Isnin, Mac 06, 2017

Mengenal Hadits Maudhu’ (Palsu)

(A) Pengantar

Hadits palsu atau hadits maudhu’ adalah perkataan dusta yang dibuat dan direkayasa oleh seseorang kemudian dinisbahkan kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Hadits palsu adalah seburuk-buruknya hadits dhaif, bahkan sebagian ulama menganggapnya jenis tersendiri di luar hadits dhaif.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengancam pembuat hadits palsu dengan ancaman yang sangat berat. Dalam sebuah hadits mutawatir, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
من كذب علي متعمدا فليتبوأ مقعده من النار
Artinya: “Siapa saja yang berdusta atas namaku secara sengaja, maka bersiaplah menempati tempat duduknya di neraka.”
Seluruh ulama pun sepakat haram hukumnya meriwayatkan atau menyampaikan hadits maudhu’ kecuali dengan menjelaskan hakekatnya, bahwa ia hadits palsu. Ini berdasarkan hadits Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam yang disebutkan Imam Muslim dalam muqaddimah Shahih-nya:
من حدث عني بحديث يُرَى أنه كذب فهو أحد الكاذبين
Artinya: “Siapa yang menyampaikan satu hadits dariku, dan ia duga itu kedustaan (atas namaku), maka ia adalah salah seorang pendusta.”

(B) Cara Pemalsu Hadits Membuat Hadits Palsu

Ada dua cara yang diambil oleh pemalsu hadits dalam membuat hadits palsu, yaitu:
1. Dia sendiri yang menyusun dan membuat hadits palsu tersebut, kemudian ia letakkan sanad hadits, lalu ia riwayatkan.
2. Dia mengambil perkataan dari para ahli hikmah atau yang lainnya, kemudian ia letakkan sanadnya.

(C) Cara Mengetahui Hadits Palsu

Ada beberapa cara untuk mengetahui suatu hadits adalah hadits palsu, yaitu:
1. Pengakuan langsung dari si pembuat hadits palsu
Misalnya pengakuan dari Nuh ibn Abi Maryam, bahwa ia membuat hadits palsu tentang keutamaan surah-surah dalam Al-Qur’an, dan ia nisbahkan ke Ibnu ‘Abbas.
2. Pernyataan yang serupa dengan pengakuan
Misalnya seseorang mengaku meriwayatkan hadits dari salah seorang syaikh. Saat orang itu ditanya tentang tanggal lahirnya, diketahui ternyata ia lahir setelah wafatnya syaikh tersebut. Dan hadits yang ia riwayatkan tersebut tidak diriwayatkan oleh yang lain kecuali dirinya.
3. Ada indikasi tertentu pada diri si periwayat hadits
Misalnya periwayat hadits tersebut seorang rafidhi (penganut Syi’ah Rafidhah), dan ia meriwayatkan hadits tentang keutamaan ahlul bait.
4. Ada indikasi tertentu pada hadits yang diriwayatkan
Misalnya lafazh hadits itu buruk bahasanya, atau bertentangan dengan fakta yang terindera, atau bertentangan dengan makna Al-Qur’an yang sudah sangat jelas.

(D) Motivasi Orang-Orang Membuat Hadits Palsu

Walaupun ada ancaman tegas dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, tetap saja banyak yang berani membuat-buat hadits palsu. Ada yang melakukannya karena kebodohan, keinginan mendapatkan dunia, dan ada juga yang memang sengaja ingin menghancurkan Islam. Berikut rincian motivasi para pembuat hadits palsu ketika memalsukan hadits:

1. Mendekatkan diri kepada Allah ta’ala

Kelompok ini membuat hadits-hadits yang memotivasi umat Islam untuk melakukan berbagai amal kebaikan, dan hadits-hadits yang membuat orang-orang takut untuk melakukan perbuatan munkar. Kelompok ini dikenal berasal dari kalangan orang-orang zuhud dan penganjur perbuatan baik. Dan kelompok ini adalah seburuk-buruk pembuat hadits palsu, karena manusia menerima hadits-hadits yang mereka buat, disebabkan kepercayaan manusia kepada mereka.
Contoh pembuat hadits palsu dari kalangan ini adalah Maisarah ibn ‘Abdi Rabbihi. Ibnu Hibban dalam adh-Dhu’afaa meriwayatkan dari Ibnu Mahdi, bahwa beliau berkata: Aku bertanya kepada Maisarah ibn ‘Abdi Rabbihi, ‘Dari mana Anda mendatangkan hadits-hadits ini, siapa yang membaca ini, maka ia akan mendapatkan ini’, ia kemudian menjawab, ‘Saya membuatnya untuk memotivasi manusia’.

