidak ada yang lain; kecuali Aku tidak ada Allah. Aku telah mempersenjatai engkau, sekalipun engkau tidak mengenal Aku,supaya orang tahu dari terbitnya matahari sampai terbenamnya, bahwa tidak ada yang lain di luar Aku. Akulah TUHAN dan tidak ada yang lain ( Yesaya 45:5-6 )
Ingatlah hal-hal yang dahulu dari sejak purbakala, bahwasanya Akulah Allah dan tidak ada yang lain, Akulah Allah dan tidak ada yang seperti Aku ( Yesaya 46:9 )
Sebagaimana diajarkab tauhid Yesus;Jawab Yesus: “Hukum yang terutama ialah: Dengarlah, hai orang Israel, Tuhan Allah kita, Tuhan itu esa ( Markus 12:29 )
Nabi SAW Meninggalkan Sesuatu Perbuatan Tidak Semestinya Perbuatan Tersebut Haram @ Makruh
Ramai di kalangan muta’akhir ini bersikap keras kepala (mutanatthi’in) dan menyemempitkan pemikiran mereka (mutazammittin). Lantaran yang mengambil pendekatan melampau dalam mengharamkan atau mencela sesuatu yang ditinggalkan Nabi SAW dan para Salafus Soleh. Walaupun mereka ketiadaan hujjah, atau tiada Hadith mahupun Athar yang melarang sesuatu amalan yang ditinggalkan itu. Samada larangan tersebut berstatus Haram atau Makruh.
Apa jua yang ditinggalkan oleh Nabi SAW mempunyai banyak alasan-alasan yang tidak pun bertujuan pengharamannya. Bahkan kekadang ia menjustifikasikan hukum yang harus untuk dilakukan. Keterangan ini boleh difahami berdasarkan beberapa faktor:
[1] ADAT (al-Urf) : Nabi SAW tidak memakan dhabb yang dibawa kepadanya kerana ia tidak ditemui di tempatnya. Namun Baginda SAW tidak melarangnya apabila ditanya. Dua hukum boleh diambil dari peristiwa ini:
a) Peninggalan sesuatu walaupun setelah Baginda SAW dimaklumkan, bukanlah menunjukkan ianya diharamkan;
b) Walaupun sesuatu itu jijik pada pandangan Baginda SAW, namun ia tidak dipandang jijik oleh sebahagian sahabat Baginda SAW. Dan situasi ini tidak semestinya membawa kepada pengharamannya;
[2] LUPA (al-Nisyan) : Nabi SAW pernah terlupa dalam Solatnya dan meninggalkan sesuatu, lalu ditanya: “Adakah sesuatu perubahan pada Solat?” Maka jawab Baginda SAW: “Sesungguhnya aku manusia biasa, aku lupa sepertimana kamu lupa, jika aku lupa peringatkanlah daku.”
[3] TAKUT DIFARDHUKAN: Baginda SAW meninggalkan Solat Terawih berjemaah apabila para sahabat berkumpul untuk mengerjakannya bersama-sama Baginda SAW. Baginda SAW meninggalkan amalan tersebut dikhuatiri amalan berkenaan dianggap wajib oleh umatnya.
[4] TIDAK PERNAH TERLINTAS: Baginda SAW meninggalkan sesuatu kerana tidak pernah terfikir atau terlintas akan kepentingan hal itu. Contohnya, Nabi SAW pada awalnya berkhutbah di atas batang kurma, tidak pernah terlintas di fikiran Baginda untuk menggunakan kerusi/mimbar ketika berkhutbah, dan apabila diajukan cadangan untuk membina mimbar agar Baginda berkhutbah di atasnya, Baginda bersetuju kerana ia lebih berkesan. Dalam kes yang lain, dicadangkan kepada Baginda SAW agar dibuatkan tempat duduk khas untuk Baginda SAW agar rombongan asing mengetahui bahawa itulah Rasulullah SAW. Maka Rasulullah SAW bersetuju dengan cadangan mereka itu walaupun Baginda sendiri tidak pernah terfikir tentangnya;
[5] TERMASUK DALAM PERINTAH UMUM: Ada suatu perkara yang ditinggalkan oleh Rasulullah SAW disebabkan perkara berkenaan sudah termasuk dalam perintah Am ayat-ayat al-Qur’an dan al-Hadith, yang menganjurkan melakukan pelbagai amalan-amalan baik ((perlakulah olehmu semua akan kebaikan, moga-moga kamu beroleh kejayaan)). Termasuklah sepertimana Baginda meninggalkan Solat Dhuha, dan amalan-amalan sunat lain yang banyak.
[6] MENINGGALKAN KERANA KHUATIR HATI PARA SAHABAT BELUM TEGUH : Nabi SAW pernah berkata kepada Sayyidatina ‘Aisyah RA bahawa: “Jikalau tidak kerana kaummu ini baru sahaja meninggalkan kekufuran, nescaya aku robohkan Kaabah ini dan bangunkan kembali atas asas Nabi Ibrahim AS”.
Tindakan Nabi SAW untuk “tidak meruntuhkan Kaabah dan tidak membangunkannya kembali” adalah demi menjaga hati-hati para Sahabatnya dari kalangan ahli Makkah. Justeru, apabila tidak ada Hadith atau Athar yang jelas terhadap sesuatu yang ditinggalkan Nabi SAW maka hukumnya tidak menjadi Haram atau Makruh.
Peninggalan Tidak Bermaksud Haram
Peninggalan semata-mata tanpa ada Nas atau kaedah yang jelas menyatakan peninggalan itu diharamkan tidak boleh dijadikan hujjah (bahawa peninggalan itu kerana pengharamannya) Hanya beralasankan sesuatu amalan itu ditinggalkan oleh Baginda SAW. Oleh itu, tidak memadai untuk dihukumkan sesuatu amalan yang ditinggalkan Nabi SAW itu Haram, sebaliknya sesuatu yang didakwa haram itu perlu didatangkan dalil jelas. Di mana dalil tersebut ‘benar-benar’ berfungsi menunjukkan bahawa peninggalan itu kerana pengharamannya. –Petikan dari Kitab al-Radd al-Muhkam al-Matin
Oleh : Shaykh al-Muhaddith Abdullah bin al-Siddiq al-Ghumari
Apa jua yang ditinggalkan oleh Nabi SAW mempunyai banyak alasan-alasan yang tidak pun bertujuan pengharamannya. Bahkan kekadang ia menjustifikasikan hukum yang harus untuk dilakukan. Keterangan ini boleh difahami berdasarkan beberapa faktor:
[1] ADAT (al-Urf) : Nabi SAW tidak memakan dhabb yang dibawa kepadanya kerana ia tidak ditemui di tempatnya. Namun Baginda SAW tidak melarangnya apabila ditanya. Dua hukum boleh diambil dari peristiwa ini:
a) Peninggalan sesuatu walaupun setelah Baginda SAW dimaklumkan, bukanlah menunjukkan ianya diharamkan;
b) Walaupun sesuatu itu jijik pada pandangan Baginda SAW, namun ia tidak dipandang jijik oleh sebahagian sahabat Baginda SAW. Dan situasi ini tidak semestinya membawa kepada pengharamannya;
[2] LUPA (al-Nisyan) : Nabi SAW pernah terlupa dalam Solatnya dan meninggalkan sesuatu, lalu ditanya: “Adakah sesuatu perubahan pada Solat?” Maka jawab Baginda SAW: “Sesungguhnya aku manusia biasa, aku lupa sepertimana kamu lupa, jika aku lupa peringatkanlah daku.”
[3] TAKUT DIFARDHUKAN: Baginda SAW meninggalkan Solat Terawih berjemaah apabila para sahabat berkumpul untuk mengerjakannya bersama-sama Baginda SAW. Baginda SAW meninggalkan amalan tersebut dikhuatiri amalan berkenaan dianggap wajib oleh umatnya.
[4] TIDAK PERNAH TERLINTAS: Baginda SAW meninggalkan sesuatu kerana tidak pernah terfikir atau terlintas akan kepentingan hal itu. Contohnya, Nabi SAW pada awalnya berkhutbah di atas batang kurma, tidak pernah terlintas di fikiran Baginda untuk menggunakan kerusi/mimbar ketika berkhutbah, dan apabila diajukan cadangan untuk membina mimbar agar Baginda berkhutbah di atasnya, Baginda bersetuju kerana ia lebih berkesan. Dalam kes yang lain, dicadangkan kepada Baginda SAW agar dibuatkan tempat duduk khas untuk Baginda SAW agar rombongan asing mengetahui bahawa itulah Rasulullah SAW. Maka Rasulullah SAW bersetuju dengan cadangan mereka itu walaupun Baginda sendiri tidak pernah terfikir tentangnya;
[5] TERMASUK DALAM PERINTAH UMUM: Ada suatu perkara yang ditinggalkan oleh Rasulullah SAW disebabkan perkara berkenaan sudah termasuk dalam perintah Am ayat-ayat al-Qur’an dan al-Hadith, yang menganjurkan melakukan pelbagai amalan-amalan baik ((perlakulah olehmu semua akan kebaikan, moga-moga kamu beroleh kejayaan)). Termasuklah sepertimana Baginda meninggalkan Solat Dhuha, dan amalan-amalan sunat lain yang banyak.
[6] MENINGGALKAN KERANA KHUATIR HATI PARA SAHABAT BELUM TEGUH : Nabi SAW pernah berkata kepada Sayyidatina ‘Aisyah RA bahawa: “Jikalau tidak kerana kaummu ini baru sahaja meninggalkan kekufuran, nescaya aku robohkan Kaabah ini dan bangunkan kembali atas asas Nabi Ibrahim AS”.
Tindakan Nabi SAW untuk “tidak meruntuhkan Kaabah dan tidak membangunkannya kembali” adalah demi menjaga hati-hati para Sahabatnya dari kalangan ahli Makkah. Justeru, apabila tidak ada Hadith atau Athar yang jelas terhadap sesuatu yang ditinggalkan Nabi SAW maka hukumnya tidak menjadi Haram atau Makruh.
Peninggalan Tidak Bermaksud Haram
Peninggalan semata-mata tanpa ada Nas atau kaedah yang jelas menyatakan peninggalan itu diharamkan tidak boleh dijadikan hujjah (bahawa peninggalan itu kerana pengharamannya) Hanya beralasankan sesuatu amalan itu ditinggalkan oleh Baginda SAW. Oleh itu, tidak memadai untuk dihukumkan sesuatu amalan yang ditinggalkan Nabi SAW itu Haram, sebaliknya sesuatu yang didakwa haram itu perlu didatangkan dalil jelas. Di mana dalil tersebut ‘benar-benar’ berfungsi menunjukkan bahawa peninggalan itu kerana pengharamannya. –Petikan dari Kitab al-Radd al-Muhkam al-Matin
Oleh : Shaykh al-Muhaddith Abdullah bin al-Siddiq al-Ghumari
Awasi Dakyah Paderi
HUJAH KELIRU PADERI
Bagi menegakkan benang yang basah. Paderi Lawrence mendakwa, “Bible bahasa Melayu menggunakan Allah untuk God dan ‘Tuhan’ untuk Lord.” Sebenarnya dakwaan ini tidak benar sama sekali. Paderi Lawrence dan Herman Sastri bukan arif dan pakar bahasa. Mereka berdua tidak perlu mengajar Melayu Muslim tentang istilah dan kepenggunaan bahasa yang betul dalam bahasa Melayu?
Sebenarnya, Bahasa Melayu memahami istilah Tuhan merujuk kepada God bukannya Lord. Dalam kes ini, Syed Ali Tawfik (Ketua Pengarah IKIM) mengulas : “Orang Melayu faham bahawa apabila istilah Arab iIah digunakan, ia merujuk kepada istilah Inggeris God dan istilah Melayu Tuhan. Apabila istilah Arab Rabb digunakan, ia merujuk kepada istilah Inggeris ‘Lord’.
Oleh yang demikian, apabila kalimah syahadah diterjemahkan dalam bahasa Melayu, bunyinya Tiada Tuhan melainkan Allah, yang diterjemahkan dalam bahasa Inggeris sebagai There is no God but/except Allah. Sekiranya istilah God diterjemahkan sebagai Allah, maka terjemahan tersebut akan berbunyi Tiada Allah melainkan Allah (”There is no Allah but Allah”). Terjemahan seperti ini tidak pernah berlaku dalam sejarah bahasa orang Melayu.
Ia dilihat satu kontradiksi dengan realiti semasa. Bahkan mengundang kebuntuan dalam memahami agama.
Kesimpulannya, jelas kepada kita bahawa Paderi Lawrence sengaja menggunakan rangkai kata bahasa Melayu tetapi tidak merujuk kepada disiplin bahasa melayu itu sendiri.
Apabila dikhuatiri penggunaan bahasa janggalnya itu dipertikai, beliau mula berpindah ke penggunaan ‘bahasa Malaysia’ dalam terbitan mingguan katholik mereka. Kononnya ia digunakan untuk memenuhi keperluan “ramai penganut Katolik yang bertutur dalam bahasa Malaysia” di negara ini. Langkah ini memanifestasikan kenyataan bahawa beliau sendiri yang mencipta kekeliruan bahasa untuk memerangkap bangsa.
Akhirnya beliau berselindung di sebalik keputusan Jemaah Menteri yang memutuskan bahawa bahasa Melayu dirujuk sebagai ‘Bahasa Malaysia’. Bagi saya, ini adalah satu propaganda dalam menjadikan bahasa sebagai medium terbaru dakwah mereka ke atas Melayu Muslim kita. Apakah golongan kristian sudah ketandusan idea dan miskin bahasa?
DAKWAAN SUMBANG
Paderi Lawrence juga mendakwa, “Kami mengikut Bible,” mengenai penggunaan istilah ‘Allah’ bila merujuk kepada istilah ‘God’. Apakah itu benar? Apakah beliau betul-betul menggunakan Bible sebagai sumber rujukannya? Terjemahan atau versi Bible mana yang beliau rujuk? Rujuk Bible ke buku bahasa Melayu sekolah rendah?
Sebenarnya dalam Last Testament @ New Testament perkataan Tuhan diistilahkan dengan Yahweh, Yehovah, Eloah, El, Elohim dan lain-lain lagi. Penganut Kristian tentu lebih arif tentang nama-nama Tuhan mereka. Justeru, apakah motifnya untuk dipergunakan kalimah Allah dalam kitab Suci dan di gereja mereka. Bukan setakat melayu muslim sahaja keliru. Penganut Kristian katholik pun dikhuatiri keliru dan binggung akibat kenyataan Paderi Lawrence yang membengongkan itu. Jelasnya, beliau tidak merujuk Bible. Tetapi sekadar bermain api bahasa sahaja.
LAFAZ ALLAH DALAM BAHASA ARAB :
Perlu disedari bahawa Islam menggunakan lafaz Allah adalah nama khas. Sedangkan lafaz ‘Tuhan’ (’God’) adalah istilah umum boleh dikongsi antara kepercayaan. Dan Hanya Islam bersifat eksklusif. Keekslusifan Islam terasing dalam perkongsian tadi.
Penggunaan Lafaz Allah dalam Islam menunjukkan keEsaan, objek tumpuan (al-Somad) kemuliaan teragung (Jal al-Jalaluh), Pencipta (al-Khaleq) dan Pemerintah Alam Semesta (Rabb ‘Alamin).
Justeru, istilah Allah hanya sah untuk Tuhan yang Sebenar iaitu Allah. Istilah inilah yang dibawa Para Anbiya’. Ini kerana semua mereka menyeru kepada Islam. Cuma matang dan lengkapnya Islam di zaman Nabi Kita Muhammad SAW.
Manakala mengikut ajaran Kristian, tidak ada nama khas Tuhan dalam Bible. Oleh kerana nama khas Tuhan tidak disebut dalam Bible, berlakulah suatu kekaburan mengenai siapa yang disembah samada Lord (di syurga), God (Jesus-menunggu wahyu) atau Roh Kudus (turun ke bumi).
Kita sedia maklum, konsep Ketuhanan Kristen boleh dipecah-belah. Tiga dalam Satu. Semacam ramuan syampu atau kopi tertentu. Cumanya cabang fahaman berbeza. Kristian Unitarian percaya Bapa ialah Tuhan sebenar. Jesus dan Roh Kudus adalah lebih rendah darinya.
Kristian Trinitarian pula percaya Bapa, Roh Kudus dan Jesus adalah Tuhan Sebenar. Tiga Peribadi dalam Satu Peribadi. Tapi boleh dipecah-belah dengan 3 watak berbeza.
Walau bgaimanapun, mereka tidak mengistilahkan Tuhan Bapa @ Tiga Peribadi Satu Peribadi itu adalah ALLAH.
Sedangkan di dalam Islam adalah jelas. Tuhan Sebenar adalah Allah sahaja. Dialah yang Esa yang tidak boleh dipecah-belah. Jika fahaman ini dipersamakan (antara Allah dgn Tuhan yang lain) ia menjustifikasikan fahaman Islam Liberal. Iaitu fahaman yang menganggap Satu Tuhan Untuk Semua Agama. Nau’zubillah min zalik.
PENELITIAN :
Lebih lanjut mari kita meneliti secara mendalam apa yang dinyatakan dalam al-Quran mengenai siapa Tuhan? menerusi versi terjemahan Inggeris oleh Abdullah Yusuf Ali : Surah al-Ikhlas : “Allah benar wujud, Yang Maha Esa, Yang Maha Tunggal; Yang Maha Kekal Diperlukan, sunyi dari sebarang keperluan; kepada-Nya bergantung semua perkara, kepada-Nya kembali semua benda; Dia tidak beranak, berbapa atau berpasangan. Bagi-Nya tiada suatu pun tara. (Lihat Abdullah Yusuf Ali, The Meaning of the Holy Qur’an, Brentwood, Maryland: Amana Corporation.)
Kalimah Allah tidak mungkin difahami sebagai memiliki anak atau bapa kerana itu akan memasukkan sifat benda bernyawa dalam kefahaman kita mengenai-Nya; sifat-sifat dan hakikat-Nya tunggal tersendiri tidak ada tara-Nya (ringkasan kepada catatan no. 6296, Abdullah Yusuf Ali, The Meaning of the Holy Qur’an, Brentwood, Maryland: Amana Corporation, 1991, ms. 1714).
Oleh itu, jelaslah bahawa bahagian akhir penerangan tafsir berkenaan, Al-Qur’an secara jelas menyanggah konsep Tuhan Tiga-Bersatu (Trinity) oleh Bible. Jika wujud percanggahan kenapa hendak dipergunakan juga kalimah Allah?.
Jika ada yang mendakwa nama khas Tuhan adalah Lord, kenapa istilah Lord diterjemahkan dengan ‘Tuhan Bapa’. Buktinya :
“…biarlah dunia percaya yang BAPA telah mengutus aku (Jesus).”(Yohanes,17:21)
“Namun akan hari (terjadi)nya (kiamat) atau ketikanya itu tidak diketahui oleh seorang jua pun, baik segala malaikat yang di syurga pun tidak, anak (Jesus) itu pun tidak, HANYALAH BAPA SAHAJA.”(Markus 13: 32)
Justeru, Jika ada yang mendakwa nama khas Jesus ialah ALLAH, kenapa tidak diterjemahkan sedari dulu lagi JESUS ALLAH. Sebaliknya dipergunakan TUHAN JESUS. Ternyata, mereka cuba merencanakan sesuatu yang tidak berfakta dan tidak masuk dek akal.
Bagi menegakkan benang yang basah. Paderi Lawrence mendakwa, “Bible bahasa Melayu menggunakan Allah untuk God dan ‘Tuhan’ untuk Lord.” Sebenarnya dakwaan ini tidak benar sama sekali. Paderi Lawrence dan Herman Sastri bukan arif dan pakar bahasa. Mereka berdua tidak perlu mengajar Melayu Muslim tentang istilah dan kepenggunaan bahasa yang betul dalam bahasa Melayu?
Sebenarnya, Bahasa Melayu memahami istilah Tuhan merujuk kepada God bukannya Lord. Dalam kes ini, Syed Ali Tawfik (Ketua Pengarah IKIM) mengulas : “Orang Melayu faham bahawa apabila istilah Arab iIah digunakan, ia merujuk kepada istilah Inggeris God dan istilah Melayu Tuhan. Apabila istilah Arab Rabb digunakan, ia merujuk kepada istilah Inggeris ‘Lord’.
Oleh yang demikian, apabila kalimah syahadah diterjemahkan dalam bahasa Melayu, bunyinya Tiada Tuhan melainkan Allah, yang diterjemahkan dalam bahasa Inggeris sebagai There is no God but/except Allah. Sekiranya istilah God diterjemahkan sebagai Allah, maka terjemahan tersebut akan berbunyi Tiada Allah melainkan Allah (”There is no Allah but Allah”). Terjemahan seperti ini tidak pernah berlaku dalam sejarah bahasa orang Melayu.
Ia dilihat satu kontradiksi dengan realiti semasa. Bahkan mengundang kebuntuan dalam memahami agama.
Kesimpulannya, jelas kepada kita bahawa Paderi Lawrence sengaja menggunakan rangkai kata bahasa Melayu tetapi tidak merujuk kepada disiplin bahasa melayu itu sendiri.
Apabila dikhuatiri penggunaan bahasa janggalnya itu dipertikai, beliau mula berpindah ke penggunaan ‘bahasa Malaysia’ dalam terbitan mingguan katholik mereka. Kononnya ia digunakan untuk memenuhi keperluan “ramai penganut Katolik yang bertutur dalam bahasa Malaysia” di negara ini. Langkah ini memanifestasikan kenyataan bahawa beliau sendiri yang mencipta kekeliruan bahasa untuk memerangkap bangsa.
Akhirnya beliau berselindung di sebalik keputusan Jemaah Menteri yang memutuskan bahawa bahasa Melayu dirujuk sebagai ‘Bahasa Malaysia’. Bagi saya, ini adalah satu propaganda dalam menjadikan bahasa sebagai medium terbaru dakwah mereka ke atas Melayu Muslim kita. Apakah golongan kristian sudah ketandusan idea dan miskin bahasa?
DAKWAAN SUMBANG
Paderi Lawrence juga mendakwa, “Kami mengikut Bible,” mengenai penggunaan istilah ‘Allah’ bila merujuk kepada istilah ‘God’. Apakah itu benar? Apakah beliau betul-betul menggunakan Bible sebagai sumber rujukannya? Terjemahan atau versi Bible mana yang beliau rujuk? Rujuk Bible ke buku bahasa Melayu sekolah rendah?
Sebenarnya dalam Last Testament @ New Testament perkataan Tuhan diistilahkan dengan Yahweh, Yehovah, Eloah, El, Elohim dan lain-lain lagi. Penganut Kristian tentu lebih arif tentang nama-nama Tuhan mereka. Justeru, apakah motifnya untuk dipergunakan kalimah Allah dalam kitab Suci dan di gereja mereka. Bukan setakat melayu muslim sahaja keliru. Penganut Kristian katholik pun dikhuatiri keliru dan binggung akibat kenyataan Paderi Lawrence yang membengongkan itu. Jelasnya, beliau tidak merujuk Bible. Tetapi sekadar bermain api bahasa sahaja.
LAFAZ ALLAH DALAM BAHASA ARAB :
Perlu disedari bahawa Islam menggunakan lafaz Allah adalah nama khas. Sedangkan lafaz ‘Tuhan’ (’God’) adalah istilah umum boleh dikongsi antara kepercayaan. Dan Hanya Islam bersifat eksklusif. Keekslusifan Islam terasing dalam perkongsian tadi.
Penggunaan Lafaz Allah dalam Islam menunjukkan keEsaan, objek tumpuan (al-Somad) kemuliaan teragung (Jal al-Jalaluh), Pencipta (al-Khaleq) dan Pemerintah Alam Semesta (Rabb ‘Alamin).
Justeru, istilah Allah hanya sah untuk Tuhan yang Sebenar iaitu Allah. Istilah inilah yang dibawa Para Anbiya’. Ini kerana semua mereka menyeru kepada Islam. Cuma matang dan lengkapnya Islam di zaman Nabi Kita Muhammad SAW.
Manakala mengikut ajaran Kristian, tidak ada nama khas Tuhan dalam Bible. Oleh kerana nama khas Tuhan tidak disebut dalam Bible, berlakulah suatu kekaburan mengenai siapa yang disembah samada Lord (di syurga), God (Jesus-menunggu wahyu) atau Roh Kudus (turun ke bumi).
Kita sedia maklum, konsep Ketuhanan Kristen boleh dipecah-belah. Tiga dalam Satu. Semacam ramuan syampu atau kopi tertentu. Cumanya cabang fahaman berbeza. Kristian Unitarian percaya Bapa ialah Tuhan sebenar. Jesus dan Roh Kudus adalah lebih rendah darinya.
Kristian Trinitarian pula percaya Bapa, Roh Kudus dan Jesus adalah Tuhan Sebenar. Tiga Peribadi dalam Satu Peribadi. Tapi boleh dipecah-belah dengan 3 watak berbeza.
Walau bgaimanapun, mereka tidak mengistilahkan Tuhan Bapa @ Tiga Peribadi Satu Peribadi itu adalah ALLAH.
Sedangkan di dalam Islam adalah jelas. Tuhan Sebenar adalah Allah sahaja. Dialah yang Esa yang tidak boleh dipecah-belah. Jika fahaman ini dipersamakan (antara Allah dgn Tuhan yang lain) ia menjustifikasikan fahaman Islam Liberal. Iaitu fahaman yang menganggap Satu Tuhan Untuk Semua Agama. Nau’zubillah min zalik.
PENELITIAN :
Lebih lanjut mari kita meneliti secara mendalam apa yang dinyatakan dalam al-Quran mengenai siapa Tuhan? menerusi versi terjemahan Inggeris oleh Abdullah Yusuf Ali : Surah al-Ikhlas : “Allah benar wujud, Yang Maha Esa, Yang Maha Tunggal; Yang Maha Kekal Diperlukan, sunyi dari sebarang keperluan; kepada-Nya bergantung semua perkara, kepada-Nya kembali semua benda; Dia tidak beranak, berbapa atau berpasangan. Bagi-Nya tiada suatu pun tara. (Lihat Abdullah Yusuf Ali, The Meaning of the Holy Qur’an, Brentwood, Maryland: Amana Corporation.)
Kalimah Allah tidak mungkin difahami sebagai memiliki anak atau bapa kerana itu akan memasukkan sifat benda bernyawa dalam kefahaman kita mengenai-Nya; sifat-sifat dan hakikat-Nya tunggal tersendiri tidak ada tara-Nya (ringkasan kepada catatan no. 6296, Abdullah Yusuf Ali, The Meaning of the Holy Qur’an, Brentwood, Maryland: Amana Corporation, 1991, ms. 1714).
Oleh itu, jelaslah bahawa bahagian akhir penerangan tafsir berkenaan, Al-Qur’an secara jelas menyanggah konsep Tuhan Tiga-Bersatu (Trinity) oleh Bible. Jika wujud percanggahan kenapa hendak dipergunakan juga kalimah Allah?.
Jika ada yang mendakwa nama khas Tuhan adalah Lord, kenapa istilah Lord diterjemahkan dengan ‘Tuhan Bapa’. Buktinya :
“…biarlah dunia percaya yang BAPA telah mengutus aku (Jesus).”(Yohanes,17:21)
“Namun akan hari (terjadi)nya (kiamat) atau ketikanya itu tidak diketahui oleh seorang jua pun, baik segala malaikat yang di syurga pun tidak, anak (Jesus) itu pun tidak, HANYALAH BAPA SAHAJA.”(Markus 13: 32)
Justeru, Jika ada yang mendakwa nama khas Jesus ialah ALLAH, kenapa tidak diterjemahkan sedari dulu lagi JESUS ALLAH. Sebaliknya dipergunakan TUHAN JESUS. Ternyata, mereka cuba merencanakan sesuatu yang tidak berfakta dan tidak masuk dek akal.
Sejarah Al-Quran
Apakah itu al-Quran.
· "Quran" menurut pendapat yang paling kuat seperti yang dikemukakan Dr. Subhi Al Salih bererti "bacaan", asal kata qara’a. Kata Al Qur’an itu berbentuk masdar dengan arti isim maf’ul yaitu maqru’ (dibaca).
· Di dalam Al Qur’an sendiri ada pemakaian kata "Qur’an" dalam arti demikian sebagal tersebut dalam ayat 17, 18 surah (75) Al Qiyaamah:
Artinya:
· ‘Sesungguhnya mengumpulkan Al Qur’an (didalam dadamu) dan (menetapkan) bacaannya (pada lidahmu) itu adalah tanggunggan kami. kerana itu jika kami telah membacakannya, hendaklah kamu ikut bacaannya". Kemudian dipakai kata "Qur’an" itu untuk Al Quran yang dikenal sekarang ini.
Adapun definisi Al Qur’an ialah: "Kalam Allah s.w.t. yang merupakan mukjizat yang diturunkan (diwahyukan) kepada Nabi Muhammad dan yang ditulis di mushaf dan diriwayatkan dengan mutawatir serta membacanya adalah ibadah"
Dengan definisi ini, kalam Allah yang diturunkan kepada nabi-nabi selain Nabi Muhammad s.a.w. tidak dinamakan Al Qur’an seperti Taurat yang diturunkan kepada Nabi Musa a.s. atau Injil yang diturun kepada Nabi Isa a.s. Dengan demikian pula Kalam Allah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad s.a.w yang membacanya tidak dianggap sebagai ibadah, seperti Hadis Qudsi, tidak pula dinamakan Al Qur’an.
Bagaimanakah al-Quran itu diwahyukan.
Nabi Muhammad s.a.w. dalam hal menerima wahyu mengalami bermacam-macam cara dan keadaan. di antaranya:
1, Malaikat memasukkan wahyu itu ke dalam hatinya. Dalam hal ini Nabi s.a.w. tidak melihat sesuatu apapun, hanya beliau merasa bahwa itu sudah berada saja dalam kalbunya. Mengenai hal ini Nabi mengatakan: "Ruhul qudus mewahyukan ke dalam kalbuku", (lihat surah (42) Asy Syuura ayat (51).
2. Malaikat menampakkan dirinya kepada Nabi berupa seorang laki-laki yang mengucapkan kata-kata kepadanya sehingga beliau mengetahui dan hafal benar akan kata-kata itu.
3. Wahyu datang kepadanya seperti gemerincingnya loceng. Cara inilah yang amat berat dirasakan oleh Nabi. Kadang-kadang pada keningnya berpancaran keringat, meskipun turunnya wahyu itu di musim dingin yang sangat. Kadang-kadang unta beliau terpaksa berhenti dan duduk karena merasa amat berat, bila wahyu itu turun ketika beliau sedang mengendarai unta. Diriwayatkan oleh Zaid bin Tsabit: "Aku adalah penulis wahyu yang diturunkan kepada Rasulullah. Aku lihat Rasulullah ketika turunnya wahyu itu seakan-akan diserang oleh demam yang keras dan keringatnya bercucuran seperti permata. Kemudian setelah selesai turunnya wahyu, barulah beliau kembali seperti biasa".
4. Malaikat menampakkan dirinya kepada Nabi, tidak berupa seorang laki-laki seperti keadaan no. 2, tetapi benar-benar seperti rupanya yang asli. Hal ini tersebut dalam Al Qur’an surah (53) An Najm ayat 13 dan 14.
Artinya:
Sesungguhnya Muhammad telah melihatnya pada kali yang lain (kedua). Ketika ia berada di Sidratulmuntaha.
Hikmah diturunkan al-Quran secara beransur-ansur
Al Qur’an diturunkan secara beransur-ansur dalam masa 22 tahun 2 bulan 22 hari atau 23 tahun, 13 tahun di Mekkah dan 10 tahun di Madinah. Hikmah Al Qur’an diturunkan secara beransur-ansur itu ialah:
1. Agar lebih mudah difahami dan dilaksanakan. Orang tidak akan melaksanakan suruhan, dan larangan sekiranya suruhan dan larangan itu diturunkan sekaligus banyak. Hal ini disebutkan oleh Bukhari dan riwayat ‘Aisyah r.a.
2. Di antara ayat-ayat itu ada yang nasikh dan ada yang mansukh, sesuai dengan permasalahan pada waktu itu. Ini tidak dapat dilakukan sekiranya Al Qur’an diturunkan sekaligus. (ini menurut pendapat yang mengatakan adanya nasikh dan mansukh).
3. Turunnya sesuatu ayat sesuai dengan peristiwa-peristiwa yang terjadi akan lebih mengesankan dan lebih berpengaruh di hati.
4. Memudahkan penghafalan. Orang-orang musyrik yang telah menayakan mengapa Al Qur’an tidak diturunkan sekaligus. sebagaimana tersebut dalam Al Qur’an ayat (25) Al Furqaan ayat 32, yaitu:
· mengapakah Al Qur’an tidak diturunkan kepadanya sekaligus
· Kemudian dijawab di dalam ayat itu sendiri:
· demikianlah, dengan (cara) begitu Kami hendak menetapkan hatimu
5. Di antara ayat-ayat ada yang merupakan jawaban daripada pertanyaan atau penolakan suatu pendapat atau perbuatan, sebagai dikatakan oleh lbnu ‘Abbas r.a. Hal ini tidak dapat terlaksana kalau Al Qur’an diturunkan sekaligus.
Ayat Makkiyah dan ayat Madaniyah
Ditinjau dari segi masa turunnya, maka Al Qur’an itu dibahagi atas dua golongan:
1. Ayat-ayat yang diturunkan di Mekah atau sebelum Nabi Muhammad s.a.w. hijrah ke Madinah dinamakan ayat-ayat Makkiyyah.
2. Ayat-ayat yang diturunkan di Madinah atau sesudah Nabi Muhammad s.a.w. hijrah ke Madinah dinamakan ayat-ayat Madaniyyah.
Ayat-ayat Makkiyyah meliputi 19/30 dari isi Al Qur’an terdiri atas 86 surah, sedang ayat-ayat Madaniyyah meliputi 11/30 dari isi Al Qur’an terdiri atas 28 surah.
Perbezaan ayat-ayat Makiyyah dengan ayat-ayat Madaniyyah ialah:
1. Ayat-ayat Makkiyyah pada umumnya pendek-pendek sedang ayat-ayat Madaniyyah panjang-panjang; surat Madaniyyah yang merupakan 11/30 dari isi Al Qur’an ayat-ayatnya berjumlah 1,456, sedang ayat Makkiyyah yang merupakan 19/30 dari isi Al Qur’an jumlah ayat-ayatnya 4,780 ayat.
Juz 28 seluruhnya Madaniyyah kecuali ayat (60) Mumtahinah, ayat-ayatnya berjumlah 137; sedang juz 29 ialah Makkiyyah kecuali ayat (76) Addahr, ayat-ayatnya berjumlah 431. Surat Al Anfaal dan surat Asy Syu’araa masing-masing merupakan setengah juz tetapi yang pertama Madaniyyah dengan bilangan ayat sebanyak 75, sedang yang kedua Makiyyah dengan ayatnya yang berjumlah 227.
2. Dalam ayat-ayat Madaniyyah terdapat perkataan "Ya ayyuhalladzi na aamanu" dan sedikit sekali terdapat perkataan ‘Yaa ayyuhannaas’, sedang dalam ayat ayat Makiyyah adalah sebaliknya.
3. Ayat-ayat Makkiyyah pada umumnya mengandung hal-hal yang berhubungan dengan keimanan, ancaman dan pahala, kisah-kisah umat yang terdahulu yang mengandung pengajaran dan budi pekerti; sedang Madaniyyah mengandung hukum-hukum, baik yang berhubungan dengan hukum adat atau hukum-hukum duniawi, seperti hukum kemasyarakatan, hukum ketata negaraan, hukum perang, hukum internasional, hukum antara agama dan lain-lain.
Nama-nama al-Quran
Allah memberi nama Kitab-Nya dengan Al Qur’an yang berarti "bacaan".
Arti ini dapat kita lihat dalam surat (75) Al Qiyaamah; ayat 17 dan 18 sebagaimana tersebut di atas.
Nama ini dikuatkan oleh ayat-ayat yang terdapat dalam surat (17) Al lsraa’ ayat 88; surat (2) Al Baqarah ayat 85; surat (15) Al Hijr ayat 87; surat (20) Thaaha ayat 2; surat (27) An Naml ayat 6; surat (46) Ahqaaf ayat 29; surat (56) Al Waaqi’ah ayat 77; surat (59) Al Hasyr ayat 21 dan surat (76) Addahr ayat 23.
Menurut pengertian ayat-ayat di atas Al Qur’an itu dipakai sebagai nama bagi Kalam Allah yang diwahyukan kepada Nabi Muhammad s.a.w.
Selain Al Qur’an, Allah juga memberi beberapa nama lain bagi Kitab-Nya, sepcrti:
1. Al Kitab atau Kitaabullah: merupakan synonim dari perkataan Al Qur’an, sebagaimana tersebut dalam surat (2) Al Baqarah ayat 2 yang artinya; "Kitab (Al Qur’an) ini tidak ada keraguan padanya…." Lihat pula surat (6) Al An’aam ayat 114.
2. Al Furqaan: "Al Furqaan" artinya: "Pembeda", ialah "yang membedakan yang benar dan yang batil", sebagai tersebut dalam surat (25) Al Furqaan ayat 1 yang artinya: "Maha Agung (Allah) yang telah menurunkan Al Furqaan, kepada hamba-Nya, agar ia menjadi peringatan kepada seluruh alam"
3. Adz-Dzikir. Artinya: "Peringatan". sebagaimana yang tersebut dalam surat (15) Al Hijr ayat 9 yang artinya: Sesungguhnya Kamilah yang menurunkan "Adz-Dzikir dan sesungguhnya Kamilah penjaga-nya" (Lihat pula surat (16) An Nahl ayat 44. Dari nama yang tiga tersebut di atas, yang paling masyhur dan merupakan nama khas ialah "Al Qur’an". Selain dari nama-nama yang tiga itu dan lagi beberapa nama bagi Al Qur’an. lmam As Suyuthy dalam kitabnya Al Itqan, menyebutkan nama-nama Al Qur’an, diantaranya: Al Mubiin, Al Kariim, Al Kalam, An Nuur.
Surah-surah dalam al-Quran
Jumlah surat yang terdapat dalam Al Qur’an ada 114; nama-namanya dan batas-batas tiap-tiap surat, susunan ayat-ayatnya adalah menurut ketentuan yang ditetapkan dan diajarkan oleh Rasulullah sendiri (tauqifi).
Sebagian dari surat-surat Al Qur’an mempunyai satu nama dan sebagian yang lain mempunyai lebih dari satu nama, sebagaimana yang akan diterangkan dalam muqaddimah tiap-tiap surat.
Surat-surat yang ada dalam Al Qur’an ditinjau dari segi panjang dan pendeknya terbagi atas 4 bagian, yaitu:
1. ASSAB’UTHTHIWAAL, dimaksudkan, tujuh surat yang panjang Yaitu: Al Baqarah, Ali Imran, An Nisaa’, Al A’raaf, Al An’aam, Al Maa-idah dan Yunus.
2. Al MIUUN, dimaksudkan surat-surat yang berisi kira-kira seratus ayat lebih seperti: Hud, Yusuf, Mu’min dsb.
3. Al MATSAANI, dimaksudkan surat-surat yang berisi kurang sedikit dari seratus ayat seperti: Al Anfaal. Al Hijr dsb.
4. AL MUFASHSHAL, dimaksudkan surat-surat pendek. seperti: Adhdhuha, Al Ikhlas, AL Falaq, An Nas. dsb.
Huruf-huruf Hijaaiyyah yang ada pada permulaan surat.
Di dalam Al Qur’an terdapat 29 surat yang dimulai dengan huruf-huruf hijaaiyyah yaitu pada surat-surat:
(1) Al Baqarah, (2) Ali Imran, (3) Al A’raaf. (4) Yunus, (5) Yusuf, (7) Ar Ra’ad, (8) lbrahim, (9) Al Hijr, (10) Maryam. (11) Thaaha. (12) Asy Syu’araa, (13) An Naml, (14) Al Qashash, (15) A1’Ankabuut, (16) Ar Ruum. (17) Lukman, (18) As Sajdah (19) Yasin, (20) Shaad, (21) Al Mu’min, (22) Fushshilat, (23) Asy Syuuraa. (24) Az Zukhruf (25) Ad Dukhaan, (26) Al Jaatsiyah, (27) Al Ahqaaf. (28) Qaaf dan (29) Al Qalam (Nuun).
Huruf-huruf hijaaiyyah yang terdapat pada permulaan tiap-tiap surat tersebut di atas, dinamakan ‘Fawaatihushshuwar’ artinya pembukaan surat-surat.
Banyak pendapat dikemukakan oleh para Ulama’ Tafsir tentang arti dan maksud huruf-huruf hijaaiyyah itu, selanjutnya lihat not 10, halaman 8 (Terjemah)
· "Quran" menurut pendapat yang paling kuat seperti yang dikemukakan Dr. Subhi Al Salih bererti "bacaan", asal kata qara’a. Kata Al Qur’an itu berbentuk masdar dengan arti isim maf’ul yaitu maqru’ (dibaca).
· Di dalam Al Qur’an sendiri ada pemakaian kata "Qur’an" dalam arti demikian sebagal tersebut dalam ayat 17, 18 surah (75) Al Qiyaamah:
Artinya:
· ‘Sesungguhnya mengumpulkan Al Qur’an (didalam dadamu) dan (menetapkan) bacaannya (pada lidahmu) itu adalah tanggunggan kami. kerana itu jika kami telah membacakannya, hendaklah kamu ikut bacaannya". Kemudian dipakai kata "Qur’an" itu untuk Al Quran yang dikenal sekarang ini.
Adapun definisi Al Qur’an ialah: "Kalam Allah s.w.t. yang merupakan mukjizat yang diturunkan (diwahyukan) kepada Nabi Muhammad dan yang ditulis di mushaf dan diriwayatkan dengan mutawatir serta membacanya adalah ibadah"
Dengan definisi ini, kalam Allah yang diturunkan kepada nabi-nabi selain Nabi Muhammad s.a.w. tidak dinamakan Al Qur’an seperti Taurat yang diturunkan kepada Nabi Musa a.s. atau Injil yang diturun kepada Nabi Isa a.s. Dengan demikian pula Kalam Allah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad s.a.w yang membacanya tidak dianggap sebagai ibadah, seperti Hadis Qudsi, tidak pula dinamakan Al Qur’an.
Bagaimanakah al-Quran itu diwahyukan.
Nabi Muhammad s.a.w. dalam hal menerima wahyu mengalami bermacam-macam cara dan keadaan. di antaranya:
1, Malaikat memasukkan wahyu itu ke dalam hatinya. Dalam hal ini Nabi s.a.w. tidak melihat sesuatu apapun, hanya beliau merasa bahwa itu sudah berada saja dalam kalbunya. Mengenai hal ini Nabi mengatakan: "Ruhul qudus mewahyukan ke dalam kalbuku", (lihat surah (42) Asy Syuura ayat (51).
2. Malaikat menampakkan dirinya kepada Nabi berupa seorang laki-laki yang mengucapkan kata-kata kepadanya sehingga beliau mengetahui dan hafal benar akan kata-kata itu.
3. Wahyu datang kepadanya seperti gemerincingnya loceng. Cara inilah yang amat berat dirasakan oleh Nabi. Kadang-kadang pada keningnya berpancaran keringat, meskipun turunnya wahyu itu di musim dingin yang sangat. Kadang-kadang unta beliau terpaksa berhenti dan duduk karena merasa amat berat, bila wahyu itu turun ketika beliau sedang mengendarai unta. Diriwayatkan oleh Zaid bin Tsabit: "Aku adalah penulis wahyu yang diturunkan kepada Rasulullah. Aku lihat Rasulullah ketika turunnya wahyu itu seakan-akan diserang oleh demam yang keras dan keringatnya bercucuran seperti permata. Kemudian setelah selesai turunnya wahyu, barulah beliau kembali seperti biasa".
4. Malaikat menampakkan dirinya kepada Nabi, tidak berupa seorang laki-laki seperti keadaan no. 2, tetapi benar-benar seperti rupanya yang asli. Hal ini tersebut dalam Al Qur’an surah (53) An Najm ayat 13 dan 14.
Artinya:
Sesungguhnya Muhammad telah melihatnya pada kali yang lain (kedua). Ketika ia berada di Sidratulmuntaha.
Hikmah diturunkan al-Quran secara beransur-ansur
Al Qur’an diturunkan secara beransur-ansur dalam masa 22 tahun 2 bulan 22 hari atau 23 tahun, 13 tahun di Mekkah dan 10 tahun di Madinah. Hikmah Al Qur’an diturunkan secara beransur-ansur itu ialah:
1. Agar lebih mudah difahami dan dilaksanakan. Orang tidak akan melaksanakan suruhan, dan larangan sekiranya suruhan dan larangan itu diturunkan sekaligus banyak. Hal ini disebutkan oleh Bukhari dan riwayat ‘Aisyah r.a.
2. Di antara ayat-ayat itu ada yang nasikh dan ada yang mansukh, sesuai dengan permasalahan pada waktu itu. Ini tidak dapat dilakukan sekiranya Al Qur’an diturunkan sekaligus. (ini menurut pendapat yang mengatakan adanya nasikh dan mansukh).
3. Turunnya sesuatu ayat sesuai dengan peristiwa-peristiwa yang terjadi akan lebih mengesankan dan lebih berpengaruh di hati.
4. Memudahkan penghafalan. Orang-orang musyrik yang telah menayakan mengapa Al Qur’an tidak diturunkan sekaligus. sebagaimana tersebut dalam Al Qur’an ayat (25) Al Furqaan ayat 32, yaitu:
· mengapakah Al Qur’an tidak diturunkan kepadanya sekaligus
· Kemudian dijawab di dalam ayat itu sendiri:
· demikianlah, dengan (cara) begitu Kami hendak menetapkan hatimu
5. Di antara ayat-ayat ada yang merupakan jawaban daripada pertanyaan atau penolakan suatu pendapat atau perbuatan, sebagai dikatakan oleh lbnu ‘Abbas r.a. Hal ini tidak dapat terlaksana kalau Al Qur’an diturunkan sekaligus.
Ayat Makkiyah dan ayat Madaniyah
Ditinjau dari segi masa turunnya, maka Al Qur’an itu dibahagi atas dua golongan:
1. Ayat-ayat yang diturunkan di Mekah atau sebelum Nabi Muhammad s.a.w. hijrah ke Madinah dinamakan ayat-ayat Makkiyyah.
2. Ayat-ayat yang diturunkan di Madinah atau sesudah Nabi Muhammad s.a.w. hijrah ke Madinah dinamakan ayat-ayat Madaniyyah.
Ayat-ayat Makkiyyah meliputi 19/30 dari isi Al Qur’an terdiri atas 86 surah, sedang ayat-ayat Madaniyyah meliputi 11/30 dari isi Al Qur’an terdiri atas 28 surah.
Perbezaan ayat-ayat Makiyyah dengan ayat-ayat Madaniyyah ialah:
1. Ayat-ayat Makkiyyah pada umumnya pendek-pendek sedang ayat-ayat Madaniyyah panjang-panjang; surat Madaniyyah yang merupakan 11/30 dari isi Al Qur’an ayat-ayatnya berjumlah 1,456, sedang ayat Makkiyyah yang merupakan 19/30 dari isi Al Qur’an jumlah ayat-ayatnya 4,780 ayat.
Juz 28 seluruhnya Madaniyyah kecuali ayat (60) Mumtahinah, ayat-ayatnya berjumlah 137; sedang juz 29 ialah Makkiyyah kecuali ayat (76) Addahr, ayat-ayatnya berjumlah 431. Surat Al Anfaal dan surat Asy Syu’araa masing-masing merupakan setengah juz tetapi yang pertama Madaniyyah dengan bilangan ayat sebanyak 75, sedang yang kedua Makiyyah dengan ayatnya yang berjumlah 227.
2. Dalam ayat-ayat Madaniyyah terdapat perkataan "Ya ayyuhalladzi na aamanu" dan sedikit sekali terdapat perkataan ‘Yaa ayyuhannaas’, sedang dalam ayat ayat Makiyyah adalah sebaliknya.
3. Ayat-ayat Makkiyyah pada umumnya mengandung hal-hal yang berhubungan dengan keimanan, ancaman dan pahala, kisah-kisah umat yang terdahulu yang mengandung pengajaran dan budi pekerti; sedang Madaniyyah mengandung hukum-hukum, baik yang berhubungan dengan hukum adat atau hukum-hukum duniawi, seperti hukum kemasyarakatan, hukum ketata negaraan, hukum perang, hukum internasional, hukum antara agama dan lain-lain.
Nama-nama al-Quran
Allah memberi nama Kitab-Nya dengan Al Qur’an yang berarti "bacaan".
Arti ini dapat kita lihat dalam surat (75) Al Qiyaamah; ayat 17 dan 18 sebagaimana tersebut di atas.
Nama ini dikuatkan oleh ayat-ayat yang terdapat dalam surat (17) Al lsraa’ ayat 88; surat (2) Al Baqarah ayat 85; surat (15) Al Hijr ayat 87; surat (20) Thaaha ayat 2; surat (27) An Naml ayat 6; surat (46) Ahqaaf ayat 29; surat (56) Al Waaqi’ah ayat 77; surat (59) Al Hasyr ayat 21 dan surat (76) Addahr ayat 23.
Menurut pengertian ayat-ayat di atas Al Qur’an itu dipakai sebagai nama bagi Kalam Allah yang diwahyukan kepada Nabi Muhammad s.a.w.
Selain Al Qur’an, Allah juga memberi beberapa nama lain bagi Kitab-Nya, sepcrti:
1. Al Kitab atau Kitaabullah: merupakan synonim dari perkataan Al Qur’an, sebagaimana tersebut dalam surat (2) Al Baqarah ayat 2 yang artinya; "Kitab (Al Qur’an) ini tidak ada keraguan padanya…." Lihat pula surat (6) Al An’aam ayat 114.
2. Al Furqaan: "Al Furqaan" artinya: "Pembeda", ialah "yang membedakan yang benar dan yang batil", sebagai tersebut dalam surat (25) Al Furqaan ayat 1 yang artinya: "Maha Agung (Allah) yang telah menurunkan Al Furqaan, kepada hamba-Nya, agar ia menjadi peringatan kepada seluruh alam"
3. Adz-Dzikir. Artinya: "Peringatan". sebagaimana yang tersebut dalam surat (15) Al Hijr ayat 9 yang artinya: Sesungguhnya Kamilah yang menurunkan "Adz-Dzikir dan sesungguhnya Kamilah penjaga-nya" (Lihat pula surat (16) An Nahl ayat 44. Dari nama yang tiga tersebut di atas, yang paling masyhur dan merupakan nama khas ialah "Al Qur’an". Selain dari nama-nama yang tiga itu dan lagi beberapa nama bagi Al Qur’an. lmam As Suyuthy dalam kitabnya Al Itqan, menyebutkan nama-nama Al Qur’an, diantaranya: Al Mubiin, Al Kariim, Al Kalam, An Nuur.
Surah-surah dalam al-Quran
Jumlah surat yang terdapat dalam Al Qur’an ada 114; nama-namanya dan batas-batas tiap-tiap surat, susunan ayat-ayatnya adalah menurut ketentuan yang ditetapkan dan diajarkan oleh Rasulullah sendiri (tauqifi).
Sebagian dari surat-surat Al Qur’an mempunyai satu nama dan sebagian yang lain mempunyai lebih dari satu nama, sebagaimana yang akan diterangkan dalam muqaddimah tiap-tiap surat.
Surat-surat yang ada dalam Al Qur’an ditinjau dari segi panjang dan pendeknya terbagi atas 4 bagian, yaitu:
1. ASSAB’UTHTHIWAAL, dimaksudkan, tujuh surat yang panjang Yaitu: Al Baqarah, Ali Imran, An Nisaa’, Al A’raaf, Al An’aam, Al Maa-idah dan Yunus.
2. Al MIUUN, dimaksudkan surat-surat yang berisi kira-kira seratus ayat lebih seperti: Hud, Yusuf, Mu’min dsb.
3. Al MATSAANI, dimaksudkan surat-surat yang berisi kurang sedikit dari seratus ayat seperti: Al Anfaal. Al Hijr dsb.
4. AL MUFASHSHAL, dimaksudkan surat-surat pendek. seperti: Adhdhuha, Al Ikhlas, AL Falaq, An Nas. dsb.
Huruf-huruf Hijaaiyyah yang ada pada permulaan surat.
Di dalam Al Qur’an terdapat 29 surat yang dimulai dengan huruf-huruf hijaaiyyah yaitu pada surat-surat:
(1) Al Baqarah, (2) Ali Imran, (3) Al A’raaf. (4) Yunus, (5) Yusuf, (7) Ar Ra’ad, (8) lbrahim, (9) Al Hijr, (10) Maryam. (11) Thaaha. (12) Asy Syu’araa, (13) An Naml, (14) Al Qashash, (15) A1’Ankabuut, (16) Ar Ruum. (17) Lukman, (18) As Sajdah (19) Yasin, (20) Shaad, (21) Al Mu’min, (22) Fushshilat, (23) Asy Syuuraa. (24) Az Zukhruf (25) Ad Dukhaan, (26) Al Jaatsiyah, (27) Al Ahqaaf. (28) Qaaf dan (29) Al Qalam (Nuun).
Huruf-huruf hijaaiyyah yang terdapat pada permulaan tiap-tiap surat tersebut di atas, dinamakan ‘Fawaatihushshuwar’ artinya pembukaan surat-surat.
Banyak pendapat dikemukakan oleh para Ulama’ Tafsir tentang arti dan maksud huruf-huruf hijaaiyyah itu, selanjutnya lihat not 10, halaman 8 (Terjemah)
Kewajipan Nafkah: Antara Mahkamah Dunia dengan Mahkamah Akhirat
MANUSIA dilahirkan di dunia oleh Allah Taala sebagai satu ujian kelayakan menerima ganjaran syurga Allah Taala di akhirat. Tidak ada seorang manusia yang melalui kehidupan dunia tanpa sebarang ujian. Ujian Allah di dunia ini kadang-kadang datang dalam bentuk kewajipan yang perlu dilaksanakan, kadang-kadang dalam bentuk amanah yang perlu ditunaikan dan kadang-kadang dalam bentuk kesusahan yang perlu dijalani dengan kesabaran. Ujian-ujian yang diberikan oleh Allah dalam berbagai-bagai bentuk ini bukanlah sebagai satu beban kepada manusia. Tetapi ia adalah sebagai satu ruang atau peluang untuk manusia membuktikan kecemerlangan di hadapan Allah sebagai pelajar sekolah menduduki peperiksaan.
Begitu juga lumrah kehidupan berkeluarga. Setiap ahli keluarga mempunyai peluang menduduki ujian Allah Taala dalam bentuk yang tertentu. Suami diuji oleh Allah dengan kewajipan menyara dan membiayai dan mendidik keluarga. Isteri diuji oleh Allah dengan kewajipan taat kepada suami, menjaga maruah suami dan menghadhanah anak-anak dengan sempurna. Anak-anak pula diuji oleh Allah dengan taat dan menghormati ibu bapa serta menjaga kebajikan mereka apabila sudah tua dan tidak berupaya.
Suami dan bapa diberi peluang oleh Allah untuk menunjukkan kecemerlangan dalam menunaikan kewajipan kekeluargaan. Kewajipan utama yang perlu dilaksanakan oleh suami dan bapa ialah menyara atau membiayaai keperluan-keperluan asasi ahli keluarga dengan sempurna merangkumi makan minum, tempat tinggal, pakaian, pelajaran dan rawatan kesihatan apabila diperlukan. Ini adalah satu kewajipan agama yang ditetapkan oleh Allah dan disampaikan melalui Rasulullah s.a.w. Kewajipan ini mengandungi nilai agama Allah. Menunaikannya akan
diberikan ganjaran pahala dan syurga, manakala mengabaikannya akan menerima balasan dosa dan neraka. Inilah beza antara bapa dengan suami Muslim dengan bapa dan suami bukan Muslim. Suami dan bapa Muslim menunaikan kewajipan menyara dan membiayai keluarga dengan
semangat agama dan mengharapkan ganjaran daripada Allah Taala. Manakala bapa atau suami bukan Muslim menyara keluarga hanya kerana perasaan sayang, belas kasihan atau paksaan undang-undang. Suami dan bapa Muslim yang melaksanakan tuntutan nafkah hanya kerana tiga sebab iaitu sayang, kasihan, dan paksaan undang-undang adalah mengalami kerugian kerana tidak mendapat redha dan ganjaran Allah kerana tidak menunaikannya dengan roh agama.
Semangat agama dalam menyempurnakan kewajipan membiayai atau memberi nafkah kepada ahli keluarga ini jelas terpapar melalui beberapa noktah penting:
1. Kewajipan nafkah bagi keluarga muslim adalah sabit dengan nas syarak, iaitu al-Quran dan al-Sunnah. Hukum wajib yang telah ditetapkan oleh nas ini adalah termasuk dalam lima hukum taklif dalam syariat Islam iaitu wajib, sunat, harus, makruh, dan haram. Mematuhi
hukum taklif ini dengan ikhlas akan menerima ganjaran syarak iaitu pahala dan syurga. Dalam ilmu usul, apabila sesuatu hukum itu diputuskan oleh nas al-Quran dan al-Sunnah serta dipersetujui oleh para ulamak secara ijmak maka ia menunjukkan perkara itu adalah
termasuk dalam keperluan ´daruri´. Apabila ia tidak ditunaikan, maka kehidupan orang berhak menerimanya. Antara nas al-Quran yang mensabitkan kewajipan nafkah ini ialah firman Allah dalam surah al-Baqarah ayat 233 yang bermaksud:
"Dan ke atas bapa yang isteri melahirkan anak baginya hendaklah memberikan nafkah makan minum dan pakaian isterinya itu."
2. Rasulullah s.a.w, melalui beberapa hadis menjelaskan kelebihan dan ganjaran yang diperolehi oleh suami dan bapa yang bekerja dan berusaha menunaikan keperluan keluarga. Rasulullah tidak bertutur kecuali dengan wahyu yang diilhamkan oleh Allah. Maka saranan dan galakan yang diberikan oleh Rasulullah s.a.w ini juga adalah galakan dan saranan syarak yang hakikatnya datang daripada Allah Taala. Antara hadis-hadis yang menyentuh perkara ini ialah:
Diriwayatkan daripada Abu Hurairah r.a:
Maksudnya: "Antara dosa-dosa ada yang tidak akan diampunkan melainkan dengan bekerja dalam mencari rezeki." (Diriwayatkan oleh Tabrani, Abu Nuáim dan Al-Khatib)
Diriwayatkan daripada Ibnu Abbas r.a:
Maksudnya: "Sesiapa yang berpetang-petangan dalam keadaan letih disebabkan oleh kerja yang dilakukan oleh kedua tangannya maka dia berpetang-petangan dalam keadaan diampunkan dosanya." (Diriwayatkan oleh Tabrani)
Diriwayatkan juga daripada Abu Hurairah:
Maksudnya: "Sesungguhnya di kalangan dosa-dosa itu ada dosa-dosa yang tidak akan dibersihkan oleh puasa, sembahyang dan tidak juga oleh haji dan umrah." Baginda ditanya: "Kalau begitu apakah yang dapat membersihkannya wahai Rasulullah?" Baginda menjawab: "Berpenat lelah dalam mencari rezeki untuk hidup." (Diriwayatkan oleh Ibnu Asakir dan Abu Nuáim).
Kerja dan usaha mencari rezeki untuk menyara dan memenuhi keperluan keluarga dijadikan oleh Rasulullah s.a.w sebagai salah satu sebab dosa-dosa diampunkan. Inilah nilai keagamaan yang mulia dalam urusan mencari rezeki untuk menyara keluarga. Kalau begitu nilainya, bagaimana suami dan bapa boleh memandang remeh dan tidak memberikan perhatian dalam menanganinya. Rasulullah s.a.w memberikan gambaran menyara dan membiayai keluarga ini adalah lubuk yang paling lumayan untuk mendapat ganjaran terutama mendapat keampunan daripada Allah Taala.
Di samping nilai-nilai keagamaan yang terdapat dalam usaha memberi nafkah dan membiayai keluarga, nafkah juga memberi impak sosial yang negatif sekiranya tidak ditangani oleh sempurna. Antara impak sosial yang telah berlaku dalam masyarakat kita ialah:
1. Bapa atau suami dipandang hina oleh masyarakat kerana tidak bertanggungjawab.
2. Isteri atau anak terpaksa meminta-minta daripada orang lain samada secara terus atau melalui media massa seperti surat khabar dan televisyen. Perbuatan ini akan menjatuhkan maruah manusia dan keluarga.
3. Anak-anak akan rasa rendah dan hina diri apabila membandingkan dirinya dengan rakan-rakan lain yang mendapat pembiayaan yang sempurna. Kesan jiwanya ini amat mendalam yang boleh mengakibatkan kesan buruk terhadap pelajaran dan perkembangan hidup anak-anak. Ada
antara mereka yang memaksa diri sendiri untuk berhenti sekolah untuk bekerja mencari rezeki sebelum masa yang sepatutnya.
4. Isteri terpaksa berhempas pulas mencari rezeki sepanjang hari tanpa mengira siang atau malam. Ini memberi kesan kepada perhatian dan bimbingan terhadap anak-anak. Isteri juga sebagai ibu tidak sempat memberikan perhatian kepada anak-anak kerana sibuk kerja mencari rezeki. Akhirnya, anak-anak kehilangan bimbingan dan seterusnya terjebak ke penyelewengan akhlak.
5. Isteri atau anak anak terlibat dengan kegiatan jenayah seperti menjual dadah dan pelacuran untuk mencari sumber pendapatan demi untuk menyara keluarga.
6. Tidak kurang juga tanpa nafkah dan pembiayaan yang mencukupi menyebabkan ada ibu yang beragama Islam menyerahkan anak kepada pihak gereja Kristian untuk dijaga.
Walaupun begitu besar kepentingan memberi nafkah dan membiayai keluarga serta begitu mulia nilainya di sisi agama, tetapi masih kedapatan juga suami atau bapa yang tidak menghiraukan perkara ini. Kadang-kadang mereka dengan sengaja tidak membiayai keperluan
keluarga tanpa rasa bersalah. Ada juga bapa atau suami yang tidak bijak menggunakan rezeki sehingga kehabisan sebelum sempat digunakan untuk membiayai keperluan asas keluarga.
Oleh kerana kedapatan suami atau bapa yang ingkar dan lalai daripada menunaikan kewajipan nafkah ini, maka pihak berwajib terpaksa menyusun peraturan yang diharapkan dapat menangani masalah ini. Berbagai langkah telah disusun termasuklah kursus-kursus perkahwinan dan undang-undang yang digubal dan yang boleh dikuatkuasakan. Berbagai bahagian dan pecahan undang-undang telah digubal bagi mengawal dan mengatasi keingkaran atau kelalaian pihak suami atau bapa daripada menunaikan nafkah. Ini adalah penyelesaian duniawi yang dapat diikhtiarkan oleh manusia bagi menjamin kelangsungan hidup pihak isteri dan anak-anak dalam keadaan normal dan terbela keperluan asasi mereka.
Namun, kadang-kadang ada suami atau bapa yang dapat mengelakkan diri daripada menunaikan kewajipan nafkah ini kerana bijak mencari helah dan mempergunakan sistem undang-undang yang ada. Tidak kurang juga isteri dan anak-anak yang menderita tidak cukup pembiayaan hidup selama tempoh menunggu keputusan mahkamah yang kadang-kadang memakan masa yang lama. Walaupun mahkamah boleh membuat keputusan pihak suami atau bapa mesti membayar nafkah atau jumlah pembiayaan terkebelakang, namun keperluan isteri dan anak-anak yang asasi mesti ditangani pada masanya tanpa boleh ditangguh. Daripada mana isteri dan anak-anak hendak mendapatkan pembiayaan sebelum mahkamah membuat keputusan yang memaksa suami menyerahkan pembiayaan tersebut. Makan minum, pakaian, sewa rumah dan keperluan sekolah anak tidak boleh ditangguhkan. Setiap hari isteri dan anak-anak perlu makan, pakaian dan tempat tinggal tanpa boleh ditangguhkan.
Oleh itu suami atau bapa perlu diperingatkan bahawa walaupun dapat mengelakkan diri atau menangguhkan tempoh memberi nafkah kepada isteri dan anak-anak melalui proses mahkamah dunia, tetapi mereka tidak dapat mengelakkan diri daripada perhitungan mahkamah akhirat
kerana ia termasuk dalam urusan duniawi yang diambil kira di mahkamah akhirat. Perhitungan inilah yang jarang-jarang diambil kira oleh suami atau bapa yang cuba melarikan diri daripada menunaikan kewajipan membiayai keluarga.
Perlu diingat juga, oleh kerana membiayai keluarga atau memberi nafkah ini adalah urusan agama yang akan diberikan ganjaran pahala apabila menunaikannya dan diberikan balasan dosa jika mengabaikannya, maka hawa nafsu, iblis dan syaitan akan sentiasa campur tangan
menghalang suami atau bapa daripada menunaikannya. Tujuan iblis dan syaitan ialah supaya suami atau bapa ternganga di hadapan Hakim yang Maha Mengetahui yang nyata dan yang tersembunyi di mahkamah padang mahsyar kelak.
Justeru itu, suami dan bapa perlu meneguhkan persepsi dalam fikiran bahaya memberi nafkah kepada tanggungan adalah satu bentuk ujian Allah bagi melihat ia dilalui dengan jaya atau tidak. Dalam konteks mendekatkan diri kepada Allah dan mensucikan jiwa, usaha mencari
rezeki untuk memberi nafkah keluarga adalah peluang keemasan untuk suami atau bapa mendekatkan diri dan mencari keampunan Allah apabila ia ditunaikan dengan ikhlas, bukan dalam keadaan terpaksa dan merungut apabila diperintahkan oleh mahkamah syariah di dunia.
Oleh HASNAN KASAN
Pusat Pengajian Umum
Universiti Kebangsaan Malaysia
Begitu juga lumrah kehidupan berkeluarga. Setiap ahli keluarga mempunyai peluang menduduki ujian Allah Taala dalam bentuk yang tertentu. Suami diuji oleh Allah dengan kewajipan menyara dan membiayai dan mendidik keluarga. Isteri diuji oleh Allah dengan kewajipan taat kepada suami, menjaga maruah suami dan menghadhanah anak-anak dengan sempurna. Anak-anak pula diuji oleh Allah dengan taat dan menghormati ibu bapa serta menjaga kebajikan mereka apabila sudah tua dan tidak berupaya.
Suami dan bapa diberi peluang oleh Allah untuk menunjukkan kecemerlangan dalam menunaikan kewajipan kekeluargaan. Kewajipan utama yang perlu dilaksanakan oleh suami dan bapa ialah menyara atau membiayaai keperluan-keperluan asasi ahli keluarga dengan sempurna merangkumi makan minum, tempat tinggal, pakaian, pelajaran dan rawatan kesihatan apabila diperlukan. Ini adalah satu kewajipan agama yang ditetapkan oleh Allah dan disampaikan melalui Rasulullah s.a.w. Kewajipan ini mengandungi nilai agama Allah. Menunaikannya akan
diberikan ganjaran pahala dan syurga, manakala mengabaikannya akan menerima balasan dosa dan neraka. Inilah beza antara bapa dengan suami Muslim dengan bapa dan suami bukan Muslim. Suami dan bapa Muslim menunaikan kewajipan menyara dan membiayai keluarga dengan
semangat agama dan mengharapkan ganjaran daripada Allah Taala. Manakala bapa atau suami bukan Muslim menyara keluarga hanya kerana perasaan sayang, belas kasihan atau paksaan undang-undang. Suami dan bapa Muslim yang melaksanakan tuntutan nafkah hanya kerana tiga sebab iaitu sayang, kasihan, dan paksaan undang-undang adalah mengalami kerugian kerana tidak mendapat redha dan ganjaran Allah kerana tidak menunaikannya dengan roh agama.
Semangat agama dalam menyempurnakan kewajipan membiayai atau memberi nafkah kepada ahli keluarga ini jelas terpapar melalui beberapa noktah penting:
1. Kewajipan nafkah bagi keluarga muslim adalah sabit dengan nas syarak, iaitu al-Quran dan al-Sunnah. Hukum wajib yang telah ditetapkan oleh nas ini adalah termasuk dalam lima hukum taklif dalam syariat Islam iaitu wajib, sunat, harus, makruh, dan haram. Mematuhi
hukum taklif ini dengan ikhlas akan menerima ganjaran syarak iaitu pahala dan syurga. Dalam ilmu usul, apabila sesuatu hukum itu diputuskan oleh nas al-Quran dan al-Sunnah serta dipersetujui oleh para ulamak secara ijmak maka ia menunjukkan perkara itu adalah
termasuk dalam keperluan ´daruri´. Apabila ia tidak ditunaikan, maka kehidupan orang berhak menerimanya. Antara nas al-Quran yang mensabitkan kewajipan nafkah ini ialah firman Allah dalam surah al-Baqarah ayat 233 yang bermaksud:
"Dan ke atas bapa yang isteri melahirkan anak baginya hendaklah memberikan nafkah makan minum dan pakaian isterinya itu."
2. Rasulullah s.a.w, melalui beberapa hadis menjelaskan kelebihan dan ganjaran yang diperolehi oleh suami dan bapa yang bekerja dan berusaha menunaikan keperluan keluarga. Rasulullah tidak bertutur kecuali dengan wahyu yang diilhamkan oleh Allah. Maka saranan dan galakan yang diberikan oleh Rasulullah s.a.w ini juga adalah galakan dan saranan syarak yang hakikatnya datang daripada Allah Taala. Antara hadis-hadis yang menyentuh perkara ini ialah:
Diriwayatkan daripada Abu Hurairah r.a:
Maksudnya: "Antara dosa-dosa ada yang tidak akan diampunkan melainkan dengan bekerja dalam mencari rezeki." (Diriwayatkan oleh Tabrani, Abu Nuáim dan Al-Khatib)
Diriwayatkan daripada Ibnu Abbas r.a:
Maksudnya: "Sesiapa yang berpetang-petangan dalam keadaan letih disebabkan oleh kerja yang dilakukan oleh kedua tangannya maka dia berpetang-petangan dalam keadaan diampunkan dosanya." (Diriwayatkan oleh Tabrani)
Diriwayatkan juga daripada Abu Hurairah:
Maksudnya: "Sesungguhnya di kalangan dosa-dosa itu ada dosa-dosa yang tidak akan dibersihkan oleh puasa, sembahyang dan tidak juga oleh haji dan umrah." Baginda ditanya: "Kalau begitu apakah yang dapat membersihkannya wahai Rasulullah?" Baginda menjawab: "Berpenat lelah dalam mencari rezeki untuk hidup." (Diriwayatkan oleh Ibnu Asakir dan Abu Nuáim).
Kerja dan usaha mencari rezeki untuk menyara dan memenuhi keperluan keluarga dijadikan oleh Rasulullah s.a.w sebagai salah satu sebab dosa-dosa diampunkan. Inilah nilai keagamaan yang mulia dalam urusan mencari rezeki untuk menyara keluarga. Kalau begitu nilainya, bagaimana suami dan bapa boleh memandang remeh dan tidak memberikan perhatian dalam menanganinya. Rasulullah s.a.w memberikan gambaran menyara dan membiayai keluarga ini adalah lubuk yang paling lumayan untuk mendapat ganjaran terutama mendapat keampunan daripada Allah Taala.
Di samping nilai-nilai keagamaan yang terdapat dalam usaha memberi nafkah dan membiayai keluarga, nafkah juga memberi impak sosial yang negatif sekiranya tidak ditangani oleh sempurna. Antara impak sosial yang telah berlaku dalam masyarakat kita ialah:
1. Bapa atau suami dipandang hina oleh masyarakat kerana tidak bertanggungjawab.
2. Isteri atau anak terpaksa meminta-minta daripada orang lain samada secara terus atau melalui media massa seperti surat khabar dan televisyen. Perbuatan ini akan menjatuhkan maruah manusia dan keluarga.
3. Anak-anak akan rasa rendah dan hina diri apabila membandingkan dirinya dengan rakan-rakan lain yang mendapat pembiayaan yang sempurna. Kesan jiwanya ini amat mendalam yang boleh mengakibatkan kesan buruk terhadap pelajaran dan perkembangan hidup anak-anak. Ada
antara mereka yang memaksa diri sendiri untuk berhenti sekolah untuk bekerja mencari rezeki sebelum masa yang sepatutnya.
4. Isteri terpaksa berhempas pulas mencari rezeki sepanjang hari tanpa mengira siang atau malam. Ini memberi kesan kepada perhatian dan bimbingan terhadap anak-anak. Isteri juga sebagai ibu tidak sempat memberikan perhatian kepada anak-anak kerana sibuk kerja mencari rezeki. Akhirnya, anak-anak kehilangan bimbingan dan seterusnya terjebak ke penyelewengan akhlak.
5. Isteri atau anak anak terlibat dengan kegiatan jenayah seperti menjual dadah dan pelacuran untuk mencari sumber pendapatan demi untuk menyara keluarga.
6. Tidak kurang juga tanpa nafkah dan pembiayaan yang mencukupi menyebabkan ada ibu yang beragama Islam menyerahkan anak kepada pihak gereja Kristian untuk dijaga.
Walaupun begitu besar kepentingan memberi nafkah dan membiayai keluarga serta begitu mulia nilainya di sisi agama, tetapi masih kedapatan juga suami atau bapa yang tidak menghiraukan perkara ini. Kadang-kadang mereka dengan sengaja tidak membiayai keperluan
keluarga tanpa rasa bersalah. Ada juga bapa atau suami yang tidak bijak menggunakan rezeki sehingga kehabisan sebelum sempat digunakan untuk membiayai keperluan asas keluarga.
Oleh kerana kedapatan suami atau bapa yang ingkar dan lalai daripada menunaikan kewajipan nafkah ini, maka pihak berwajib terpaksa menyusun peraturan yang diharapkan dapat menangani masalah ini. Berbagai langkah telah disusun termasuklah kursus-kursus perkahwinan dan undang-undang yang digubal dan yang boleh dikuatkuasakan. Berbagai bahagian dan pecahan undang-undang telah digubal bagi mengawal dan mengatasi keingkaran atau kelalaian pihak suami atau bapa daripada menunaikan nafkah. Ini adalah penyelesaian duniawi yang dapat diikhtiarkan oleh manusia bagi menjamin kelangsungan hidup pihak isteri dan anak-anak dalam keadaan normal dan terbela keperluan asasi mereka.
Namun, kadang-kadang ada suami atau bapa yang dapat mengelakkan diri daripada menunaikan kewajipan nafkah ini kerana bijak mencari helah dan mempergunakan sistem undang-undang yang ada. Tidak kurang juga isteri dan anak-anak yang menderita tidak cukup pembiayaan hidup selama tempoh menunggu keputusan mahkamah yang kadang-kadang memakan masa yang lama. Walaupun mahkamah boleh membuat keputusan pihak suami atau bapa mesti membayar nafkah atau jumlah pembiayaan terkebelakang, namun keperluan isteri dan anak-anak yang asasi mesti ditangani pada masanya tanpa boleh ditangguh. Daripada mana isteri dan anak-anak hendak mendapatkan pembiayaan sebelum mahkamah membuat keputusan yang memaksa suami menyerahkan pembiayaan tersebut. Makan minum, pakaian, sewa rumah dan keperluan sekolah anak tidak boleh ditangguhkan. Setiap hari isteri dan anak-anak perlu makan, pakaian dan tempat tinggal tanpa boleh ditangguhkan.
Oleh itu suami atau bapa perlu diperingatkan bahawa walaupun dapat mengelakkan diri atau menangguhkan tempoh memberi nafkah kepada isteri dan anak-anak melalui proses mahkamah dunia, tetapi mereka tidak dapat mengelakkan diri daripada perhitungan mahkamah akhirat
kerana ia termasuk dalam urusan duniawi yang diambil kira di mahkamah akhirat. Perhitungan inilah yang jarang-jarang diambil kira oleh suami atau bapa yang cuba melarikan diri daripada menunaikan kewajipan membiayai keluarga.
Perlu diingat juga, oleh kerana membiayai keluarga atau memberi nafkah ini adalah urusan agama yang akan diberikan ganjaran pahala apabila menunaikannya dan diberikan balasan dosa jika mengabaikannya, maka hawa nafsu, iblis dan syaitan akan sentiasa campur tangan
menghalang suami atau bapa daripada menunaikannya. Tujuan iblis dan syaitan ialah supaya suami atau bapa ternganga di hadapan Hakim yang Maha Mengetahui yang nyata dan yang tersembunyi di mahkamah padang mahsyar kelak.
Justeru itu, suami dan bapa perlu meneguhkan persepsi dalam fikiran bahaya memberi nafkah kepada tanggungan adalah satu bentuk ujian Allah bagi melihat ia dilalui dengan jaya atau tidak. Dalam konteks mendekatkan diri kepada Allah dan mensucikan jiwa, usaha mencari
rezeki untuk memberi nafkah keluarga adalah peluang keemasan untuk suami atau bapa mendekatkan diri dan mencari keampunan Allah apabila ia ditunaikan dengan ikhlas, bukan dalam keadaan terpaksa dan merungut apabila diperintahkan oleh mahkamah syariah di dunia.
Oleh HASNAN KASAN
Pusat Pengajian Umum
Universiti Kebangsaan Malaysia
Selasa, April 29, 2008
Bertudung Boleh Menjejaskan Perniagaan?
ADAKAH dengan bertudung dan menutup aurat akan mengurangkan keuntungan sesuatu perniagaan? Adakah bertudung itu suatu kesalahan untuk bekerja di pusat-pusat kecantikan yang biasanya mengamalkan dasar `gaya bebas dan menarik'? Adakah bertudung itu tidak menarik dan menyekat kebebasan? Kebebasan yang bagaimana yang disekat?
Keadaan di mana diskriminasi terhadap wanita Muslim yang bertudung dilihat sebagai suatu fenomena yang bukan baru di negara ini meskipun negara sudah terkenal sebagai negara Islam di mata dunia. Tidak lama dahulu seorang pekerja telah dibuang oleh majikannya, sebuah hotel mewah di ibu kota kerana beliau memakai tudung.
Terbaru, seorang gadis diberi kata dua agar membuka tudungnya jika ingin bekerja di pusat kecantikan yang mengamalkan dasar `gaya bebas dan menarik'.
Menerusi Persatuan Kecantikan dan Spa Bumiputera, mereka sepakat mempertahankan keputusan iaitu mana-mana syarikat tidak seharusnya diwajibkan menggaji pekerja bertudung sekiranya perkara itu tidak menguntungkan perusahaannya. Mereka `menasihatkan' kepada pemohon yang berminat bekerja di dalam bidang itu bersedia mengikuti dasar-dasar sebegitu dengan mengatakan jika berada dikolam renang, perlu
berpakaian tertentu kerana ada sesetengah kolam tidak membenarkan orang bertudung masuk kerana prosedurnya sebegitu.
"Kenalah pandai menyesuaikan diri jika ingin bekerja dalam bidang kecantikan. Jika dia tidak suka, dia kenalah cari kerja yang ada persekitaran lebih Islamik," kata Persatuan Kecantikan dan Spa Bumiputera itu.
Sebagai Muslim, tidak sepatutnya kita membantah atau mencari helah membenarkan apa yang salah. Apa yang kita fikirkan betul tidak semuanya mendatangkan kebaikan. Allah lebih mengetahui apa yang ditetapkan untuk manusia. Firman Allah yang bermaksud: "Dan tidaklah harus bagi orang beriman, lelaki dan perempuan, apabila Allah dan Rasul-Nya menetapkan keputusan mengenai sesuatu perkara (tidak harus mereka) mempunyai hak memilih ketetapan sendiri mengenai urusan mereka. Dan sesiapa yang tidak taat kepada hukum Allah dan Rasul-Nya, maka sesungguhnya ia sesat dengan kesesatan yang jelas nyata." (Surah al-Ahzab: 36)
Islam dengan tegas telah menetapkan batas-batas aurat yang perlu dipatuhi tanpa perlu pertikaian. Jika ingin dipertikaikan wanita bertudung akan menjejaskan perniagaan, lihat sahaja Khadijah, isteri Rasulullah s.a.w yang berjaya sebagai seorang usahawan. Sememangnya Khadijah tidak menjalankan perniagaan pusat kecantikan tetapi lihat pula Rozita Ibrahim, pengasas barangan kecantikan Sendayu Tinggi yang bergelar jutawan dan berjaya dalam bidang perniagaan berkonsepkan barangan kecantikan dengan mengenakan tudung. Beliau masih lagi boleh bergaya dengan bebas dan menarik tanpa berasa janggal!
Ternyata bertudung bukanlah alasan berjaya atau tidak bagi perniagaan sebegini. Jika dari awal mengetahui bahawasanya rezeki datangnya daripada Allah s.w.t serta memahami konsep menutup aurat serta niat bekerja hanya untuk mencapai keredaan Allah s.w.t, pertikaian ini tidak akan berlaku. Rasulullah s.a.w bersabda yang bermaksud: "Sesungguhnya Allah telah mewajibkan beberapa kewajiban, maka jangan kamu sia-siakan dia; dan Allah telah memberikan beberapa batas, maka jangan kamu langgar dia; dan Allah telah mengharamkan sesuatu, maka jangan kamu pertengkarkan dia; dan Allah telah
mendiamkan beberapa hal sebagai tanda kasihnya kepada kamu, Dia tidak lupa, maka jangan kamu perbincangkan dia." (Riwayat Daraquthni, dihasankan oleh an-Nawawi).
Jika difikirkan adalah sesuatu yang sukar difahami mengapa persoalan memakai tudung ini dikatakan akan menjejaskan keuntungan syarikat yang memegang dasar `gaya bebas dan menarik' ini sedangkan Allah s.w.t. telah menetapkan rezeki setiap hamba-hamba-Nya serta telah menunjukkan contoh yang terbaik menerusi kejayaan Khadijah, isteri Rasullullah dalam berniaga. Alasan sedemikian dilihat sebagai suatu
yang melampaui batas.
Alasan sedemikian hanya bersifat sombong dan tidak memahami ajaran Islam dengan baik. Syariat Islam merupakan suatu syariat yang utuh, tidak pernah mengalami penghapusan mahupun perubahan.
Syariat Islam berkeadaan berkekalan dan berterusan - tidak berlaku perubahan dan penggantian terhadap hukum hakam agama dan perundangannya.
Rasulullah s.a.w bersabda yang bermaksud: "Barangsiapa membuat cara baru dalam urusan kami, dengan sesuatu yang tidak ada contohnya, maka dia itu tertolak." (Riwayat Bukhari dan Muslim)
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata: "Sesungguhnya sikap manusia, baik yang berbentuk percakapan ataupun perbuatan ada dua bentuk: ibadah untuk kemaslahatan agamanya, dan kedua adat (kebiasaan) yang sangat mereka mahukan demi kemaslahatan dunia mereka. Maka dengan terperincinya pokok-pokok syariat, kita dapat mengakui, bahawa seluruh ibadah yang telah dibenarkannya, hanya dapat ditetapkan dengan ketentuan syarak itu sendiri."
Isu tudung pada hakikatnya tidak sepatutnya menjadi polemik masyarakat umat Islam yang tidak berkesudahan. Isu ini bukanlah isu etika atau dasar mana-mana persatuan atau syarikat sehingga ia harus dipertimbangkan atau diperdebatkan. Isu tudung adalah soal hukum syarak yang ditentukan oleh Maha Pencipta. Oleh yang demikian, umat Islam wajib, sama ada mahu atau tidak mahu wajib akur dan terikat setiap masa tanpa mengira pangkat, kedudukan mahupun keadaan.
Apabila perintah kewajiban pemakaian tudung diturunkan-Nya, umat Islam zaman awal tidak pernah mempersoalkan sama ada boleh atau tidak, sesuai atau tidak, bila dan di mana perlu dipakai atau adakah ia akan menjejaskan perniagaan mahupun meminta para cendekiawan atau pemimpin membincangkannya. Mereka segera menyamput perintah itu serta-merta dengan patuh tanpa soal kerana keredaan-Nya mengatasi segala wang ringgit dan kemewahan dunia.
Keadaan di mana diskriminasi terhadap wanita Muslim yang bertudung dilihat sebagai suatu fenomena yang bukan baru di negara ini meskipun negara sudah terkenal sebagai negara Islam di mata dunia. Tidak lama dahulu seorang pekerja telah dibuang oleh majikannya, sebuah hotel mewah di ibu kota kerana beliau memakai tudung.
Terbaru, seorang gadis diberi kata dua agar membuka tudungnya jika ingin bekerja di pusat kecantikan yang mengamalkan dasar `gaya bebas dan menarik'.
Menerusi Persatuan Kecantikan dan Spa Bumiputera, mereka sepakat mempertahankan keputusan iaitu mana-mana syarikat tidak seharusnya diwajibkan menggaji pekerja bertudung sekiranya perkara itu tidak menguntungkan perusahaannya. Mereka `menasihatkan' kepada pemohon yang berminat bekerja di dalam bidang itu bersedia mengikuti dasar-dasar sebegitu dengan mengatakan jika berada dikolam renang, perlu
berpakaian tertentu kerana ada sesetengah kolam tidak membenarkan orang bertudung masuk kerana prosedurnya sebegitu.
"Kenalah pandai menyesuaikan diri jika ingin bekerja dalam bidang kecantikan. Jika dia tidak suka, dia kenalah cari kerja yang ada persekitaran lebih Islamik," kata Persatuan Kecantikan dan Spa Bumiputera itu.
Sebagai Muslim, tidak sepatutnya kita membantah atau mencari helah membenarkan apa yang salah. Apa yang kita fikirkan betul tidak semuanya mendatangkan kebaikan. Allah lebih mengetahui apa yang ditetapkan untuk manusia. Firman Allah yang bermaksud: "Dan tidaklah harus bagi orang beriman, lelaki dan perempuan, apabila Allah dan Rasul-Nya menetapkan keputusan mengenai sesuatu perkara (tidak harus mereka) mempunyai hak memilih ketetapan sendiri mengenai urusan mereka. Dan sesiapa yang tidak taat kepada hukum Allah dan Rasul-Nya, maka sesungguhnya ia sesat dengan kesesatan yang jelas nyata." (Surah al-Ahzab: 36)
Islam dengan tegas telah menetapkan batas-batas aurat yang perlu dipatuhi tanpa perlu pertikaian. Jika ingin dipertikaikan wanita bertudung akan menjejaskan perniagaan, lihat sahaja Khadijah, isteri Rasulullah s.a.w yang berjaya sebagai seorang usahawan. Sememangnya Khadijah tidak menjalankan perniagaan pusat kecantikan tetapi lihat pula Rozita Ibrahim, pengasas barangan kecantikan Sendayu Tinggi yang bergelar jutawan dan berjaya dalam bidang perniagaan berkonsepkan barangan kecantikan dengan mengenakan tudung. Beliau masih lagi boleh bergaya dengan bebas dan menarik tanpa berasa janggal!
Ternyata bertudung bukanlah alasan berjaya atau tidak bagi perniagaan sebegini. Jika dari awal mengetahui bahawasanya rezeki datangnya daripada Allah s.w.t serta memahami konsep menutup aurat serta niat bekerja hanya untuk mencapai keredaan Allah s.w.t, pertikaian ini tidak akan berlaku. Rasulullah s.a.w bersabda yang bermaksud: "Sesungguhnya Allah telah mewajibkan beberapa kewajiban, maka jangan kamu sia-siakan dia; dan Allah telah memberikan beberapa batas, maka jangan kamu langgar dia; dan Allah telah mengharamkan sesuatu, maka jangan kamu pertengkarkan dia; dan Allah telah
mendiamkan beberapa hal sebagai tanda kasihnya kepada kamu, Dia tidak lupa, maka jangan kamu perbincangkan dia." (Riwayat Daraquthni, dihasankan oleh an-Nawawi).
Jika difikirkan adalah sesuatu yang sukar difahami mengapa persoalan memakai tudung ini dikatakan akan menjejaskan keuntungan syarikat yang memegang dasar `gaya bebas dan menarik' ini sedangkan Allah s.w.t. telah menetapkan rezeki setiap hamba-hamba-Nya serta telah menunjukkan contoh yang terbaik menerusi kejayaan Khadijah, isteri Rasullullah dalam berniaga. Alasan sedemikian dilihat sebagai suatu
yang melampaui batas.
Alasan sedemikian hanya bersifat sombong dan tidak memahami ajaran Islam dengan baik. Syariat Islam merupakan suatu syariat yang utuh, tidak pernah mengalami penghapusan mahupun perubahan.
Syariat Islam berkeadaan berkekalan dan berterusan - tidak berlaku perubahan dan penggantian terhadap hukum hakam agama dan perundangannya.
Rasulullah s.a.w bersabda yang bermaksud: "Barangsiapa membuat cara baru dalam urusan kami, dengan sesuatu yang tidak ada contohnya, maka dia itu tertolak." (Riwayat Bukhari dan Muslim)
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata: "Sesungguhnya sikap manusia, baik yang berbentuk percakapan ataupun perbuatan ada dua bentuk: ibadah untuk kemaslahatan agamanya, dan kedua adat (kebiasaan) yang sangat mereka mahukan demi kemaslahatan dunia mereka. Maka dengan terperincinya pokok-pokok syariat, kita dapat mengakui, bahawa seluruh ibadah yang telah dibenarkannya, hanya dapat ditetapkan dengan ketentuan syarak itu sendiri."
Isu tudung pada hakikatnya tidak sepatutnya menjadi polemik masyarakat umat Islam yang tidak berkesudahan. Isu ini bukanlah isu etika atau dasar mana-mana persatuan atau syarikat sehingga ia harus dipertimbangkan atau diperdebatkan. Isu tudung adalah soal hukum syarak yang ditentukan oleh Maha Pencipta. Oleh yang demikian, umat Islam wajib, sama ada mahu atau tidak mahu wajib akur dan terikat setiap masa tanpa mengira pangkat, kedudukan mahupun keadaan.
Apabila perintah kewajiban pemakaian tudung diturunkan-Nya, umat Islam zaman awal tidak pernah mempersoalkan sama ada boleh atau tidak, sesuai atau tidak, bila dan di mana perlu dipakai atau adakah ia akan menjejaskan perniagaan mahupun meminta para cendekiawan atau pemimpin membincangkannya. Mereka segera menyamput perintah itu serta-merta dengan patuh tanpa soal kerana keredaan-Nya mengatasi segala wang ringgit dan kemewahan dunia.
Relevankah Batasan Aurat?
SEORANG pemandu bas di Jerman mengugut untuk melempar keluar seorang wanita dari basnya kerana pakaian wanita tersebut terlalu seksi! Pemandu itu berang kerana setiap kali beliau memandang cermin, keseksian wanita tersebut `memesongkan perhatiannya' sehingga menghilangkan tumpuannya kepada jalan raya (Berita Harian, 18 Julai 2007).
Semuanya mengenai aurat. Betapa indahnya Islam kerana menetapkan hukum bahawa wanita wajib menutup auratnya, bukan sahaja mengikuti syariat tersebut menaikkan darjat wanita di sisi Allah s.w.t malah mampu melindungi wanita daripada kemungkinan maut dicampak dari sebuah bas seperti nasib wanita Jerman itu!
Itu di luar negara. Di Malaysia, ramai pula yang berbangga mendedahkan aurat hanya beralasankan hak individu dan tuntutan fesyen. Sehinggakan sudah menjadi kebanggaan dan kelaziman akan kata-kata seperti, "saya berpakaian sebegini (seksi dan tidak menutup aurat) adalah bagi mempamerkan kecantikan anugerah Tuhan kepada saya, rugi sekiranya kecantikan dan anugerah ini tidak `dikongsi' bersama," ataupun alasan seperti, "ini hak individu, tidak kisahlah sekiranya sesiapa pun yang ingin berpakaian seksi atau tidak, masing-masing punya hak. Tidak perlu menjaga tepi kain orang lain. Lagipun kubur lain-lain. Dalam zaman globalisasi ini kita harus berfikiran terbuka. Tidak seharusnya terlalu jumud atau kolot."
Di luar, mereka bersungguh-sungguh menunjukkan minat untuk mempelajari dan memahami Islam, di sini mereka bersungguh-sungguh menunjukkan minat bukan sahaja untuk mempelajari dan memahami apa yang disebut sebagai modernisasi era globalisasi tetapi juga turut bersungguh-sungguh mengadaptasikannya dengan bangga.
Allah s.w.t berfirman yang bermaksud:
"Dan katakanlah kepada perempuan-perempuan yang beriman supaya menyekat pandangan mereka (daripada memandang yang haram), dan memelihara kehormatan mereka, dan janganlah mereka memperlihatkan perhiasan tubuh mereka kecuali yang zahir daripadanya, dan hendaklah mereka menutup belahan leher bajunya dengan tudung kepala mereka, dan janganlah mereka memperlihatkan perhiasan tubuh mereka melainkan
kepada suami mereka, atau bapa mereka, atau bapa mertua mereka, atau anak-anak mereka, atau anak-anak tiri mereka, atau saudara-saudara mereka, atau anak bagi saudara-saudara mereka yang perempuan, atau perempuan-perempuan Islam, atau hamba-hamba mereka, atau orang gaji daripada orang-orang lelaki yang telah tua dan tidak berkeinginan kepada perempuan, atau kanak-kanak yang belum mengerti lagi tentang aurat perempuan, dan janganlah mereka menghentakkan kaki untuk diketahui orang akan apa yang tersembunyi dari perhiasan mereka, dan bertaubatlah kamu sekalian kepada Allah, wahai orang-orang yang beriman, supaya kamu berjaya." (Surah An-Nur: 31)
..."Wanita yang berpakaian menutup aurat juga menjadi mangsa pencabulan dan rogol. Ini bermakna faktor pakaian atau aurat bukan pendorong perlakuan itu tetapi nafsu. Contoh lain, kanak-kanak juga dilaporkan menjadi mangsa kerakusan tersebut. Lihat sahaja di dalam media massa yang melaporkan kejadian-kejadian ini.
Statistik Polis DiRaja Malaysia (PDRM) melaporkan indeks jenayah rogol dan sebagainya telah bertambah dengan lebih besar. Pada tahun 2004, jenayah rogol telah bertambah sebanyak 16.8 peratus kepada 1,718 kes daripada 1,471 kes pada tahun 2003 berbanding pertambahan penduduk yang hanya meningkat sebanyak 2.1 peratus. Pada tahun 2005,
kes rogol telah meningkat kepada 1,895 kes, peningkatan sebanyak 10.3 peratus berbanding 2004 dan pada tahun lalu pula, jenayah rogol terus meningkat kepada 2,238 kes, pertambahan sebanyak 18.1 peratus. Jika dibandingkan, pertambahan penduduk hanya meningkat sebanyak 1.9 peratus sahaja.
Bagi kes pencabulan kehormatan pula, PDRM telah merekodkan 1,399 kes pada tahun 2003, meningkat 18.7 peratus kepada 1,661 pada tahun 2004, meningkat lagi pada tahun 2005 kepada 1,771 dan pada tahun lepas terus lagi meningkat kepada 2,023 kes iaitu pertambahan sebanyak 14.2 peratus...."
Tidak relevenkah Islam menetapkan batasan aurat?
Rasulullah s.a.w. bersabda dalam hadis yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah, yang bermaksud:
"Ada dua golongan dari ahli neraka yang belum pernah saya lihat keduanya itu: (l) Kaum yang membawa cambuk seperti ekor sapi yang mereka pakai buat memukul orang (penguasa yang kejam); (2) Perempuan-perempuan yang berpakaian tetapi telanjang, yang cenderung kepada perbuatan maksiat dan mencenderungkan orang lain kepada perbuatan
maksiat, rambutnya sebesar punuk unta. Mereka ini tidak akan boleh masuk syurga, serta tidak dapat akan mencium bau syurga, padahal bau syurga itu tercium sejauh perjalanan demikian dan demikian." (Riwayat Muslim)
Hadis menyebut bahawa perempuan yang berpakaian tetapi telanjang (seksi) akan berkecenderungan kepada perbuatan maksiat dan cenderung juga membawa orang lain berbuat maksiat. Persoalan mengapa wanita dan kanak-kanak yang tidak bersalah pula menjadi mangsa berkait rapat dengan hadis ini. Wanita yang tidak menutup aurat dan seksi tersebut akan membangkitkan nafsu jahat kepada lelaki jahat. Nafsu jahat itu
pula membuak-buak dan perlu dilampiaskan segera.
Pada masa itu, wanita yang tidak menutup aurat dan seksi berada di dalam kelompok awam yang ramai dan keadaan tidak memungkinkan nafsu jahat lelaki itu dilampiaskan. Maka, yang menjadi mangsa adalah wanita-wanita dan kanak-kanak yang tidak bernasib baik yang pada masa itu berada di dalam keadaan yang tidak memihak kepada mereka.
Al-Quran surah Al-'Araf, ayat 20 menjelaskan peristiwa ketika Adam dan Hawa berada di syurga: "Syaitan membisikkan fikiran jahat kepada keduanya untuk menampakkan pada keduanya apa yang tertutup dari mereka, iaitu auratnya, dan syaitan berkata, "Tuhan kamu melarang kamu mendekati pohon ini, supaya kamu berdua tidak menjadi malaikat
atau tidak menjadi orang-orang yang kekal (di syurga)."
Selanjutnya dijelaskan dalam ayat 22 bahawa: "Setelah mereka merasakan (buah) pohon (terlarang) itu terlihatlah bagi keduanya aurat dan mulailah keduanya menutupinya dengan daun-daun syurga…"
Jelas di sini bahawa fitrah asas yang terdapat di dalam diri manusia ialah `tertutupnya aurat' namun akibat godaan syaitan, aurat manusia terbuka. Ayat di atas juga jelas bahawa idea `membuka aurat' adalah idea syaitan dan kerananya `tanda-tanda kehadiran syaitan` adalah `keterbukaan aurat'. Sebuah riwayat yang dikemukakan oleh Al Biqa'i dalam bukunya Shubhat Waraqah menyatakan bahawa ketika Rasulullah s.a.w. belum memperoleh keyakinan tentang apa yang dialaminya di Gua Hira, adakah dari malaikat atau dari syaitan, baginda menyampaikan hal tersebut kepada isterinya Khadijah.
Khadijah berkata, "Jika engkau melihatnya lagi, beritahulah aku." Pada suatu hari, Rasulullah s.a.w melihat (malaikat) yang dilihatnya di Gua Hira, Khadijah membuka pakaiannya sambil bertanya, "Sekarang apakah engkau masih melihatnya?" Rasulullah s.a.w menjawab, "Tidak, dia sudah pergi." Khadijah dengan penuh keyakinan berkata, "Yakinlah bahawa yang datang itu bukan syaitan, (kerana hanya syaitan yang gemar melihat aurat)." (Wawasan al-Quran, Dr. M. Quraish Shihab, internet)
Berdasarkan dalil al-Quran dan al-Hadis, amat jelas bahawa isu aurat bukanlah isu remeh dan biasa. Ia adalah termasuk dalam katergori hukum qati´e dan usul. Malah ia juga merupakan salah satu dosa utama yang amat diperjuangkan oleh syaitan. Ini adalah kerana, dengan terbukanya aurat, maka ia boleh mencambahkan dosa-dosa lain seperti
zina, mengandung anak luar nikah, bercerai suami isteri akibat curang, membunuh anak luar nikah, putusnya hubungan keluarga dan pelbagai lagi. Perihal syaitan mensasarkan dosa ´buka aurat´ ini sebagai dosa pilihan utamanya ada disebutkan dalam al-Quran daripada firman Allah yang bermaksud:
"Maka syaitan membisikkan fikiran jahat kepada keduanya untuk menampakkan kepada keduanya yang tertutup dari mereka iaitu auratnya ..."( al-A´raf : 20)
Semuanya mengenai aurat. Betapa indahnya Islam kerana menetapkan hukum bahawa wanita wajib menutup auratnya, bukan sahaja mengikuti syariat tersebut menaikkan darjat wanita di sisi Allah s.w.t malah mampu melindungi wanita daripada kemungkinan maut dicampak dari sebuah bas seperti nasib wanita Jerman itu!
Itu di luar negara. Di Malaysia, ramai pula yang berbangga mendedahkan aurat hanya beralasankan hak individu dan tuntutan fesyen. Sehinggakan sudah menjadi kebanggaan dan kelaziman akan kata-kata seperti, "saya berpakaian sebegini (seksi dan tidak menutup aurat) adalah bagi mempamerkan kecantikan anugerah Tuhan kepada saya, rugi sekiranya kecantikan dan anugerah ini tidak `dikongsi' bersama," ataupun alasan seperti, "ini hak individu, tidak kisahlah sekiranya sesiapa pun yang ingin berpakaian seksi atau tidak, masing-masing punya hak. Tidak perlu menjaga tepi kain orang lain. Lagipun kubur lain-lain. Dalam zaman globalisasi ini kita harus berfikiran terbuka. Tidak seharusnya terlalu jumud atau kolot."
Di luar, mereka bersungguh-sungguh menunjukkan minat untuk mempelajari dan memahami Islam, di sini mereka bersungguh-sungguh menunjukkan minat bukan sahaja untuk mempelajari dan memahami apa yang disebut sebagai modernisasi era globalisasi tetapi juga turut bersungguh-sungguh mengadaptasikannya dengan bangga.
Allah s.w.t berfirman yang bermaksud:
"Dan katakanlah kepada perempuan-perempuan yang beriman supaya menyekat pandangan mereka (daripada memandang yang haram), dan memelihara kehormatan mereka, dan janganlah mereka memperlihatkan perhiasan tubuh mereka kecuali yang zahir daripadanya, dan hendaklah mereka menutup belahan leher bajunya dengan tudung kepala mereka, dan janganlah mereka memperlihatkan perhiasan tubuh mereka melainkan
kepada suami mereka, atau bapa mereka, atau bapa mertua mereka, atau anak-anak mereka, atau anak-anak tiri mereka, atau saudara-saudara mereka, atau anak bagi saudara-saudara mereka yang perempuan, atau perempuan-perempuan Islam, atau hamba-hamba mereka, atau orang gaji daripada orang-orang lelaki yang telah tua dan tidak berkeinginan kepada perempuan, atau kanak-kanak yang belum mengerti lagi tentang aurat perempuan, dan janganlah mereka menghentakkan kaki untuk diketahui orang akan apa yang tersembunyi dari perhiasan mereka, dan bertaubatlah kamu sekalian kepada Allah, wahai orang-orang yang beriman, supaya kamu berjaya." (Surah An-Nur: 31)
..."Wanita yang berpakaian menutup aurat juga menjadi mangsa pencabulan dan rogol. Ini bermakna faktor pakaian atau aurat bukan pendorong perlakuan itu tetapi nafsu. Contoh lain, kanak-kanak juga dilaporkan menjadi mangsa kerakusan tersebut. Lihat sahaja di dalam media massa yang melaporkan kejadian-kejadian ini.
Statistik Polis DiRaja Malaysia (PDRM) melaporkan indeks jenayah rogol dan sebagainya telah bertambah dengan lebih besar. Pada tahun 2004, jenayah rogol telah bertambah sebanyak 16.8 peratus kepada 1,718 kes daripada 1,471 kes pada tahun 2003 berbanding pertambahan penduduk yang hanya meningkat sebanyak 2.1 peratus. Pada tahun 2005,
kes rogol telah meningkat kepada 1,895 kes, peningkatan sebanyak 10.3 peratus berbanding 2004 dan pada tahun lalu pula, jenayah rogol terus meningkat kepada 2,238 kes, pertambahan sebanyak 18.1 peratus. Jika dibandingkan, pertambahan penduduk hanya meningkat sebanyak 1.9 peratus sahaja.
Bagi kes pencabulan kehormatan pula, PDRM telah merekodkan 1,399 kes pada tahun 2003, meningkat 18.7 peratus kepada 1,661 pada tahun 2004, meningkat lagi pada tahun 2005 kepada 1,771 dan pada tahun lepas terus lagi meningkat kepada 2,023 kes iaitu pertambahan sebanyak 14.2 peratus...."
Tidak relevenkah Islam menetapkan batasan aurat?
Rasulullah s.a.w. bersabda dalam hadis yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah, yang bermaksud:
"Ada dua golongan dari ahli neraka yang belum pernah saya lihat keduanya itu: (l) Kaum yang membawa cambuk seperti ekor sapi yang mereka pakai buat memukul orang (penguasa yang kejam); (2) Perempuan-perempuan yang berpakaian tetapi telanjang, yang cenderung kepada perbuatan maksiat dan mencenderungkan orang lain kepada perbuatan
maksiat, rambutnya sebesar punuk unta. Mereka ini tidak akan boleh masuk syurga, serta tidak dapat akan mencium bau syurga, padahal bau syurga itu tercium sejauh perjalanan demikian dan demikian." (Riwayat Muslim)
Hadis menyebut bahawa perempuan yang berpakaian tetapi telanjang (seksi) akan berkecenderungan kepada perbuatan maksiat dan cenderung juga membawa orang lain berbuat maksiat. Persoalan mengapa wanita dan kanak-kanak yang tidak bersalah pula menjadi mangsa berkait rapat dengan hadis ini. Wanita yang tidak menutup aurat dan seksi tersebut akan membangkitkan nafsu jahat kepada lelaki jahat. Nafsu jahat itu
pula membuak-buak dan perlu dilampiaskan segera.
Pada masa itu, wanita yang tidak menutup aurat dan seksi berada di dalam kelompok awam yang ramai dan keadaan tidak memungkinkan nafsu jahat lelaki itu dilampiaskan. Maka, yang menjadi mangsa adalah wanita-wanita dan kanak-kanak yang tidak bernasib baik yang pada masa itu berada di dalam keadaan yang tidak memihak kepada mereka.
Al-Quran surah Al-'Araf, ayat 20 menjelaskan peristiwa ketika Adam dan Hawa berada di syurga: "Syaitan membisikkan fikiran jahat kepada keduanya untuk menampakkan pada keduanya apa yang tertutup dari mereka, iaitu auratnya, dan syaitan berkata, "Tuhan kamu melarang kamu mendekati pohon ini, supaya kamu berdua tidak menjadi malaikat
atau tidak menjadi orang-orang yang kekal (di syurga)."
Selanjutnya dijelaskan dalam ayat 22 bahawa: "Setelah mereka merasakan (buah) pohon (terlarang) itu terlihatlah bagi keduanya aurat dan mulailah keduanya menutupinya dengan daun-daun syurga…"
Jelas di sini bahawa fitrah asas yang terdapat di dalam diri manusia ialah `tertutupnya aurat' namun akibat godaan syaitan, aurat manusia terbuka. Ayat di atas juga jelas bahawa idea `membuka aurat' adalah idea syaitan dan kerananya `tanda-tanda kehadiran syaitan` adalah `keterbukaan aurat'. Sebuah riwayat yang dikemukakan oleh Al Biqa'i dalam bukunya Shubhat Waraqah menyatakan bahawa ketika Rasulullah s.a.w. belum memperoleh keyakinan tentang apa yang dialaminya di Gua Hira, adakah dari malaikat atau dari syaitan, baginda menyampaikan hal tersebut kepada isterinya Khadijah.
Khadijah berkata, "Jika engkau melihatnya lagi, beritahulah aku." Pada suatu hari, Rasulullah s.a.w melihat (malaikat) yang dilihatnya di Gua Hira, Khadijah membuka pakaiannya sambil bertanya, "Sekarang apakah engkau masih melihatnya?" Rasulullah s.a.w menjawab, "Tidak, dia sudah pergi." Khadijah dengan penuh keyakinan berkata, "Yakinlah bahawa yang datang itu bukan syaitan, (kerana hanya syaitan yang gemar melihat aurat)." (Wawasan al-Quran, Dr. M. Quraish Shihab, internet)
Berdasarkan dalil al-Quran dan al-Hadis, amat jelas bahawa isu aurat bukanlah isu remeh dan biasa. Ia adalah termasuk dalam katergori hukum qati´e dan usul. Malah ia juga merupakan salah satu dosa utama yang amat diperjuangkan oleh syaitan. Ini adalah kerana, dengan terbukanya aurat, maka ia boleh mencambahkan dosa-dosa lain seperti
zina, mengandung anak luar nikah, bercerai suami isteri akibat curang, membunuh anak luar nikah, putusnya hubungan keluarga dan pelbagai lagi. Perihal syaitan mensasarkan dosa ´buka aurat´ ini sebagai dosa pilihan utamanya ada disebutkan dalam al-Quran daripada firman Allah yang bermaksud:
"Maka syaitan membisikkan fikiran jahat kepada keduanya untuk menampakkan kepada keduanya yang tertutup dari mereka iaitu auratnya ..."( al-A´raf : 20)
Kenapa ISLAM Dihina?
Kira-kira 20 tahun yang lalu, umat Islam dikejutkan dengan tindakan penulis novel Salman Ruhsdie yang menghasilkan Satanic Verses. Ia dianggap penghinaan terhadap agama Islam kerana melibatkan Nabi Muhammad s.a.w.
Berikutan itu, umat Islam melancarkan protes dan pada tahun 1989, pemimpin Iran mengeluarkan fatwa menghalalkan Salman dibunuh. Peristiwa Satanic Verses tidak berakhir di situ saja.
Pada September 2004, akhbar utama Denmark, Jyllands Posten menyiarkan 12 karikatur menghina Rasulullah dan mengaitkan Islam dengan keganasan.
Walaupun perbuatan menghina Islam itu mendapat tentangan hebat daripada uamat Islam di seluruh dunia, pihak-[ihak yang berniat memburukkan agama itu tidak pernah menghentikan perbuatan mereka.
Terbaru, seorang ahli politik Belanda, Gerent Wilders menghasilkan filem pendek berjudul, Fitna. Filem ini mendapat tentangan keras daripada umat Islam dan ia dianggap haram ditonton oleh umat Islam.
Berterusan
Persoalanya, kenapakah dari semasa ke semasa penghinaan terhadap Islam berterusan? Apakah kerana 11 September? Atau pihak-pihak menganggap menghina agama lain adalah satu kebebasan atau bahan gurauan?
Hakikatnya, peristiwa melibatkan Salman Rushdie, Geert Wilders atau kebiadaban akhbar Jyllands Posten hanya sebahagaian daripada rentetan perbuatan menghina Islam oleh pihak-pihak tertentu di Eropah dan Barat.
Semua itu berlaku kerana mereka begitu yakin umat Islam yang berjumlah 103 billion dimuka bumi ini, hanya mampu berteriak dijalanan atau mengadakan demonstari di hadapan kedutaan, paling maksimum mengancam membunuh individu yang melakukan penghinaan itu.
Tetapi sehingga hari ini Salman Rushdie masih hidup, Geert Wilders masih bebas dan akhbar Jyllands Postern masih beroperasi seperti biasa. Bagi negara-negara terlibat, mereka tidak berhak menghalang penghinaan itu kerana ia dianggap kebebasan.
Justeru usaha umat Islam untuk melakukan protes, bantahan atau apa sahaja bagi meluahkan perasaan mereka hanyalah sekadar untuk melepaskan geram, tidak lebih dari itu.
Malahan pihak-pihak yang terlibat begitu yakin, umat Islam biarpun mempunyai jumlah yang begitu ramai atau kuasa yang begitu besar hanya dapat melahirkan suara bantahan sahaja.
Jumlah 1.3 billion umat Islam dan sebahagian besar negara anggota Persidangan Pertubuhan Negara Islam (OIC) adalah negara kaya tidak pernah menekutkan penghina-penghina Islam ini.
OIC dilihat lebih banyak memberikan amaran dan mengemukakan nota bantahan, untuk mengharapkan negara-negara Islam mencapai kata sepakat untuk memboikot negara yang terlibat sebagai pengajaran bagaikan siang hari yang mengasyikkan.
Apa yang lebih malang, di Malaysia sendiri berapa kali kesabaran umat Islam dicabar, sebagai contoh pada tahun 2001, majalah Time menyiarkan artikel dan karikatur Nabi Muhammad dan Malaikat Jibrail. Majalah Time tidak dikenakan tindakan kerana memohon maaf.
Walaupun dalam peristiwa karikatur Nabi Muhamad, sebuah akhbar di Sarawak dikenakan tindakan tegas, namun ia masih belum memuaskan hati umat Islam kerana ada pihak yang terlepas.
Begitu juga pada tahun 2005, apabila Kongres India Muslim Malaysia (Kimma) membuat laporan polis terhadap komik Funny Jokes dari India yang menghina agama Islam.
Sengaja
Penghinaan terhadap Islam terus berlaku dari semasa ke semasa samada secara sengaja atau tidak disengajakan. Dalam kes filem Fitna contohnya, Indonesia dilihat negara paling tegas bertindak apabila mengharamkan filem dan melarang Geert Wilders memasuki negara republik itu.
Tetapi semua itu tidak pernah memberi kesedaran kepada penghina Islam untuk menghentikan perbuatan biadap mereka. Dalam kes karikatur menghina Nabi Muhammad, bukan sahaja tiada tindakan tegas diambil ke atas pelukisnya Kurt Westergaard, malahan pelukis itu denagn lantang berkata,” dengan kartun ini, saya ingin menunjukkan bagaimana fanatiknya Islam fundemantel atau pengganas menggunakan agama sebagai senjata spritual,”
Kes-kes Satanic Verses, Fitna dan karikatur Kurt dianggap kes terbesar dalam perbuatan menghina Islam. Sebenarnya terdapat pelbagai kes lain sejak 1990, bagaimana Islam terus menjadi sasaran penghinaan tetapi tidak begitu mnedapat perhatian serius umat Islam di seluruh dunia.
Semua ini terjadi kerana dunia Barat semakin tenggelam dengan erti kebebasan. Bagi mereka kebebasan termasuklah juga mneyatakan apa sahaja biarpun ia menghina agama lain.
Oleh iru selagi umat Islam tidak mencapai kata sepakat di antara mereka dan tidak menggunakan kekuatan 1.3 billion jumlahnya selagi itu Islam akan terus diperkotak-katikkan oleh puak-puak yang kononnya memperjuangkan kebebasan.
Kita tidak harus terkejut jika selepas ini akan berlaku lagi penghinaan terhadap Islam kerana setakat ini tidak ada mana-mana pihak yang takut kepada negara dan umat Islam.
Sebagai contoh, ketika isu filem Fitna masih belum reda, tanah perkuburan Islam di Perancis dicemari dengan batu-bati nisan diconteng manakala kepala babi dicampak di situ.
Ia dengan jelas membuktikan, ancaman, bantahan dan kekecewaan umat Islam terhadap penghinaan Islam tidak pernah membimbangkan puak-puak bukan Islam.
Walaupun kita bukanlah menggalakkan keganasan namun umat Islamdi seluruh dunia hakikatnya mempunyai pendekatan yang boleh digunakan bagi memberi pengajaran kepada negara-negara yang membenarkan Islam dihina atas nama kebebasan.
Berikutan kekuatan yang ada dari segi jumlah dan berpuluh negara Islam yang kukuh ekonominya, umat Islamboleh melakukantindak balas dengan memboikot hubungan perdagangan denagn negara-negara yang terlibat.
Ramai yang yakin jika langkah itu berlaku sudah pasti mana-mana negara di dunia tidak akan membiarkan rakyatnya sewenang-wenangnya menghina Islam.
Tetapi malangnya dalam kes filem Fitna, walauoun ada gesaan supaya barangan Belanda diboikot namun ia tidak mendapat sambutan, kesudahanya, isu Fitna, diam begitu sahaja.
Oleh itu, selepas ini jika ada lagi peristiwa menghina Islam, kita akan menyaksikan lagi umat Islam turun ke jalanan kerana itu sahaja yang mampu kita lakukan, tidak lebih dari itu.
Diharapkan umat Islam tidak goyah dengan hinaan sebegini, tetapi akan senantiasa megah berdiri untuk menentang musuh-musuh Islam walaupun penentangan secara halus. Allah sentiasa berpihak pada golongan yang benar…
Berikutan itu, umat Islam melancarkan protes dan pada tahun 1989, pemimpin Iran mengeluarkan fatwa menghalalkan Salman dibunuh. Peristiwa Satanic Verses tidak berakhir di situ saja.
Pada September 2004, akhbar utama Denmark, Jyllands Posten menyiarkan 12 karikatur menghina Rasulullah dan mengaitkan Islam dengan keganasan.
Walaupun perbuatan menghina Islam itu mendapat tentangan hebat daripada uamat Islam di seluruh dunia, pihak-[ihak yang berniat memburukkan agama itu tidak pernah menghentikan perbuatan mereka.
Terbaru, seorang ahli politik Belanda, Gerent Wilders menghasilkan filem pendek berjudul, Fitna. Filem ini mendapat tentangan keras daripada umat Islam dan ia dianggap haram ditonton oleh umat Islam.
Berterusan
Persoalanya, kenapakah dari semasa ke semasa penghinaan terhadap Islam berterusan? Apakah kerana 11 September? Atau pihak-pihak menganggap menghina agama lain adalah satu kebebasan atau bahan gurauan?
Hakikatnya, peristiwa melibatkan Salman Rushdie, Geert Wilders atau kebiadaban akhbar Jyllands Posten hanya sebahagaian daripada rentetan perbuatan menghina Islam oleh pihak-pihak tertentu di Eropah dan Barat.
Semua itu berlaku kerana mereka begitu yakin umat Islam yang berjumlah 103 billion dimuka bumi ini, hanya mampu berteriak dijalanan atau mengadakan demonstari di hadapan kedutaan, paling maksimum mengancam membunuh individu yang melakukan penghinaan itu.
Tetapi sehingga hari ini Salman Rushdie masih hidup, Geert Wilders masih bebas dan akhbar Jyllands Postern masih beroperasi seperti biasa. Bagi negara-negara terlibat, mereka tidak berhak menghalang penghinaan itu kerana ia dianggap kebebasan.
Justeru usaha umat Islam untuk melakukan protes, bantahan atau apa sahaja bagi meluahkan perasaan mereka hanyalah sekadar untuk melepaskan geram, tidak lebih dari itu.
Malahan pihak-pihak yang terlibat begitu yakin, umat Islam biarpun mempunyai jumlah yang begitu ramai atau kuasa yang begitu besar hanya dapat melahirkan suara bantahan sahaja.
Jumlah 1.3 billion umat Islam dan sebahagian besar negara anggota Persidangan Pertubuhan Negara Islam (OIC) adalah negara kaya tidak pernah menekutkan penghina-penghina Islam ini.
OIC dilihat lebih banyak memberikan amaran dan mengemukakan nota bantahan, untuk mengharapkan negara-negara Islam mencapai kata sepakat untuk memboikot negara yang terlibat sebagai pengajaran bagaikan siang hari yang mengasyikkan.
Apa yang lebih malang, di Malaysia sendiri berapa kali kesabaran umat Islam dicabar, sebagai contoh pada tahun 2001, majalah Time menyiarkan artikel dan karikatur Nabi Muhammad dan Malaikat Jibrail. Majalah Time tidak dikenakan tindakan kerana memohon maaf.
Walaupun dalam peristiwa karikatur Nabi Muhamad, sebuah akhbar di Sarawak dikenakan tindakan tegas, namun ia masih belum memuaskan hati umat Islam kerana ada pihak yang terlepas.
Begitu juga pada tahun 2005, apabila Kongres India Muslim Malaysia (Kimma) membuat laporan polis terhadap komik Funny Jokes dari India yang menghina agama Islam.
Sengaja
Penghinaan terhadap Islam terus berlaku dari semasa ke semasa samada secara sengaja atau tidak disengajakan. Dalam kes filem Fitna contohnya, Indonesia dilihat negara paling tegas bertindak apabila mengharamkan filem dan melarang Geert Wilders memasuki negara republik itu.
Tetapi semua itu tidak pernah memberi kesedaran kepada penghina Islam untuk menghentikan perbuatan biadap mereka. Dalam kes karikatur menghina Nabi Muhammad, bukan sahaja tiada tindakan tegas diambil ke atas pelukisnya Kurt Westergaard, malahan pelukis itu denagn lantang berkata,” dengan kartun ini, saya ingin menunjukkan bagaimana fanatiknya Islam fundemantel atau pengganas menggunakan agama sebagai senjata spritual,”
Kes-kes Satanic Verses, Fitna dan karikatur Kurt dianggap kes terbesar dalam perbuatan menghina Islam. Sebenarnya terdapat pelbagai kes lain sejak 1990, bagaimana Islam terus menjadi sasaran penghinaan tetapi tidak begitu mnedapat perhatian serius umat Islam di seluruh dunia.
Semua ini terjadi kerana dunia Barat semakin tenggelam dengan erti kebebasan. Bagi mereka kebebasan termasuklah juga mneyatakan apa sahaja biarpun ia menghina agama lain.
Oleh iru selagi umat Islam tidak mencapai kata sepakat di antara mereka dan tidak menggunakan kekuatan 1.3 billion jumlahnya selagi itu Islam akan terus diperkotak-katikkan oleh puak-puak yang kononnya memperjuangkan kebebasan.
Kita tidak harus terkejut jika selepas ini akan berlaku lagi penghinaan terhadap Islam kerana setakat ini tidak ada mana-mana pihak yang takut kepada negara dan umat Islam.
Sebagai contoh, ketika isu filem Fitna masih belum reda, tanah perkuburan Islam di Perancis dicemari dengan batu-bati nisan diconteng manakala kepala babi dicampak di situ.
Ia dengan jelas membuktikan, ancaman, bantahan dan kekecewaan umat Islam terhadap penghinaan Islam tidak pernah membimbangkan puak-puak bukan Islam.
Walaupun kita bukanlah menggalakkan keganasan namun umat Islamdi seluruh dunia hakikatnya mempunyai pendekatan yang boleh digunakan bagi memberi pengajaran kepada negara-negara yang membenarkan Islam dihina atas nama kebebasan.
Berikutan kekuatan yang ada dari segi jumlah dan berpuluh negara Islam yang kukuh ekonominya, umat Islamboleh melakukantindak balas dengan memboikot hubungan perdagangan denagn negara-negara yang terlibat.
Ramai yang yakin jika langkah itu berlaku sudah pasti mana-mana negara di dunia tidak akan membiarkan rakyatnya sewenang-wenangnya menghina Islam.
Tetapi malangnya dalam kes filem Fitna, walauoun ada gesaan supaya barangan Belanda diboikot namun ia tidak mendapat sambutan, kesudahanya, isu Fitna, diam begitu sahaja.
Oleh itu, selepas ini jika ada lagi peristiwa menghina Islam, kita akan menyaksikan lagi umat Islam turun ke jalanan kerana itu sahaja yang mampu kita lakukan, tidak lebih dari itu.
Diharapkan umat Islam tidak goyah dengan hinaan sebegini, tetapi akan senantiasa megah berdiri untuk menentang musuh-musuh Islam walaupun penentangan secara halus. Allah sentiasa berpihak pada golongan yang benar…
Permainan Java Terbaru
- Absolute Ping Pong Babes
- African Rally
- Alien Vs Predator
- Aliens Unleashed
- Big2 The Next Level
- Bikini Balls 2
- Biliard 3D
- Bomb Hunter
- Boomer Man
- Buffy The Vampire Slayer
- Cosmic Girl 3D
- Die Hard
- Egypt Quest
- Freestyle Motocross
- Guardian Of Hells Gates
- Harry Potter
- Incredibles
- King Of Sex City
- Lakshyja Survive
- Legends Of 3 Empires
- Metal Slug
- Night Racing 3D
- Playboy Table Dance
Isnin, April 28, 2008
Jumlah Ayat Al-Qur’an (bukannya 6,666)
Berkaitan dengan jumlah ayat-ayat al-Qur’an, jumhur ulama telah sepakat mengatakan jumlah ayat al-Qur’an ialah 6,200 ayat lebih. Untuk itu, ulama berselisih pendapat tentang jumlah tepat atau berapa jumlah sebenarnya yang dikatakan lebih 6,200 itu. Pendapat ulama sebagaimana berikut: -
1. Menurut pendapat ulama Madinah, jumlah ayat al-Qur’an ialah 6,217 ayat. Pendapat ini disokong olah Nafi’
2. Menurut pendapat ulama Madinah lain yang disokong pendapat Syaibah, jumlah ayat al-Qur’an ialah 6,214 ayat.
3. Menurut pendapat ulama Madinah lain lagi yang disokong pendapat Abu Ja’afar, jumlah ayat al-Qur’an ialah 6,210 ayat.
4. Menurut pendapat ulama Mekah yang diriwayatkan oleh Ibn Kathir, jumlah ayat al-Qur’an ialah 6,220 ayat.
5. Menurut pendapat ulama Basrah sebagaimana yang diriwayatkan oleh ‘Asim, jumlah ayat al-Qur’an ialah 6,205 ayat.
6. Menurut ulama Kufah sebagaimana yang diriwayatkan oleh Hamzah, jumlah ayat al-Qur’an ialah 6,236 ayat.
7. Menurut pendapat ulama Syria sebagaimana yang diriwayatkan oleh Yahya Ibn al-Harith, jumlah ayat al-Qur’an ialah 6,226 ayat.
Sebagai kesimpulan yang dapat dirumuskan di sini, faktor lahirnya perselisihan di dalam menentukan jumlah ayat tersebut ialah terdapat sesuatu ayat yang selalu Nabi membaca dengan wakaf pada akhir tiap-tiap ayatnya sebagai pertunjuk dan memberitahu kepada para sahabat yang mana lafaz yang Baginda baca dengan wakaf itu adalah fashilah. Dalam keadaan lain pula, Baginda membaca wasal ayat yang sama untuk menyempurnakan maknanya setelah Baginda tahu yang para sahabat telah pun arif ayat yang Baginda baca itu memang satu ayat atau fashilah, walaupun Baginda baca dengan wasal pula selepasnya.
Namun pun begitu, perbuatan Nabi yang kadang-kala wakaf dan kadang-kala wasal terhadap ayat yang sama, telah timbul kekeliruan dan dugaan tertentu bagi mereka yang belum arif dengan tujuan Nabi berbuat begitu dalam menentukan jumlah ayat. Justeru itulah, mereka yang belum arif matlamat Nabi berbuat begitu telah mengira ayat yang Nabi baca dengan wasal itu adalah satu ayat dan ayat yang Nabi wakaf itu adalah dua ayat, manakala orang lain pula beranggapan dan mengira sebaliknya. Dari situlah sebenarnya punca timbul perselisihan dalam mengira jumlah ayat.
Dipetik dari: Rosmawati Ali (1997). Pengantar Ulum Al-Qur’an. Kuala Lumpur: Pustaka Salam Sdn. Bhd. Hlm 112-113
1. Menurut pendapat ulama Madinah, jumlah ayat al-Qur’an ialah 6,217 ayat. Pendapat ini disokong olah Nafi’
2. Menurut pendapat ulama Madinah lain yang disokong pendapat Syaibah, jumlah ayat al-Qur’an ialah 6,214 ayat.
3. Menurut pendapat ulama Madinah lain lagi yang disokong pendapat Abu Ja’afar, jumlah ayat al-Qur’an ialah 6,210 ayat.
4. Menurut pendapat ulama Mekah yang diriwayatkan oleh Ibn Kathir, jumlah ayat al-Qur’an ialah 6,220 ayat.
5. Menurut pendapat ulama Basrah sebagaimana yang diriwayatkan oleh ‘Asim, jumlah ayat al-Qur’an ialah 6,205 ayat.
6. Menurut ulama Kufah sebagaimana yang diriwayatkan oleh Hamzah, jumlah ayat al-Qur’an ialah 6,236 ayat.
7. Menurut pendapat ulama Syria sebagaimana yang diriwayatkan oleh Yahya Ibn al-Harith, jumlah ayat al-Qur’an ialah 6,226 ayat.
Sebagai kesimpulan yang dapat dirumuskan di sini, faktor lahirnya perselisihan di dalam menentukan jumlah ayat tersebut ialah terdapat sesuatu ayat yang selalu Nabi membaca dengan wakaf pada akhir tiap-tiap ayatnya sebagai pertunjuk dan memberitahu kepada para sahabat yang mana lafaz yang Baginda baca dengan wakaf itu adalah fashilah. Dalam keadaan lain pula, Baginda membaca wasal ayat yang sama untuk menyempurnakan maknanya setelah Baginda tahu yang para sahabat telah pun arif ayat yang Baginda baca itu memang satu ayat atau fashilah, walaupun Baginda baca dengan wasal pula selepasnya.
Namun pun begitu, perbuatan Nabi yang kadang-kala wakaf dan kadang-kala wasal terhadap ayat yang sama, telah timbul kekeliruan dan dugaan tertentu bagi mereka yang belum arif dengan tujuan Nabi berbuat begitu dalam menentukan jumlah ayat. Justeru itulah, mereka yang belum arif matlamat Nabi berbuat begitu telah mengira ayat yang Nabi baca dengan wasal itu adalah satu ayat dan ayat yang Nabi wakaf itu adalah dua ayat, manakala orang lain pula beranggapan dan mengira sebaliknya. Dari situlah sebenarnya punca timbul perselisihan dalam mengira jumlah ayat.
Dipetik dari: Rosmawati Ali (1997). Pengantar Ulum Al-Qur’an. Kuala Lumpur: Pustaka Salam Sdn. Bhd. Hlm 112-113
Amalan riba propaganda musuh Islam - Yahudi
APABILA Allah memberikan mukjizat Israk Mikraj kepada hamba dan kekasih-Nya, Nabi Muhammad SAW, pada saat itu Allah memperlihatkan pelbagai kejadian kepada Baginda yang kelak akan memimpin alam fana ini.
Ketika itu Rasulullah SAW melihat adanya beberapa orang yang diseksa di neraka. Perut mereka besar bagaikan rumah yang sebelumnya tidak pernah disaksikan oleh Rasulullah SAW. Kemudian Allah menempatkan orang itu di sebuah jalan yang dilalui kaum Firaun. Mereka adalah golongan paling berat menerima seksa dan azab Allah di hari kiamat.
Pengikut Firaun ini melintasi orang yang sedang diseksa tadi. Mereka melintas bagaikan kumpulan unta yang sangat kehausan, menginjak orang itu yang tidak mampu bergerak dan berpindah dari tempatnya disebabkan perutnya yang sangat besar seperti rumah.
Akhirnya Rasulullah SAW bertanya kepada malaikat Jibril yang menyertainya: “Wahai Jibril, siapakah orang yang diinjak-injak tadi? Jibril menjawab: Mereka itulah orang yang makan harta riba.”
Dalam syariat Islam, riba diertikan dengan bertambahnya harta pokok tanpa adanya transaksi jual beli sehingga menjadikan hartanya itu bertambah dan berkembang dengan sistem riba. Perbuatan itu jelas diharamkan oleh Allah, Rasul-Nya.
Allah berfirman yang bermaksud: “Allah menghilangkan berkat riba, menyuburkan sedekah dan Allah tidak menyukai setiap orang yang tetap dalam kekafiran dan selalu berbuat dosa.” (Surah Al-Baqarah, ayat 270)Barang haram yang tiada terhitung banyaknya itu sampai menyusahkan dan memberatkan mereka ketika harus cepat-cepat berjalan pada hari pembalasan. Setiap kali akan bangkit berdiri, mereka jatuh kembali, padahal mereka ingin berjalan bergegas bersama kumpulan manusia lainnya namun tiada sanggup melakukannya akibat maksiat dan perbuatan dosa yang mereka pikul.
Firman Allah yang bermaksud: “Orang yang memakan (mengambil) riba tidak dapat berdiri kecuali seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran tekanan penyakit gila. Keadaan mereka yang demikian itu adalah disebabkan mereka berkata berpendapat):
Sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba, padahal Allah sudah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba.” (Surah al-Baqarah, ayat 275)
Tafsiran Ibnu Abbas mengenai ayat itu katanya: “Orang yang memakan riba akan dibangkitkan pada hari kiamat dalam keadaan gila lagi tercekik.” (Tafsir Ibnu
Katsir)
Imam Qatadah juga berkata yang bermaksud: “Sesungguhnya orang yang memakan harta riba akan dibangkitkan pada hari Kiamat dalam keadaan gila sebagai tanda bagi mereka supaya diketahui para penghuni padang Mahsyar lainnya jika orang itu adalah orang yang makan harta riba.” (Al-Kaba’ir, Imam Adz-Dzahabi)
Dalam Sahih Al-Bukhari dikisahkan bahawa Rasulullah SAW bermimpi didatangi dua orang lelaki yang membawanya pergi sampai menjumpai sebuah sungai penuh darah yang di dalamnya ada seorang lelaki dan di pinggir sungai itu ada seseorang di tangannya banyak batu sambil menghadap kepada orang dalam sungai tadi.
Apabila orang dalam sungai hendak keluar maka mulutnya diisi batu oleh orang berkenaan sehingga membawanya kembali ke tempatnya semula di dalam sungai. Akhirnya
Rasulullah SAW bertanya kepada dua orang yang membawanya, maka dikatakan kepada Baginda: “Orang yang engkau saksikan di dalam sungai tadi adalah orang yang memakan harta riba.” (Fathul Bari)
Jabir pula mengatakan bahawa: Rasulullah SAW melaknat orang yang memakan riba, yang memberi makan riba, penulisnya dan kedua orang yang memberikan persaksian, dan Baginda bersabda yang bermaksud: “Mereka itu sama.” (Hadis riwayat Muslim)
Sesungguhnya amalan riba menjadi semarak kerana adanya propaganda daripada musuh Islam yang menjadikan umat Islam lebih senang menyimpan wangnya di bank yang mengamalkan sistem riba.
Bahkan sistem simpan pinjam dengan bunga pun kini sudah dianggap biasa dan menjadi satu hal yang mustahil jika dilepaskan daripada perbankan. Umat tidak lagi memerhatikan mana yang halal dan haram. Riba dianggap sama dengan jual beli yang dibolehkan menurut syariat Islam.
Kini kita saksikan akibat faedah bank, berapa banyak yang dulunya hidup bahagia akhirnya menderita tercekik dengan bunga yang ada. Musibah dan bencana meresahkan
masyarakat kerana Allah yang menurunkan hukum-Nya atas manusia.
Sabda Rasulullah SAW bermaksud: “Tidak perbuatan zina dan riba itu nampak pada suatu kaum, kecuali sudah mereka halalkan sendiri seksa Allah atas diri mereka.”
(Hadis riwayat Imam Abu Ya’la)
Sebenarnya amalan riba pada awalnya adalah perilaku dan tabiat orang Yahudi dalam mencari nafkah dan mata pencarian Mereka berusaha untuk menyebarkan penyakit
itu kepada umat Islam melalui industri perbankan.
Firman Allah yang bermaksud: “Dan disebabkan mereka (orang Yahudi) memakan riba, padahal sesungguhnya mereka sudah dilarang daripadanya dan kerana mereka memakan harta orang lain dengan jalan yang batil. Kami menyediakan untuk orang kafir di antara mereka seksa yang pedih.” (Surah an-Nisa’, ayat 161)
Firman Allah lagi yang bermaksud: “Hai orang yang beriman. Jika kamu mengikuti sebahagian daripada orang yang diberi al-Kitab (Yahudi dan Nasrani), nescaya mereka akan mengembalikan kamu menjadi kafir sesudah kamu beriman.” (Surah Ali Imran, ayat 100)
Menyedari hakikat itu, tidak wajar bagi umat Islam mengikuti pola hidup suatu kaum yang pernah dikutuk Allah sebaliknya, memastikan kehidupan mereka bebas daripada amalan riba.
Ketika itu Rasulullah SAW melihat adanya beberapa orang yang diseksa di neraka. Perut mereka besar bagaikan rumah yang sebelumnya tidak pernah disaksikan oleh Rasulullah SAW. Kemudian Allah menempatkan orang itu di sebuah jalan yang dilalui kaum Firaun. Mereka adalah golongan paling berat menerima seksa dan azab Allah di hari kiamat.
Pengikut Firaun ini melintasi orang yang sedang diseksa tadi. Mereka melintas bagaikan kumpulan unta yang sangat kehausan, menginjak orang itu yang tidak mampu bergerak dan berpindah dari tempatnya disebabkan perutnya yang sangat besar seperti rumah.
Akhirnya Rasulullah SAW bertanya kepada malaikat Jibril yang menyertainya: “Wahai Jibril, siapakah orang yang diinjak-injak tadi? Jibril menjawab: Mereka itulah orang yang makan harta riba.”
Dalam syariat Islam, riba diertikan dengan bertambahnya harta pokok tanpa adanya transaksi jual beli sehingga menjadikan hartanya itu bertambah dan berkembang dengan sistem riba. Perbuatan itu jelas diharamkan oleh Allah, Rasul-Nya.
Allah berfirman yang bermaksud: “Allah menghilangkan berkat riba, menyuburkan sedekah dan Allah tidak menyukai setiap orang yang tetap dalam kekafiran dan selalu berbuat dosa.” (Surah Al-Baqarah, ayat 270)Barang haram yang tiada terhitung banyaknya itu sampai menyusahkan dan memberatkan mereka ketika harus cepat-cepat berjalan pada hari pembalasan. Setiap kali akan bangkit berdiri, mereka jatuh kembali, padahal mereka ingin berjalan bergegas bersama kumpulan manusia lainnya namun tiada sanggup melakukannya akibat maksiat dan perbuatan dosa yang mereka pikul.
Firman Allah yang bermaksud: “Orang yang memakan (mengambil) riba tidak dapat berdiri kecuali seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran tekanan penyakit gila. Keadaan mereka yang demikian itu adalah disebabkan mereka berkata berpendapat):
Sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba, padahal Allah sudah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba.” (Surah al-Baqarah, ayat 275)
Tafsiran Ibnu Abbas mengenai ayat itu katanya: “Orang yang memakan riba akan dibangkitkan pada hari kiamat dalam keadaan gila lagi tercekik.” (Tafsir Ibnu
Katsir)
Imam Qatadah juga berkata yang bermaksud: “Sesungguhnya orang yang memakan harta riba akan dibangkitkan pada hari Kiamat dalam keadaan gila sebagai tanda bagi mereka supaya diketahui para penghuni padang Mahsyar lainnya jika orang itu adalah orang yang makan harta riba.” (Al-Kaba’ir, Imam Adz-Dzahabi)
Dalam Sahih Al-Bukhari dikisahkan bahawa Rasulullah SAW bermimpi didatangi dua orang lelaki yang membawanya pergi sampai menjumpai sebuah sungai penuh darah yang di dalamnya ada seorang lelaki dan di pinggir sungai itu ada seseorang di tangannya banyak batu sambil menghadap kepada orang dalam sungai tadi.
Apabila orang dalam sungai hendak keluar maka mulutnya diisi batu oleh orang berkenaan sehingga membawanya kembali ke tempatnya semula di dalam sungai. Akhirnya
Rasulullah SAW bertanya kepada dua orang yang membawanya, maka dikatakan kepada Baginda: “Orang yang engkau saksikan di dalam sungai tadi adalah orang yang memakan harta riba.” (Fathul Bari)
Jabir pula mengatakan bahawa: Rasulullah SAW melaknat orang yang memakan riba, yang memberi makan riba, penulisnya dan kedua orang yang memberikan persaksian, dan Baginda bersabda yang bermaksud: “Mereka itu sama.” (Hadis riwayat Muslim)
Sesungguhnya amalan riba menjadi semarak kerana adanya propaganda daripada musuh Islam yang menjadikan umat Islam lebih senang menyimpan wangnya di bank yang mengamalkan sistem riba.
Bahkan sistem simpan pinjam dengan bunga pun kini sudah dianggap biasa dan menjadi satu hal yang mustahil jika dilepaskan daripada perbankan. Umat tidak lagi memerhatikan mana yang halal dan haram. Riba dianggap sama dengan jual beli yang dibolehkan menurut syariat Islam.
Kini kita saksikan akibat faedah bank, berapa banyak yang dulunya hidup bahagia akhirnya menderita tercekik dengan bunga yang ada. Musibah dan bencana meresahkan
masyarakat kerana Allah yang menurunkan hukum-Nya atas manusia.
Sabda Rasulullah SAW bermaksud: “Tidak perbuatan zina dan riba itu nampak pada suatu kaum, kecuali sudah mereka halalkan sendiri seksa Allah atas diri mereka.”
(Hadis riwayat Imam Abu Ya’la)
Sebenarnya amalan riba pada awalnya adalah perilaku dan tabiat orang Yahudi dalam mencari nafkah dan mata pencarian Mereka berusaha untuk menyebarkan penyakit
itu kepada umat Islam melalui industri perbankan.
Firman Allah yang bermaksud: “Dan disebabkan mereka (orang Yahudi) memakan riba, padahal sesungguhnya mereka sudah dilarang daripadanya dan kerana mereka memakan harta orang lain dengan jalan yang batil. Kami menyediakan untuk orang kafir di antara mereka seksa yang pedih.” (Surah an-Nisa’, ayat 161)
Firman Allah lagi yang bermaksud: “Hai orang yang beriman. Jika kamu mengikuti sebahagian daripada orang yang diberi al-Kitab (Yahudi dan Nasrani), nescaya mereka akan mengembalikan kamu menjadi kafir sesudah kamu beriman.” (Surah Ali Imran, ayat 100)
Menyedari hakikat itu, tidak wajar bagi umat Islam mengikuti pola hidup suatu kaum yang pernah dikutuk Allah sebaliknya, memastikan kehidupan mereka bebas daripada amalan riba.
Setiap larangan terselindung hikmah
ISLAM satu-satunya agama diredai Allah yang menjamin kesejahteraan hidup umatnya di dunia dan akhirat. Malah, Islam juga adalah agama yang memelihara kehidupan umatnya daripada perkara mudarat dan merosakkan.
Oleh itu, Islam mensyariatkan hukum halal dan haramnya dalam setiap aspek kehidupan umatnya. Setiap Muslim wajib memelihara perkara yang halal dan haram dalam pemakanannya supaya tidak termasuk bahan haram yang akhirnya menjadi isi daging.
Bagi daging yang tumbuh daripada sumber haram, maka api neraka bahan pembakarnya. Ini jelas daripada sabda Rasulullah SAW yang bermaksud: “Setiap daging badannya yang tumbuh daripada benda haram (yang menghilangkan berkat), maka nerakalah yang lebih utama bagi orang itu.” (Hadis riwayat Ahmad dan Tirmizi)
Oleh itu, setiap Muslim wajib berhati-hati terhadap pemakanannya supaya bersih daripada sumber yang haram. Akan tetapi, seseorang Muslim juga harus peka dan
sensitif terhadap perkara haram yang lain selain pemakanan.
Setiap apa yang diharamkan Allah adalah luas dan banyak. Ia bukan hanya meliputi makanan tertentu, bahkan ia juga gaya kehidupan, perbuatan, persepsi dan pandangan asing yang jelas bertentangan dengan ajaran Islam yang suci.
Perlu diinsafi, Allah mengharamkan beberapa jenis makanan adalah untuk kebaikan dan kesihatan kehidupan Muslim. Begitu juga Allah mengharamkan beberapa cara dan gaya kehidupan asing seperti budaya hidup bebas, berkhalwat, bertukar pasangan, berpeleseran di jalanan tanpa arah tujuan untuk memelihara kesejahteraan Muslim serta masyarakat untuk hidup dengan harmoni.
Dalam pada itu, Allah mengharamkan syirik iaitu menyembah sesuatu yang lain daripada Allah. Perlu ditegaskan mensyirikkan Allah bukan setakat menyembah selain daripada Allah, sifat takbur dan riak termasuk dalam perbuatan mensyirikkan Allah.
Takbur bermaksud membesarkan dan mengagungkan dirinya sendiri. Hanya Allah saja layak bersifat demikian, manakala manusia sebagai hamba-Nya tidak layak mempunyai sifat itu. Riak pula adalah menunjuk perbuatan baik supaya dilihat dan dipuji orang lain
sedangkan apabila bersendirian, dia tidak melakukan perbuatan baik itu.
Islam sudah mempunyai cara hidupnya tersendiri yang serba lengkap dan menyeluruh merangkumi setiap aspek kehidupan umatnya. Islam juga menyusun adab kehidupan yang luhur menampilkan ajaran mulia supaya kehidupan umatnya berlangsung dengan penuh gemilang dan terhormat.
Dalam Islam, kehidupan umatnya tidak dapat dipisahkan daripada kerangka akidah, ibadat dan akhlak yang menjadi tonggak utama kesejahteraan hidup umat Islam. Di samping itu, ada peraturan dan batas larangannya yang wajib dipatuhi supaya hidup dapat berlangsung dengan teratur.
Allah juga mengharamkan beberapa persepsi dan pandangan yang haram seperti mempunyai prasangka buruk terhadap orang lain, menuduh orang lain dengan tuduhan palsu, mengumpat serta memfitnah bagi memelihara kerukunan hidup umatnya.
Malah di antara sifat Muslim sejati ialah memelihara dirinya daripada perkara yang sia-sia sama ada melalui perbuatan mahupun perkataan. Tiada perkataan dan amalan yang lebih baik pada sisi Allah melainkan perkataan dan amalan yang mendekatkan diri kepada Allah.
Allah berfirman yang bermaksud: “Adakah ucapan yang baik itu melainkan mereka yang menyeru kepada Allah dan berbuat kebaikan, seterusnya berkata, sesungguhnya aku dari kalangan orang beriman.” (Surah Fussilat, ayat 33)
Jika setiap Muslim dapat menjaga makanan dan minumannya daripada terkena bahan yang haram dan najis, pada masa sama, adakah seseorang Muslim menjaga dirinya daripada perbuatan yang haram?
Adakah dia menjaga kelakuannya daripada perkara yang haram? Adakah dia menjaga matanya daripada melihat benda yang haram? Adakah dia juga menjaga lidahnya daripada mengatakan perkara yang haram?
Jelas di sini kewajipan setiap Muslim bukan hanya setakat memelihara makan minumnya daripada sumber yang haram, malah Muslim juga wajib memelihara segala perbuatannya, persepsinya, kelakuannya dan pandangannya daripada perkara yang haram.
Tidak ada ertinya jika seorang Muslim itu hanya menjaga pemakanannya daripada benda haram tetapi pada masa sama dia melanggar batas larangan Allah yang lain.
Allah berfirman yang bermaksud: “Wahai sekalian manusia! Makanlah dari apa yang ada di bumi yang halal lagi baik, dan janganlah kamu ikut jejak langkah syaitan kerana sesungguhnya syaitan itu adalah musuh yang terang nyata bagi kamu.” (Surah al-Baqarah, ayat 168)
Begitulah sebenarnya kewajipan setiap Muslim yang mengaku beriman kepada Allah. Antara tuntutan beriman kepada Allah ialah tunduk dan patuh dengan penuh ikhlas terhadap segala perintah dan larangan Allah.
Dalam hal ini, setiap Muslim tidak sewajarnya hanya memelihara sebahagian saja daripada perintah dan larangan Allah, tetapi meninggalkan pula perintah dan larangan Allah yang lain. Ini bukanlah sifat Muslim yang sebenarnya di sisi Allah.
Allah berfirman yang bermaksud: “Wahai orang yang beriman! Masuklah kamu ke dalam agama Islam (dengan mematuhi) hukum-hakamnya dengan keseluruhannya; dan janganlah kamu menurut jejak langkah syaitan; sesungguhnya syaitan itu musuh bagi kamu yang terang nyata. (Surah al-Baqarah, ayat 208)
Akhirnya, perlu diinsafi setiap sesuatu yang Allah perintah atau larang kepada umatnya ada rahmatnya dan hikmah yang tersurat. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang terbaik untuk sekalian hamba-Nya dan Allah tidak sekali-kali bersifat zalim terhadap hamba-Nya walau sedikitpun.
Oleh itu, Islam mensyariatkan hukum halal dan haramnya dalam setiap aspek kehidupan umatnya. Setiap Muslim wajib memelihara perkara yang halal dan haram dalam pemakanannya supaya tidak termasuk bahan haram yang akhirnya menjadi isi daging.
Bagi daging yang tumbuh daripada sumber haram, maka api neraka bahan pembakarnya. Ini jelas daripada sabda Rasulullah SAW yang bermaksud: “Setiap daging badannya yang tumbuh daripada benda haram (yang menghilangkan berkat), maka nerakalah yang lebih utama bagi orang itu.” (Hadis riwayat Ahmad dan Tirmizi)
Oleh itu, setiap Muslim wajib berhati-hati terhadap pemakanannya supaya bersih daripada sumber yang haram. Akan tetapi, seseorang Muslim juga harus peka dan
sensitif terhadap perkara haram yang lain selain pemakanan.
Setiap apa yang diharamkan Allah adalah luas dan banyak. Ia bukan hanya meliputi makanan tertentu, bahkan ia juga gaya kehidupan, perbuatan, persepsi dan pandangan asing yang jelas bertentangan dengan ajaran Islam yang suci.
Perlu diinsafi, Allah mengharamkan beberapa jenis makanan adalah untuk kebaikan dan kesihatan kehidupan Muslim. Begitu juga Allah mengharamkan beberapa cara dan gaya kehidupan asing seperti budaya hidup bebas, berkhalwat, bertukar pasangan, berpeleseran di jalanan tanpa arah tujuan untuk memelihara kesejahteraan Muslim serta masyarakat untuk hidup dengan harmoni.
Dalam pada itu, Allah mengharamkan syirik iaitu menyembah sesuatu yang lain daripada Allah. Perlu ditegaskan mensyirikkan Allah bukan setakat menyembah selain daripada Allah, sifat takbur dan riak termasuk dalam perbuatan mensyirikkan Allah.
Takbur bermaksud membesarkan dan mengagungkan dirinya sendiri. Hanya Allah saja layak bersifat demikian, manakala manusia sebagai hamba-Nya tidak layak mempunyai sifat itu. Riak pula adalah menunjuk perbuatan baik supaya dilihat dan dipuji orang lain
sedangkan apabila bersendirian, dia tidak melakukan perbuatan baik itu.
Islam sudah mempunyai cara hidupnya tersendiri yang serba lengkap dan menyeluruh merangkumi setiap aspek kehidupan umatnya. Islam juga menyusun adab kehidupan yang luhur menampilkan ajaran mulia supaya kehidupan umatnya berlangsung dengan penuh gemilang dan terhormat.
Dalam Islam, kehidupan umatnya tidak dapat dipisahkan daripada kerangka akidah, ibadat dan akhlak yang menjadi tonggak utama kesejahteraan hidup umat Islam. Di samping itu, ada peraturan dan batas larangannya yang wajib dipatuhi supaya hidup dapat berlangsung dengan teratur.
Allah juga mengharamkan beberapa persepsi dan pandangan yang haram seperti mempunyai prasangka buruk terhadap orang lain, menuduh orang lain dengan tuduhan palsu, mengumpat serta memfitnah bagi memelihara kerukunan hidup umatnya.
Malah di antara sifat Muslim sejati ialah memelihara dirinya daripada perkara yang sia-sia sama ada melalui perbuatan mahupun perkataan. Tiada perkataan dan amalan yang lebih baik pada sisi Allah melainkan perkataan dan amalan yang mendekatkan diri kepada Allah.
Allah berfirman yang bermaksud: “Adakah ucapan yang baik itu melainkan mereka yang menyeru kepada Allah dan berbuat kebaikan, seterusnya berkata, sesungguhnya aku dari kalangan orang beriman.” (Surah Fussilat, ayat 33)
Jika setiap Muslim dapat menjaga makanan dan minumannya daripada terkena bahan yang haram dan najis, pada masa sama, adakah seseorang Muslim menjaga dirinya daripada perbuatan yang haram?
Adakah dia menjaga kelakuannya daripada perkara yang haram? Adakah dia menjaga matanya daripada melihat benda yang haram? Adakah dia juga menjaga lidahnya daripada mengatakan perkara yang haram?
Jelas di sini kewajipan setiap Muslim bukan hanya setakat memelihara makan minumnya daripada sumber yang haram, malah Muslim juga wajib memelihara segala perbuatannya, persepsinya, kelakuannya dan pandangannya daripada perkara yang haram.
Tidak ada ertinya jika seorang Muslim itu hanya menjaga pemakanannya daripada benda haram tetapi pada masa sama dia melanggar batas larangan Allah yang lain.
Allah berfirman yang bermaksud: “Wahai sekalian manusia! Makanlah dari apa yang ada di bumi yang halal lagi baik, dan janganlah kamu ikut jejak langkah syaitan kerana sesungguhnya syaitan itu adalah musuh yang terang nyata bagi kamu.” (Surah al-Baqarah, ayat 168)
Begitulah sebenarnya kewajipan setiap Muslim yang mengaku beriman kepada Allah. Antara tuntutan beriman kepada Allah ialah tunduk dan patuh dengan penuh ikhlas terhadap segala perintah dan larangan Allah.
Dalam hal ini, setiap Muslim tidak sewajarnya hanya memelihara sebahagian saja daripada perintah dan larangan Allah, tetapi meninggalkan pula perintah dan larangan Allah yang lain. Ini bukanlah sifat Muslim yang sebenarnya di sisi Allah.
Allah berfirman yang bermaksud: “Wahai orang yang beriman! Masuklah kamu ke dalam agama Islam (dengan mematuhi) hukum-hakamnya dengan keseluruhannya; dan janganlah kamu menurut jejak langkah syaitan; sesungguhnya syaitan itu musuh bagi kamu yang terang nyata. (Surah al-Baqarah, ayat 208)
Akhirnya, perlu diinsafi setiap sesuatu yang Allah perintah atau larang kepada umatnya ada rahmatnya dan hikmah yang tersurat. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang terbaik untuk sekalian hamba-Nya dan Allah tidak sekali-kali bersifat zalim terhadap hamba-Nya walau sedikitpun.
Jumaat, April 25, 2008
15 Kelebihan Sujud
Ulama mengatakan sujud ketika solat adalah waktu manusia paling menggalakan sistem pernafasan dan mengembalikan kedudukan organ ke tempat asalnya. Percaya atau tidak, berikut adalah hikmah yang diperoleh daripada perbuatan bersujud ketika sembahyang.
1. Membetulkan kedudukan buah pinggang yang terkeluar sedikit daripada tempat asalnya.
2. Membetulkan pundi peranakan yang jatuh.
3. Melegakan sakit hernia.
4. Mengurangkan sakit senggugut ketika haid.
5. Melegakan paru-paru daripada ketegangan.
6. mengurangkan kesakitan bagi pesakit apendiks atau limpa.
7. kedudukan sujud adalah paling baik untuk berehat dan mengimbangkan lingkungan bahagian belakang tubuh.
8. Meringankan bahagian pelvis.
9. Memberi dorongan supaya mudah tidur.
10. Menggerakkan otot bahu, dada,leher, perut serta punggung ketika akan sujud dan bangun daripada sujud. Pergerakan otot ini akan menjadikan ototnya lebih kuat dan elastik,secara semula jadi dan ia juga akan memastikan kelancaran perjalanan darah.
11. Bagi wanita, pergerakan otot itu menjadikan buah dadanya lebih baik,mudah berfungsi untuk menyusukan bayi dan terhindar daripada sakit buah dada.
12. Sujud juga mampu mengurangkan kegemukan.
13. Pergerakan bahagian otot sewaktu sujud juga boleh memudahkan wanita bersalin.organ peranakan mudah kembali ke tempat asal serta terhindar daripada sakit gelombang perut.(Convulsions).
14. Organ terpenting iaitu otak kita juga akan menerima banyak bekalan darah dan oksigen.
15. Mengelakkan pendarahan otak jika tiba-tiba menerima pengepaman darah ke otak secara kuat dan mengejut serta terhindar penyakit salur darah dan sebagainya. Dari segi psikologi pula, sujud membuatkan kita merasa rendah diri di hadapan Yang Maha pencipta sekali gus mengikis sifat sombong,riak takbur dan sebagainya.
Manakala dari sudut perubatan pula, kesan sujud yang lama akan menambahkan kekuatan aliran darah ke otak yang boleh mengelakkan pening kepala dan migrain, menyegarkan otak serta menajamkan akal fikiran sekali gus menguatkan mentaliti seseorang.
Untuk itu marilah kita sama-sama mengamalkan sujud dalam solat yang banyak dan lama-lama bagi satu-satu sujud. Dan sujud lama dalam solat terutamanya dalam solat sunat yang bersendirian adalah digalakkan di dalam Islam. Wallahu a’lam.
1. Membetulkan kedudukan buah pinggang yang terkeluar sedikit daripada tempat asalnya.
2. Membetulkan pundi peranakan yang jatuh.
3. Melegakan sakit hernia.
4. Mengurangkan sakit senggugut ketika haid.
5. Melegakan paru-paru daripada ketegangan.
6. mengurangkan kesakitan bagi pesakit apendiks atau limpa.
7. kedudukan sujud adalah paling baik untuk berehat dan mengimbangkan lingkungan bahagian belakang tubuh.
8. Meringankan bahagian pelvis.
9. Memberi dorongan supaya mudah tidur.
10. Menggerakkan otot bahu, dada,leher, perut serta punggung ketika akan sujud dan bangun daripada sujud. Pergerakan otot ini akan menjadikan ototnya lebih kuat dan elastik,secara semula jadi dan ia juga akan memastikan kelancaran perjalanan darah.
11. Bagi wanita, pergerakan otot itu menjadikan buah dadanya lebih baik,mudah berfungsi untuk menyusukan bayi dan terhindar daripada sakit buah dada.
12. Sujud juga mampu mengurangkan kegemukan.
13. Pergerakan bahagian otot sewaktu sujud juga boleh memudahkan wanita bersalin.organ peranakan mudah kembali ke tempat asal serta terhindar daripada sakit gelombang perut.(Convulsions).
14. Organ terpenting iaitu otak kita juga akan menerima banyak bekalan darah dan oksigen.
15. Mengelakkan pendarahan otak jika tiba-tiba menerima pengepaman darah ke otak secara kuat dan mengejut serta terhindar penyakit salur darah dan sebagainya. Dari segi psikologi pula, sujud membuatkan kita merasa rendah diri di hadapan Yang Maha pencipta sekali gus mengikis sifat sombong,riak takbur dan sebagainya.
Manakala dari sudut perubatan pula, kesan sujud yang lama akan menambahkan kekuatan aliran darah ke otak yang boleh mengelakkan pening kepala dan migrain, menyegarkan otak serta menajamkan akal fikiran sekali gus menguatkan mentaliti seseorang.
Untuk itu marilah kita sama-sama mengamalkan sujud dalam solat yang banyak dan lama-lama bagi satu-satu sujud. Dan sujud lama dalam solat terutamanya dalam solat sunat yang bersendirian adalah digalakkan di dalam Islam. Wallahu a’lam.
Khamis, April 24, 2008
Media beri gambaran buruk mengenai hudud
SOALAN: Mengapa undang-undang hudud Islam amat ditakuti dan digeruni oleh orang Islam sendiri dan orang-orang kafir, sedangkan undang-undang tersebut belum pernah dilihat, atau belum dilaksanakan di Malaysia? - SAIFUL ISLAM, Kuala Lumpur
JAWAPAN: Perlu disedari dan diamati bahawa hakikatnya undang-undang hudud Islam adalah undang-undang Allah SWT. Dia Tuhan kita, Tuhan Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang.
Allah yang sedemikian sifatnya, bolehkah berlaku apabila Dia menciptakan undang-undang untuk manusia, diciptakan undang-undang yang zalim, kejam dan tidak berperikemanusiaan? Mana mungkin demikian.
Apa yang berlaku sebenarnya adalah salah faham dan salah tanggapan.
Yang pasti adalah, kerana sifat belas kasihan Allah kepada manusialah, maka diciptakan undang-undang hudud, yang amat serasi dan sesuai dengan manusia, demi kebaikan hidup manusia di dunia hingga ke akhirat.
Jangan hanya dilihat kepada hukuman itu secara prejudis atau kerana kononnya kasihan kepada penjenayah yang dihukum sedangkan mungkin kesalahannya tidak seberapa.
Islam mengajak manusia melihat kepada skop yang lebih luas iaitu misalnya, kesan kepada kesalahan mencuri atau merompak, betapa merananya mangsa yang mengumpul harta dengan titik penuhnya, tiba-tiba disamun dengan begitu mudah.
Dalam sekelip mata, segala yang diusaha dan diimpikan kesenangan dalam kehidupan hilang lenyap.
Lihat kepada penjenayah yang berleluasa sekarang berbanding dengan hukuman atau undang-undang yang ada sekarang ini, tidak pernah mengajar penjenayah menjadi insaf.
Penjenayah terus melakukan jenayah sehingga menjadikan jumlah kes jenayah terus meningkat dari semasa ke semasa, tanpa sebarang kesudahan.
Keselamatan harta benda, malah keselamatan nyawa manusia menjadi begitu mudah dinodai. Sampai bila masyarakat yang tidak berdosa akan terus menerima pada tersebut?
Penjenayah sebenarnya adalah orang yang berpenyakit sosial. Usaha mengubati penyakitnya dengan undang-undang yang ada tidak mendatangkan kesembuhan, malah penyakitnya semakin merebak.
Tidakkah terfikir orang yang waras jika ubat yang ada gagal menyembuhkan, mengapa tidak diiktiharkan ubat yang baru?
Ada atau tidak ubat lain yang boleh menyembuhkan penyakit jenayah? Jawapannya sudah tentu ada.
Ubat itu ialah undang-undang hudud Islam. Ada pun yang menyebabkan masyarakat umum takut, ngeri dan menentang huduh tersebut, bukan kerana sifat undang-undang itu.
Contohnya undang-undang yang dilaksanakan di Malaysia sekarang ini ke atas perogol, perompak dan sebagainya. Penjenayah akan dikenakan hukuman sebatan, memang ia mengerikan dan amat dahsyat sehingga meninggalkan parut besar yang cukup mengerikan. Ada yang dikenakan hukuman gantung sampai mati.
Bukankah ini mengerikan? Tetapi semuanya diterima umum, tanpa mengatakan ianya kejam dan ngeri.
Kenapa undang-undang hudud sukar diterima? Kerana peranan media yang anti-Islam, khususnya yang antihudud Islam dengan gambaran yang wujud sekarang ini, memberikan kesan negatif yang menakutkan ummah.
Dengannya, masyarakat terpengaruh menolak hukum-hukum Islam, dengan alasannya ianya tidak berperikemanusiaan.
Allah SWT pernah menyebut dalam al-Quran (mafhumnya): "Dan lelaki yang mencuri dan perempuan yang mencuri, potonglah tangan mereka sebagai balasan bagi apa yang mereka kerjakan, dan sebagai pencegahan (nakaalan) dari Allah. Dan Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana." (Surah al-Maidah, ayat 38)
Perkataan 'nakaalan' dalam ayat tersebut membawa maksud, Allah berjanji kepada manusia, bahawa hukuman yang diciptakan-Nya merupakan suatu pencegahan daripada-Nya dengan memalingkan hati-hati manusia dari hendak meneruskan kerja jenayah kepada lain-lain perkara.
Maka dengan pencegahan itu, jenayah akan terhapus.
Inilah yang telah dibuktikan oleh Rasulllah s.a.w. yang melaksanakan hukuman itu, kepada penjenayah pada zamannya.
Sepanjang beberapa tahun, hanya segelintir sahaja penjenayah dihukum. Jenayah amat terkawal dan hampir tidak berlaku.
Cuba lihat di akhir ayat tersebut. Maksud 'Azeezun' maksudnya, Allah Maha Perkasa. Perkasa dalam konteks Allah (melalui undang-undang-Nya) mampu mencegah jenayah sedangkan undang-undang ciptaan manusia tidak mampu. Yang boleh memberi jaminan hanya Allah SWT sahaja.
Akhir sekali maksud 'Hakeem' atau Maha Bijaksana. Allah amat mengetahui apa yang Dia buat adalah untuk kebaikan manusia, sedangkan manusia sehebat mana pun tidak mampu untuk membuat kebaikan, lebih-lebih lagi kebaikan di akhirat.
Allah Maha Bijaksana kerana Dia tahu ia adalah kebaikan untuk manusia.
Sekiranya media-media perdana seluruhnya, dapat memberikan gambaran yang adil kepada undang-undang Islam, khususnya hudud, maka tidak ada sebab manusia akan menolaknya kerana ia untuk kebaikan dan kesentosaan manusia seluruhnya.
Apatah lagi apabila kita melihat kepada natijah yang akan didapati daripada pelaksanaannya.
Oleh: Dato' Dr Haron Din
JAWAPAN: Perlu disedari dan diamati bahawa hakikatnya undang-undang hudud Islam adalah undang-undang Allah SWT. Dia Tuhan kita, Tuhan Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang.
Allah yang sedemikian sifatnya, bolehkah berlaku apabila Dia menciptakan undang-undang untuk manusia, diciptakan undang-undang yang zalim, kejam dan tidak berperikemanusiaan? Mana mungkin demikian.
Apa yang berlaku sebenarnya adalah salah faham dan salah tanggapan.
Yang pasti adalah, kerana sifat belas kasihan Allah kepada manusialah, maka diciptakan undang-undang hudud, yang amat serasi dan sesuai dengan manusia, demi kebaikan hidup manusia di dunia hingga ke akhirat.
Jangan hanya dilihat kepada hukuman itu secara prejudis atau kerana kononnya kasihan kepada penjenayah yang dihukum sedangkan mungkin kesalahannya tidak seberapa.
Islam mengajak manusia melihat kepada skop yang lebih luas iaitu misalnya, kesan kepada kesalahan mencuri atau merompak, betapa merananya mangsa yang mengumpul harta dengan titik penuhnya, tiba-tiba disamun dengan begitu mudah.
Dalam sekelip mata, segala yang diusaha dan diimpikan kesenangan dalam kehidupan hilang lenyap.
Lihat kepada penjenayah yang berleluasa sekarang berbanding dengan hukuman atau undang-undang yang ada sekarang ini, tidak pernah mengajar penjenayah menjadi insaf.
Penjenayah terus melakukan jenayah sehingga menjadikan jumlah kes jenayah terus meningkat dari semasa ke semasa, tanpa sebarang kesudahan.
Keselamatan harta benda, malah keselamatan nyawa manusia menjadi begitu mudah dinodai. Sampai bila masyarakat yang tidak berdosa akan terus menerima pada tersebut?
Penjenayah sebenarnya adalah orang yang berpenyakit sosial. Usaha mengubati penyakitnya dengan undang-undang yang ada tidak mendatangkan kesembuhan, malah penyakitnya semakin merebak.
Tidakkah terfikir orang yang waras jika ubat yang ada gagal menyembuhkan, mengapa tidak diiktiharkan ubat yang baru?
Ada atau tidak ubat lain yang boleh menyembuhkan penyakit jenayah? Jawapannya sudah tentu ada.
Ubat itu ialah undang-undang hudud Islam. Ada pun yang menyebabkan masyarakat umum takut, ngeri dan menentang huduh tersebut, bukan kerana sifat undang-undang itu.
Contohnya undang-undang yang dilaksanakan di Malaysia sekarang ini ke atas perogol, perompak dan sebagainya. Penjenayah akan dikenakan hukuman sebatan, memang ia mengerikan dan amat dahsyat sehingga meninggalkan parut besar yang cukup mengerikan. Ada yang dikenakan hukuman gantung sampai mati.
Bukankah ini mengerikan? Tetapi semuanya diterima umum, tanpa mengatakan ianya kejam dan ngeri.
Kenapa undang-undang hudud sukar diterima? Kerana peranan media yang anti-Islam, khususnya yang antihudud Islam dengan gambaran yang wujud sekarang ini, memberikan kesan negatif yang menakutkan ummah.
Dengannya, masyarakat terpengaruh menolak hukum-hukum Islam, dengan alasannya ianya tidak berperikemanusiaan.
Allah SWT pernah menyebut dalam al-Quran (mafhumnya): "Dan lelaki yang mencuri dan perempuan yang mencuri, potonglah tangan mereka sebagai balasan bagi apa yang mereka kerjakan, dan sebagai pencegahan (nakaalan) dari Allah. Dan Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana." (Surah al-Maidah, ayat 38)
Perkataan 'nakaalan' dalam ayat tersebut membawa maksud, Allah berjanji kepada manusia, bahawa hukuman yang diciptakan-Nya merupakan suatu pencegahan daripada-Nya dengan memalingkan hati-hati manusia dari hendak meneruskan kerja jenayah kepada lain-lain perkara.
Maka dengan pencegahan itu, jenayah akan terhapus.
Inilah yang telah dibuktikan oleh Rasulllah s.a.w. yang melaksanakan hukuman itu, kepada penjenayah pada zamannya.
Sepanjang beberapa tahun, hanya segelintir sahaja penjenayah dihukum. Jenayah amat terkawal dan hampir tidak berlaku.
Cuba lihat di akhir ayat tersebut. Maksud 'Azeezun' maksudnya, Allah Maha Perkasa. Perkasa dalam konteks Allah (melalui undang-undang-Nya) mampu mencegah jenayah sedangkan undang-undang ciptaan manusia tidak mampu. Yang boleh memberi jaminan hanya Allah SWT sahaja.
Akhir sekali maksud 'Hakeem' atau Maha Bijaksana. Allah amat mengetahui apa yang Dia buat adalah untuk kebaikan manusia, sedangkan manusia sehebat mana pun tidak mampu untuk membuat kebaikan, lebih-lebih lagi kebaikan di akhirat.
Allah Maha Bijaksana kerana Dia tahu ia adalah kebaikan untuk manusia.
Sekiranya media-media perdana seluruhnya, dapat memberikan gambaran yang adil kepada undang-undang Islam, khususnya hudud, maka tidak ada sebab manusia akan menolaknya kerana ia untuk kebaikan dan kesentosaan manusia seluruhnya.
Apatah lagi apabila kita melihat kepada natijah yang akan didapati daripada pelaksanaannya.
Oleh: Dato' Dr Haron Din
Pelihara percakapan elak dosa mengumpat
LIDAH adalah alat komunikasi penting dalam menjalin hubungan mesra antara masyarakat manusia di dunia. Ia juga untuk menyebar ilmu dan banyak lagi manfaat lain. Sebaliknya, lidah boleh jadi bahaya, kerana boleh digunakan untuk memecah belahkan masyarakat, memfitnah, mencaci, mengumpat dan sebagainya.
Justeru, Islam memberi perhatian serius terhadap penjagaan lidah. Peri pentingnya penjagaan lidah itu sehingga Rasulullah SAW bersabda yang bermaksud: "Siapa diam dia berjaya"(Hadis riwayat al-Tirmizi)
Pada waktu lain Baginda SAW memberi jaminan kepada orang yang sanggup menjaga lidahnya. Sabda Baginda SAW yang bermaksud: "Sesiapa yang boleh memberi jaminan kepadaku apa yang ada antara misai dan janggutnya dan apa yang ada antara dua pahanya, aku jamin baginya syurga." (Hadis riwayat al-Bukhari)
Al-Quran mengingatkan bahawa setiap ucapan yang diucapkan seseorang tidak akan terlepas daripada catatan malaikat-Nya. Allah berfirman yang bermaksud: "Tiada suatu ucapan pun yang diucapkannya melainkan ada di dekatnya malaikat pengawas yang selalu hadir." (Surah Qaf, ayat 18)
Antara keburukan lidah ialah bercakap perkara yang tidak berfaedah, tidak baik, mengucapkan kata keji, mencaci, mencarut, menghina, membuka rahsia orang, mengumpat dan perbuatan negatif lain yang tidak sepatutnya.
Mereka yang mengetahui nilai masa serta umur tidak akan membiarkan diri menggunakan lidah untuk berkata perkara tidak mendatangkan faedah, kemarahan orang lain atau menyebabkan perbalahan sesama manusia.
Diriwayatkan bahawa Luqmanul Hakim pernah ditanya: "Apa rahsia kebijaksanaanmu? Jawabnya: Aku tidak bercakap perkara yang tidak memberi faedah kepadaku. Kata Luqman lagi: Diam itu bijaksana, tetapi sedikit pelakunya."
Sewajarnya lidah digunakan untuk memberitahu atau mengajak orang lain kepada kebaikan dengan memberi nasihat serta menegur sahabat jika mereka melakukan perkara mungkar supaya segera kembali ke pangkal jalan.
Sebaliknya, mengeji, mencaci dan mencarut adalah perkara yang dilarang Islam dan mereka yang melakukan perkara itu dengan lidahnya wajib bertaubat serta memohon maaf kepada mereka yang disakitinya.
Selain itu, menghina orang lain termasuk keburukan lidah yang patut dijauhi, kerana ia boleh merosakkan hubungan mesra dan harmoni antara anggota masyarakat. Paling buruk tindakan lidah ini dalam konteks Islam ialah mengumpat.
Allah Taala mengumpamakan pengumpat itu sebagai pemakan daging saudaranya yang sudah mati. Firman Allah yang bermaksud: "Dan janganlah mengumpat satu sama lain. Adakah seorang di antara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu berasa jijik kepadanya dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima Taubat lagi Maha Penyayang." (Surah al-Hujurat, ayat 12)
Mengumpat ialah menyebut di belakang saudaramu sesuatu yang tidak disukainya, sama ada kekurangan itu pada fizikalnya, keturunannya, peri lakunya, pakaiannya atau sebagainya.
Berdasarkan pengertian ini, jika kita tidak menjaga betul-betul lidah, maka rata-rata kita tidak terlepas daripada dosa mengumpat. Pada hal dosa itu tidak akan diampun Allah jika tuannya tidak memaafkannya lebih dulu.
Umumnya masyarakat kita kurang memberi perhatian serius terhadap amalan mengumpat yang kesannya akan menyebabkan berlaku pergaduhan, saling tuduh menuduh dan memburukkan orang lain dengan perkara mengaibkan.
Namun, ulama menyenaraikan beberapa kelonggaran yang mengizinkan kita menyebut kekurangan orang lain di belakangnya iaitu tidak dikira dosa. Ia termasuk beberapa keadaan berikut:
* Apabila seseorang itu dizalimi, maka dia dibolehkan menceritakan kezaliman ke atasnya kepada pihak yang bertanggungjawab;
* Apabila hendak mendapat fatwa atau mengetahui hukum sesuatu;
* Apabila ingin memberi peringatan kepada orang lain;
* Apabila seseorang itu dikenali dengan gelaran itu secara menyeluruh;
* Apabila ia terkenal dengan jahatnya.
Oleh Prof Madya Dr Abdul Rashid Ahmad
Justeru, Islam memberi perhatian serius terhadap penjagaan lidah. Peri pentingnya penjagaan lidah itu sehingga Rasulullah SAW bersabda yang bermaksud: "Siapa diam dia berjaya"(Hadis riwayat al-Tirmizi)
Pada waktu lain Baginda SAW memberi jaminan kepada orang yang sanggup menjaga lidahnya. Sabda Baginda SAW yang bermaksud: "Sesiapa yang boleh memberi jaminan kepadaku apa yang ada antara misai dan janggutnya dan apa yang ada antara dua pahanya, aku jamin baginya syurga." (Hadis riwayat al-Bukhari)
Al-Quran mengingatkan bahawa setiap ucapan yang diucapkan seseorang tidak akan terlepas daripada catatan malaikat-Nya. Allah berfirman yang bermaksud: "Tiada suatu ucapan pun yang diucapkannya melainkan ada di dekatnya malaikat pengawas yang selalu hadir." (Surah Qaf, ayat 18)
Antara keburukan lidah ialah bercakap perkara yang tidak berfaedah, tidak baik, mengucapkan kata keji, mencaci, mencarut, menghina, membuka rahsia orang, mengumpat dan perbuatan negatif lain yang tidak sepatutnya.
Mereka yang mengetahui nilai masa serta umur tidak akan membiarkan diri menggunakan lidah untuk berkata perkara tidak mendatangkan faedah, kemarahan orang lain atau menyebabkan perbalahan sesama manusia.
Diriwayatkan bahawa Luqmanul Hakim pernah ditanya: "Apa rahsia kebijaksanaanmu? Jawabnya: Aku tidak bercakap perkara yang tidak memberi faedah kepadaku. Kata Luqman lagi: Diam itu bijaksana, tetapi sedikit pelakunya."
Sewajarnya lidah digunakan untuk memberitahu atau mengajak orang lain kepada kebaikan dengan memberi nasihat serta menegur sahabat jika mereka melakukan perkara mungkar supaya segera kembali ke pangkal jalan.
Sebaliknya, mengeji, mencaci dan mencarut adalah perkara yang dilarang Islam dan mereka yang melakukan perkara itu dengan lidahnya wajib bertaubat serta memohon maaf kepada mereka yang disakitinya.
Selain itu, menghina orang lain termasuk keburukan lidah yang patut dijauhi, kerana ia boleh merosakkan hubungan mesra dan harmoni antara anggota masyarakat. Paling buruk tindakan lidah ini dalam konteks Islam ialah mengumpat.
Allah Taala mengumpamakan pengumpat itu sebagai pemakan daging saudaranya yang sudah mati. Firman Allah yang bermaksud: "Dan janganlah mengumpat satu sama lain. Adakah seorang di antara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu berasa jijik kepadanya dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima Taubat lagi Maha Penyayang." (Surah al-Hujurat, ayat 12)
Mengumpat ialah menyebut di belakang saudaramu sesuatu yang tidak disukainya, sama ada kekurangan itu pada fizikalnya, keturunannya, peri lakunya, pakaiannya atau sebagainya.
Berdasarkan pengertian ini, jika kita tidak menjaga betul-betul lidah, maka rata-rata kita tidak terlepas daripada dosa mengumpat. Pada hal dosa itu tidak akan diampun Allah jika tuannya tidak memaafkannya lebih dulu.
Umumnya masyarakat kita kurang memberi perhatian serius terhadap amalan mengumpat yang kesannya akan menyebabkan berlaku pergaduhan, saling tuduh menuduh dan memburukkan orang lain dengan perkara mengaibkan.
Namun, ulama menyenaraikan beberapa kelonggaran yang mengizinkan kita menyebut kekurangan orang lain di belakangnya iaitu tidak dikira dosa. Ia termasuk beberapa keadaan berikut:
* Apabila seseorang itu dizalimi, maka dia dibolehkan menceritakan kezaliman ke atasnya kepada pihak yang bertanggungjawab;
* Apabila hendak mendapat fatwa atau mengetahui hukum sesuatu;
* Apabila ingin memberi peringatan kepada orang lain;
* Apabila seseorang itu dikenali dengan gelaran itu secara menyeluruh;
* Apabila ia terkenal dengan jahatnya.
Oleh Prof Madya Dr Abdul Rashid Ahmad
Langgan:
Catatan (Atom)