2. Memenangkan madzhab yang dianut

Salah satu permasalahan besar umat Islam sejak dulu adalah fanatisme madzhab dan kelompok. Sebagian mereka bahkan berani memalsukan hadits demi memenangkan madzhab dan kelompok mereka. Yang melakukan ini terutama adalah kelompok-kelompok politik yang lahir pasca tersebarnya fitnah di tubuh umat Islam, seperti kelompok Syiah misalnya. Kelompok ini misalnya membuat satu hadits palsu tentang ‘Ali radhiyallahu ‘anhu, yaitu, ‘Ali adalah sebaik-baik manusia, barangsiapa meragukannya maka ia telah kafir’.
Ada juga hadits palsu yang dibuat oleh sebagian pendukung madzhab Abu Hanifah. Mereka membuat hadits yang bunyinya, ‘Akan ada di tengah-tengah umatku seorang laki-laki yang dipanggil Abu Hanifah, dia adalah pelita umatku’. Dari kalangan ini juga lahir hadits palsu yang mencela asy-Syafi’i, yaitu, ‘Dan akan ada di tengah-tengah umatku seorang laki-laki yang dipanggil Muhammad ibn Idris, fitnahnya atas umatku lebih berbahaya daripada Iblis’.

3. Merusak ajaran Islam

Kelompok ini membuat hadits palsu dengan tujuan untuk menghancurkan Islam dari dalam. Kalangan zindiq ini tidak mampu melawan Islam secara terang-terangan, jadi mereka berupaya merusak ajaran Islam dari dalam dengan membuat sejumlah hadits palsu.
Contohnya adalah hadits yang dibuat oleh Muhammad ibn Sa’id asy-Syami yang berbunyi, ‘Saya adalah penutup para Nabi, tidak ada lagi Nabi setelahku, kecuali yang Allah kehendaki’.
Umat Islam yang awam, yang mengira bahwa hadits di atas benar-benar perkataan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, bisa jadi akan berpikir bahwa masih mungkin akan datang nabi lagi setelah Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam wafat. Alhamdulillah, ulama telah menjelaskan kepada umat Islam hadits-hadits semacam ini, sehingga umat tidak terkena fitnah yang disebarkan kalangan zindiq ini.

4. Menjilat penguasa

Sebagian orang yang lemah imannya berusaha mendekati para penguasa dengan membuat hadits palsu, dengan tujuan mendapat simpati dari penguasa tersebut. Hal ini misalnya dilakukan oleh Ghiyats ibn Ibrahim an-Nakha’i al-Kufi dengan khalifah Bani ‘Abbas, al-Mahdi.
Ketika Ghiyats masuk ke ruangan al-Mahdi, ia melihat sang khalifah sedang bermain-main dengan burung merpati. Melihat hal ini, Ghiyats membuat hadits yang disandarkannya kepada Nabi sebagai berikut, ‘Tidak ada perlombaan kecuali bermain pedang, pacuan hewan, adu ketangkasan, dan bermain burung’.
Ghiyats menambahkan kata janah (sayap) yang artinya bermain burung, pada hadits Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, untuk menyenangkan hati al-Mahdi. Al-Mahdi mengetahui hal ini, kemudian ia memerintahkan untuk menyembelih burung merpati itu, seraya berkata, ‘Aku yang menanggung beban atas hal itu’.

5. Mencari penghidupan dan rezeki

Hal ini misalnya dilakukan oleh sebagian Qushshash (tukang cerita) yang mencari penghidupan melalui berbagai cerita kepada masyarakat. Mereka membuat berbagai cerita yang menyenangkan dan menakjubkan, agar orang-orang mau mendengarkan mereka, kemudian memberi mereka uang. Ini misalnya dilakukan oleh Abu Sa’id al-Madaini.

6. Meraih popularitas

Ini dilakukan dengan membuat hadits-hadits yang asing, yang tidak dijumpai dari seorang pun guru-guru periwayat hadits. Mereka membolak-balikkan sanad hadits, agar terlihat berbeda dari sanad yang dikenal oleh para pencari hadits, dengan harapan para pencari hadits tersebut menemui mereka, dan akhirnya nama mereka dikenal luas. Di antara orang yang melakukan ini adalah Ibnu Abi Dihyah dan Hammad an-Nashibi.

Sumber: https://www.abufurqan.net/mengenal-hadits-maudhu-palsu/

Tiada ulasan: